Kondisi Geokultural
Banyumas adalah kawasan yang berada di wilayah Jawa Tengah bagian barat.
Penduduknya sebagian besar merupakan Suku Jawa, yang secara turun-temurun
mendiami wilayah bagian tengah dan timur Pulau Jawa, dan menggunakan bahasa
Jawa dengan beragam dialek dalam kehidupan seharĂ-harinya. Koentjaraningrat
yang mengutip pendapat Kodiran menyebut wilayah Banyumas merupakan daerah
kejawen bersama dengan Kedu, Yogyakarta, Surakarta dan Madiun. Wilayah di luar
itu disebut Pesisir dan Ujung Timur (Koentjaraningrat, 1990:329).
Secara geografis, Banyumas terletak di sebelah selatan lereng Gunung
Slamet. Batas-batas wilayah Kabupaten Banyumas di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tegal,
Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Cilacap. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes, dan Kabupaten
Cilacap. Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, dan Kebumen (Badan Arsip Informasi dan Kehumasan dengan Badan Pusat
Statistik Kab. Banyumas, 2002:2).
Secara astronomis, letak Banyumas diantara
109o dan 109o 30’ Bujur Timur dan 7o 30’
Lintang Selatan. Sedangkan keadaan topografi wilayah Banyumas sebagian
merupakan tanah pegunungan kapur yang memanjang dari timur Kecamatan
Patikraja, ke barat sampai daerah Kecamatan
Ajibarang bagian selatan. Wilayah bagian utara dan barat di Kecamatan Banyumas
mengalir sungai Serayu yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Kabupaten
Banyumas. Selain itu terdapat sungai-sungai kecil yang mengalir di wilayah
bagian tengah dan timur, seperti Logawa, Kalibener, Tajum, dan Tenggulun.
Sebagai
salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, Banyumas memiliki luas
wilayah 132.759 ha atau 1.327,59 km2
setara dengan 4,08 % dari luas propinsi, memiliki 27 kecamatan, 229 desa
dan 29 kelurahan. Secara umum wilayah ini memiliki tingkat curah hujan tinggi, sehingga
kondisi lahan cukup subur untuk dijadikan areal pertanian, terutama padi.
Bahkan dapat dikatakan Banyumas sebagai salah satu daerah lumbung padi bagi
Propinsi Jawa Tengah (Koderi, 1991:1). Sedangkan lahan kering di wilayah ini
relatif sedikit, berupa pekarangan dan lereng pegunungan yang pada umumnya dimanfaatkan
sebagai lahan berkebun. Baik berupa tanaman buah-buahan, sayuran, maupun pohon
kayu.
Jumlah
penduduk Banyumas pada akhir tahun 2004 berdasarkan hasil sensus penduduk tahun
2005 tercatat sebesar 1.538.285 jiwa (pertumbuhan menurun 0,15 % dibanding
tahun 2003), dengan kepadatan penduduk mencapai 1.159 jiwa/km2. Jumlah rumah
tangga pada akhir tahun 2004 sebesar 409.631, dengan rata-rata jiwa per rumah
tangga sekitar tiga sampai empat jiwa. Dari
jumlah tersebut sebagian besar menempati daerah pedesaan yang bertumpu pada
sektor pertanian sebagai roda penggerak perekonomian. Dengan demikian, wilayah
Banyumas merupakan salah satu daerah agraris
(http://geminastiti. blogspot.
com/2007/10/pengembangan-kemitraan-peternakan.html, diakses tanggal 10 April
2009).
Dari sisi antropologis dan
historis, Banyumas memiliki kedudukan yang unik dalam kerangka Kebudayaan Jawa.
Secara antropologis, Banyumas berada antara dua kebudayaan besar di Pulau Jawa,
yaitu Kebudayaan Jawa yang berpusat di Surakarta /Yogyakarta , dan Kebudayaan Sunda. Sedangkan secara
historis berada di antara dua wilayah kerajaan besar, yakni di bagian timur
merupakan wilayah paling barat dari Kerajaan Majapahit, dan bagian barat
merupakan wilayah kekuasaan paling timur dari Kerajaan Pajajaran. Letak wilayah
yang terlalu jauh dari pusat Kebudayaan Jawa (Surakarta
/Yogyakarta ) memungkinkan Banyumas memiliki
sikap dan karakter yang berbeda dengan Orang Jawa pada umumnya (Rini Fidiyani,
2008:2).
Secara
historis sosiologis, wilayah Banyumas bagian barat merupakan daerah perbatasan
yang masyarakatnya memiliki hubungan persaudaraan dengan Kraton Pakuan
Parahiyangan (Pajajaran). Menurut Budiono Herusatoto (2008:15), hubungan ini
terjalin sejak zaman Kadipaten Pasirluhur. Sedangkan wilayah bagian timur
memiliki hubungan historis dengan Kebudayaan Jawa, mengingat latar belakangnya
sebagai wilayah mancanegara dari kraton-kraton di Jawa sejak Kerajaan
Majapahit, Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta, sampai Jogjakarta.
Koentjaraningratpun menyebutkan bahwa
Banyumas merupakan salah satu dari tujuh wilayah kebudayaan Jawa
(Koentjaraningrat, 1994:25-29). Disebutkan
bahwa wilayah Kebudayaan Banyumas itu meliputi eks Karesidenan Banyumas yang terdiri atas empat kabupaten. Yaitu;
Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Pada umumnya masyarakat Banyumas menyebut
dirinya Wong Banyumas. Namun menurut Drs
Sugeng Priyadi, M. Hum, pakar naskah kuno dan pengkaji Babad Banyumas dari
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Wong
Banyumas adalah pembauran antara dua kelompok masyarakat dari kerajaan yang
berdampingan. Yaitu Pakuan Parahiyangan/Pajajaran dan Pasirluhur/Galuh). Pembauran
ini akhirnya membentuk satu komunitas baru, sebagai suatu keluarga besar yang
hidup rukun dan berkesinambungan, baik dalam sejarah maupun kehidupan sosial-budaya
yang khas, (wawancara tanggal 28 Oktober 2009). Dijelaskan pula bahwa dinasti
Banyumas adalah keturunan dinasti lokal Pasir dan Wirasaba dengan Pajajaran dan
Majapahit. Teks Babad Banyumas melegitimasikan nenek moyang Wong Banyumas berasal dari dua kerajaan
yang berwibawa di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran dan Majapahit (Sugeng Priyadi dan
Suwarno, 2004:4).
Salah satu ciri utama Wong Banyumas terlihat pada bahasa ibu. Jika mereka
berbicara terdengar cowag (keras nada
suaranya), gemluthuk (bergelutuk
karena bunyi-bunyi yang muncul terkesan serba berat) kalau berbincang seperti
tergesa atau cepat menanggapi. Logat bahasanya kenthel, luged, mbleketaket (kental, mengasyikkan) enak didengar
oleh komunitas masyarakat pemiliknya sesama daerah, tetapi kadang membuat orang
dari wilayah lain tersenyum dan kesulitan memahami maknanya.
Daerah
persebaran Bahasa Jawa dialek Banyumasan jauh berbeda dengan luas wilayah
administratif pemerintahan. Perkembangannya pun maju searah dengan kemajuan
zaman. Daerah persebaran yang saat ini masih menggunakan bahasa Jawa dialek
Banyumasan adalah Kebumen, Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Purbalingga,
Pemalang, Tegal, Brebes, dan Pesisir Cirebon bagian timur (Budiono Herusatoto,
2008:20).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar