Pergerakan Nasional
memiliki arti sebagai gerakan bangsa itu sendiri, walaupun yang bergerak itu
sebagian rakyat atau sebagian kecil sekalipun, asalkan apa yang menjadi tujuan
itu dapat menentukan nasib bangsa itu secara keseluruhan, menuju keciti-cita
yang tertentu yaitu kemerdekaan.
A. Hakekat Pergerakan Nasional
Dalam
Pergerakan Nasional, kesetiaan diletakkan pada bangsa itu sendiri. Pergerakan
nasional pada umumnya merupakan pergerakan dari bangsa yang terjajah melawan
bangsa yang menjajah untuk mendirikan suatu negara yang merdeka. Tujuan
pergerakan nasional yang seutuhnya tidak mungkin terwujud sejauh kemerdekaan
dalam bidang politik belum dapat dicapai.
Pergerakan nasional dalam sejarah Indonesia merupakan
salah satu momentum yang sangat penting.
Pergerakan nasional Indonesia meliputi berbagai gerakan atas aksi yang
dilakukan dalam bentuk organisasi modern menuju ke arah yang lebih baik
terutama dalam kehidupan rakyat Indonesia.
Istilah pergerakan nasional berbeda dengan perjuangan
nasional, kata perjuangan memiliki cakupan waktu yang lebih luas ( lama )
karena perjuangan bangsa itu sebenarnya sejak bangsa itu ada sampai mencapai
tujuan. Sedang pergerakan nasional hanyalah meliputi kurun waktu 1908 – 1945.
Pergerakan nasional bertolak dari tahun 1908 karena munculnya organisasi modern
yang pertama-tama ada di Indonesia adalah pada tahun itu yaitu organisasi Budi
Utomo.
Hal yang spesifik dari Budi Utomo sebagai organisasi modern adalah :- Memiliki pengurus yang pasti
- Memiliki anggota yang terdaftar
- memiliki tujuan kepentingan nasional yaitu Indonesia merdeka
- Memiliki rancangan pekerjaan atau program kerja
- Lain-lain didasarkan atas peraturan yang ditetapkan.
Peringatan lahirnya Budi Utomo setiap
tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan
Nasional didasarkan atas keputusan Presiden RI Nomor 316 tertanggal 16 Desember
1959.
B. Perkembangan Pergerakan Nasional
- Budi Utomo ( BU )
Pada tahun 1901 –1904 sebuah majalah
bulanan, Insulinde terbit di Padang. Majalah ini tidak saja memuat artikel dan
berita tentang Hindia-Belanda, tetapi juga
tentang Asia dan Eropa. Namun tema utama yang tersirat dari yang
tersurat semua tulisan itu selalu sama tentang kemajuan dan zaman maju. Kedua
tema ini pulalah yang selalu dipakai dalam hampir setiap tulisan Dr. A. Rivai
dalam majalah bergambar Warta Hindia yang terbit di negeri Belanda sejak tahun
1904 sampai ia kembali ke tanah Hindia. Untuk mencapai kemajuan dan terwujudnya
Hindia yang maju , A. Rivai menganjurkan agar dibentuk organisasi kaum muda.
Ternyata gagasan A. Rivai ini mendapat tanggapan positif dari Dr. Wahidin
Soediro Hoesodo. Dalam salah satu tulisannya yang dimuat majalah Retna
Dhoemilah pensiunan dokter ini mendukung gagasan Dr. A. Rivai akan perlunya
suatu organisasi para kaum muda.
Mas Ngabehi
Wahidin Sudiro Husodo, seorang pensiunan dokter di Yogyakarta sekitar tahun
1906 merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar ( Studie Fond)
di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk
meningkatkan martabat rakyat dan membantu bagi para pelajar yang kekurangan
dana.
Pada akhir tahun 1907 dr. Wahidin Sudiro Husodo dalam kelilingnya sempat
singgah dan berpidato di depan mahasiswa STOVIA di Jakarta. Materi pidato dr.
Wahidin Sudiro Husodo
ini mendapat tanggapan positif
dari para mahasiswa STOVIA. Salah seorang mahasiswa yang bernama Sutomo, usia 19 tahun, tergerak jiwanya untuk
menindak lanjuti usaha dr. Wahidin.
Dr. Wahidin Soedirohoesodo ( 1857-1917) adalah inspirator bagi
pembentukan organisasi modern pertama untuk kalangan priyayi Jawa. Ia lulusan
sekolah Dokter Jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah di Yogyakarta sampai
tahun 1899. Pada tahun 1901 menjadi redaktur majalah Retna Dhoemilah “Ratna
yang berkilauan”.
Pada hari
Rabu, tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Jakarta, para pelajar dari sekolah
lanjutan, bertempat di gedung STOVIA mendirikan organisasi dengan nama Budi
Utomo yang artinya ‘Usaha Mulia’ dan menunjuk Sutomo sebagai ketuanya.
Nama-nama mahasiswa yang ikut bergabung dengan Sutomo antara lain M. Suradji, Muhammad saleh, Mas Suwarno,
Sulaiman, Gunawan, Muhammad Sulaiman dan Gumbreg.
Pada mulanya berdirinya Budi
Utomo bukanlah sebuah partai politik. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak
dicapai yaitu :
Bumiputra sehingga tercapailah
suatu Bond bangsa Jawa seluruhnya, perbaikan pelajaran di
sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk
kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan
teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan Bumiputra,
menjujung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat
yang layak.
Gubernur
Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, sebagai tanda
keberhasilan politik etis. Memang itulah yang dikehendakinya : suatu organisasi
pribumi yang progresif-moderat. Maka pada Desember 1909, dinyatakan sebagai
organisasi yang resmi atau sah.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung
di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres dihadiri 8 cabang
Budi Utomo yaitu dari Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya dan
Batavia. Dalam kongres ini yang terpilih sebagai ketua Budi Utomo adalah Raden
TumenggungAryo Tirtokoesoemo yang nerupakan Bupati Karanganyar, dengan wakil
ketua Wahidin Sudiro Husodo.
Terpilihnya R.T.A. Tirtokoesoemo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih
memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan Bupati memberi dampak positif
dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Dalam usaha
memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan
hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember
1909, anggaran dasar Budi Utomo disyahkan.
Dalam
perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran :
- Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
- Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demikratis, lebih memperhatikan nasib rakyat yang menderita.
Budi Utomo
mampu menerbitkan majalah bulanan Goroe Desa yang memiliki kiprah masih
terbatas di kalangan penduduk pribumi. Aktivitas politik Budi Utomo terlibat
dalam Dewan Rakyat ( Volkraad 1918 ). Sejalan dengan kemerosotan
aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai
Indonesia Raya (Parindra ). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur
dari arena politik. Bagaimanapun BU
dengan segala kekurangannya telah mewakili aspirasi politik pertama dan
mengantarkan rakyat Jawa ke arah kebangkitan .
2. Sarekat Islam ( SI )
Pada
mulanya Sarekat Islam ini adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama
Sarekat dagang Islamyah ( SDI ). Pada tahun
1911, SDI didirikan di kota Solo
oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. . Garis yang
diambil oleh SDI adalah kooperasi dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia
di bawah panji-panji Islam, agama yang terbesar dalam masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1909 seorang lulusan OSVIA
bernama Tirtoadisurjo (1880-1918) , yang telah meninggalkan dinas pemerintahan
dan menjadi wartawan mendirikan Sarekat
Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910 mendirikan SDI di Buitenzorg (Bogor).
Kemudian menemui H. Samanhudi selaku pengusaha batik di laweyan, Surakarta
untuk mendirikan SDI.Sebelumnya, Tirtoadisurjo pada tahun 1903 mendirikan surat
kabar yang pertama yang didirikan, didanai dan dijalankan oleh orang-orang
Indonesia asli yaiut mingguan berbahasa Melayu Soenda Berita, yang dicetak di
Cianjur. Pada tahun 1907 mendirikan mingguan Medan Prijaji di Batavia. Pada
tahun 1910, Medan Prijaji berubah menjadi harian, surat kabar harian pertama
yang dikelola oleh pribumi.
Latar belakang ekonomi berdirinya perkumpulan ini
adalah :
- Perlawanan terhadap para pedagang perantara ( penyalur ) oleh orang China.
- Isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya
- Membuat fron melawan semua penghinaan terhadap rakyat Bumiputra.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggran dasarnya
adalah :
1. Mengembangkan
jiwa berdagang
2. Memberi
bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran
3. memajukan
pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra.
4. Menentang
pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
5. Tidak
bergerak dalam bidang politik
6. Menggalang
persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.
SDI diganti menjadi SI pada tanggal 10
September 1912, agar menjangkau keanggotaan yang lebih luas (partai massa).
Perubahan ini tidak lepas dari luasnya wawasan Haji Oemar Said Tjokroaminoto
sebagai motor penggerak SI, Ia adalah lulusan OSVIA ,membangkitkan khayalan
massa rakyat tradisional yang meramal ia sebagai Ratu Adil ‘raja yang
adil’mungkin sebagai Prabu Erucakra, yaitu nama yang sama dengan
Cakra-aminata, Tjokroamonoto, Ratu Adil tradisional yang sudah lama
dinanti-nantikan.
Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan
meteor dan meluas secara horizontal, sehingga SI merupakan organisasi massa
pertama di Indonesia antara tahun 1917 sampai dengan 1920 sangat terasa
pengaruhnya di dalam politik Indonesia.
Pada saat kongres Sarekat Islam ke tiga di Bandung pada
tanggal 17 – 24 Juni 1916, yang kemudian dinamakan Kongres Nasional, karena
diikuti oleh 80 cabang SI daerah mengirimkan utusan mewakili jumlah anggota
sekitar 360.000 orang. Jumlah semua
anggota SI pada saat itu adalah lebih kurang 800.000 orang.
Pada
tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur
Jendral Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg
pada tanggal 29 Maret 1913, bahwa SI di bawah pimpinan HOS Cokroaminoto tidak
diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial
Belanda ( Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang ada
di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memecah belah
persatuan SI.
Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda
antara H.O.S Tjokroaminoto dengan Semaun
mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis,
bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan
tahun 1921 ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. SI merah sempalan
yang dipimpin Semaun akhirnya memilih ikut
dalam Partai Komunis Indonesia. Perpecahan SI terjadi di samping karena
adanya disiplin partai juga terdapat tiga aliran :
- Golongan Islam fanatik,
- Golongan yang bersikap menentang keras
- Golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan dengan bantuan pemerintah.
SI pecah menjadi 2 kelompok :
1. SI Putih, yang tetap berlandaskan
nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan
Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
2.
SI Merah,
yang berhaluan sosialisme kiri ( komunis ). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat
di Semarang.
Sebagai bagian dari perjalanan SI dalam kiprahnya pada
pergerakan nasional, ternyata perpecahan ini membawa disintegrasi dalam hal
mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda.
3. Indische Partij ( IP )
IP
didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokok Tiga Serangkai,
yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi
Soerjaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond
yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini
disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya
antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran ( Indo).
IP
sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerjasama orang Indo dan
bumiputra. Hal ini disadari benar karena jumlah orang indo sangat sedikit, maka
diperlukan kerjasama dengan orang bumi putra agar kedudukan organisasinya makin
bertambah kuat. Di samping itu juga disadari betapapun baiknya usaha yang
dibangun oleh orang indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya
bantuan orang-orang bumiputra. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker
dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang indo.
Tujuan
Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap
tanah air yang telah memberikan lapangan hidup kepada mereka agar mereka
mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk
memajukan tanah air. IP menggunakan media surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk
membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia.
Tentang nama Douwes Dekker, ada tiga orang yang memakai nama
itu :
1.
Dr. Ernest
Francois Eugene Douwes Dekker
biasa disingkat E.F.E. Douwes Dekker, alias Danudirja Setiabudi
adalah salah satu dari Tiga Serangkai.
2.
Eduard
Douwes Dekker, biasa disingkat E.
Douwes Dekker alias Multatuli, yang mengarang buku Max Havelaar adalah
kemenakan E.F.E Douwes Dekker, cucu dari
:
3.
Jan Douwes
Dekker, penanggung-jawab
penanaman kopi di daerah Jawa-Timur.
Semangat juang dari ketiga
tokoh Tiga Serangkai sangat besar pengaruhnya bagi kalangan rakyat banyak.
Terlebih lagi setelai IP menunjukkan garis politiknya secara jelas dan tegas
serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan penduduk
yang multirasial.
Tujuan dari
partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik
rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata ketika
pada tahun 1913, pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun
bebasnya Belanda dari Tangan Napoleon Bonaparte ( Perancis ). Perayaan ini
drencanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas dimana suatu
negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada
suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan
cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij.
R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis artikel
bernada sarkastis yang berjudul ‘ Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku
seorang Belanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Soewardi Soeryaningrat ditangkap,
menyusul sarkasme dari Dr.Tjipto Mangoenkoesoemo yang dimuat dalam De Express
tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees? , berisi
tentang kekawatiran, kekuatan dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang
membuat rekan dalam Tiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut
mengkritik dalam tulisannya di De Express tanggal 5 Agustus 1913 berjudul Onze
Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan
kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan
Soewardi Soerjaningrat.
Sekelumit dari brosur Als ik een Nederlander was :
………
Seandainya saya seorang Belanda, pada saat ini, maka saya akan meprotes
gagasan peringatan ini. Saya akan menulis disemu surat kabar bahwa tindakan ini
salah. Saya akan memperingatkan sesama kaum kolonialku , bahwa berbahaya
mengadakan pesta-pesta kemerdekaan di waktu ini, akan saya nasehatkan semua
orang Belanda untuk tidak menyakiti rakyat Hindia –Belanda, yang sedang bangkit
dan telah menyakiti hati rakyat Hindia itu, dan tidak membuatnya menjadi kurang
ajar. Sungguh saya akan mengajukan protes dengan segala kekuatanku.
Akan tetapi …. Saya
bukan orang Belanda, saya hanya seorang anak negeri daerah panas ini, kulitku
berwarna cokelat, seorang pribumi di daerah jajahan jajahan negeri Belanda,
maka dari itu saya tidak akan mengajukan protes.
Kecaman-kecaman yang semakin pedas menentang pemerintah
Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap dan pada tahun
1913 mereka diasingkan ke Belanda. Namun pada tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo
dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Soewardi Soerjaningrat dan
E.F.E. Doewes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Soewardi
Soerjaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar
Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa . E.F.E Doewes Dekker juga
mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan
“Ksatria Institute” di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E
Doewes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Latin.
Kiprah Tjipto di Solo sekitar tahun 1919, memimpin
kegiatan Sarekat Hindia National Indische Partij dan tetap radikal. Pada tahun
1927 ia ditangkap dan diasingkan ke pulau Banda dan baru dibebaskan pada zaman
pendudukan Jepang tahun 1942, tidak lama kemudian meninggal pada tanggal 8
Maret 1943.
Meskipun Indische Partij pada akhirnya tenggelam, tetapi
ia telah memberikan perlawanan gigih untuk memperjuangkan kebebasan bangsa
Indonesia. Dengan kekuatan intelektual,
berfikir yang dituangkan dalam lembaran
kertas, kekawatiran dan ketakutan pemerintah kolonial seakan menghadapi
bangkitnya Pangeran Diponegoro.
- Perhimpunan Indonesia dan Manifesto Politik
Pada awal abad
ke 20, untuk menempuh pendidikan tinggi seseorang terpaksa harus ke luar
negeri, khususnya ke negeri Belanda. Pada tahun 1900, hanya ada 5 orang
mahasiswa pribumi yang mengikuti pendidikan tinggi di Belanda. Tetapi pada
tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi sudah mencapai 23 orang, dan pada tahun
inilah sebuah organisasi yang bernama Indische Vereniging mereka
bentuk. Pelopor pembentukan organisasi ini adalah Soetan Kasajangan Soripada
dan RM Noto Suroto. Para mahasiswa lain yang terlibat dalam organisasi ini adalah R.Pandji Sosrokartono, Gondowinoto,
Notodiningrat, Abdoel Rivai, Radjiman Wediodipoero ( Wediodiningrat) dan
Brentel.
Pada awalnya Indische
Vereniging merupakan perkumpulan social yaitu tempat mahasiswa
Indonesia melewati waktu senggang dengan berbincang-bincang dan saling membagi
informasi terbaru dari tanah air. John Ingleson menyebut “sebagai suatu
tempat bersantai bagi sesama mahasiswa Hindia sambil menanti-nanti kabar hangat
dari tanah air”.
Walaupun diawali dengan kegiatan
sederhana, Indische Vereniging memiliki arti dua hal, yaitu :
- Indische Vereniging membuka pintu keanggotaan untuk semua mahasiswa dari Hindia Belanda, tidak sebatas orang Jawa.
- Indische Vereniging bukan hanya sekedar “organisasi persahabatan” , menilik pasal dua Anggaran Dasarnya menetapkan perbaikan atau meningkatkan kepentingan bersama.
Kedatangan
tokoh-tokoh Indische Partij yang diasingkan di negeri Belanda
pada tahun 1913, seperti Tjipto Mangunkoesoemo dan Soewardi Soeryaningrat
sangat mempengaruhi perkembangan Indische Vereniging. Masuk konsep
“Hindia Bebas” dari Belanda, dalam
pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Perasaan anti
kolonialisme dan imperialisme semakin menonjol pada tokoh-tokoh Indische Partij
setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson yang
terkenal, yaitu tentang kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada
negara-negara terjajah ( The Right of Self Ditermination ).
R.M. Noto Soeroto adalah putera
Pangeran Noto Dirodjo dari keluarga Sri Paku Alam di Yogyakarta. Ia lahir tahun
1888, dan ketika perkumpulan didirikan ia baru berusia 20 tahun. Ia seorang
pengarang yang mumpuni namun bersikap pro Belanda, sehingga pada tahun 1924 ia
dikeluarkan dari Indonesische Vereniging.
Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki
media komunikasi yang berupa majalah Hindia Putra. Pada rapat umum bulan
Januari 1923, Iwa Kusuma Sumantri sebagai ketua baru memberi penjelasan bahwa
organisasi yang sudah dibenahi ini mempunyai tiga asas pokok, yaitu :
- Indonesia ingin menentukan nasib sendiri.
- Agar dapat menentukan nasib sendiri bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri.
- Dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.
Kegiatan Indische
Vereniging semakin tegas dan radikal, tidak lagi bersikap social, telah
berkembang ke arah politik. Sejalan dengan semakin meluasnya pemakaian nama Indische
Vereniging, dirasa perlu untuk mengubah nama organisasi menjadi Indonesische
Vereeniging pada tahun 1924. Majalah Hindia Putra pun ikut berubah nama
menjadi Indonesia Merdeka.
Melalui
rapat pada tanggal 3 Februari 1925 akhirnya Indonesische Vereeniging
diganti menjadi Perhimpunan Indonesia ( PI ). Semboyan ‘Indonesia Merdeka,
sekarang ! pun sudah menjadi slogan meskipun mengatakannya dengan Bahasa
Belanda.
Tentang penggunaan kata “Indonesia”
mula-mula adalah suatu konsep akademis yang murni, telah dihidupkan kembali
oleh Indische Vereniging.
Mereka menggunakan nama Indonesia sebagai pengganti kata yang dirasa
merendahkan derajat; Netherland-Indies
( Hindia Belanda), dan kata yang menjengkelkan yaitu inlander ( orang pribumi ).
Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan
internasional, otomatis dunia internasional mengetahui aktivitas perjuangan
para pemuda Indonesia yang ada di luar negeri dalam usaha memperjuangkan
kemerdekaannya. Kegiatan-kegiatan internasional yang dikuti antara lain :
- Mengikuti Kongres ke 6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdaamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi Perhimpunan Indonesia di pimpin oleh Mohammad Hatta.
- Mengikuti Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot dan Achmad Subardjo.
Dalam perjalanannya Perhimpunan
Indonesia mengalami banyak tekanan dari pemerintah Belanda, lebih-lebih setelah
terjadi pemberontakaan oleh Partai Komunis Indonesia pada tahun 1926.
Pengawasan dilakukan semakin ketat, namun demikian pada tanggal 25 Desember
1926 Semaun bersama Mohammad Hatta
menanda tangani suatu kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi
Hatta-Semaun.
Dalam
kesepakatan itu ditekankan pada upaya Perhimpunan Indonesia tetap pada garis
perjuangan kebangsaan dan diharapkan PKI dengan ormas-ormasnya tidak
menghalang-halangi Perhimpunan Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya.
Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan
memperhatikan masalah social, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan
sejak tahun 1925 dirumuskan sebagai berikut
:
1. Kesatuan Nasional
Mengesampingkan
perbedaan-perbedaan sempit seperti yang berkaitan dengan kedaerahan, serta
perlu dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda, untuk menciptakan
negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
2. Solidaritas
Terdapat
perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah
(Belanda dengan Indonesia). Oleh karena
itu haruslah mempertajam konflik dengan orang
kulit putih
dengan kita tidak melihat perbedaan antara orang Indonesia.
3. Non-Kooperasi
Harus disadari
bahawa kemerdekaan tidak diperoleh begitu saja atau hadiah, oleh karena itu
hendaknya dilakukan perjuangan sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah
ada yang dibuat oleh Belanda seperti Volkraad ( Dewan Perwakilan
Kolonial).
4. Swadaya
Perjuangan yang
dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian
perlu dikembangkan alternatif struktur
dalam kehidupan nasional, politik, social, ekonomi
hukum yang kuat
berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi
kolonial.
Sebagai
tindak lanjut proklamasi pokok-pokok
Perhimpunan Indonesia, disusun rencana kerja sebagai berikut :
Pengurus Indische
Vereniging tahun 1922 :
1. Ketua
: R. Iwa Kusuma Soemantri
2. Sekretaris : J. Sitanala
3. Bendahara : Mohammad Hatta
4. Komisaris : Sastromoeljono
5. Archivaris : Mangoenkoesoemo
Pengurus Perhimpunan
Indonesia :
1. Ketua
: Soekiman Wrjosandjoyo
2. Wakil
Ketua : Mononutu
3. Sekretaris
I : Soerono
4. Sekretaris
II : Soenarjo
5. Bendahara
I : Mohammad Hatta
6. Bendahara
II : Mohammad Masif
7. Komisaris : Amir, Boediarto, Moh. Joesoef.
H.J.F.M Sneevliet adalah
seorang anggota SDAP (Sociaal
Democratische Arbiderspartij)
yaitu Partai Buruh Sosial Demokrat. Ia dikirim ke Indonesia, pada mulanya
tinggal di Surabaya sebagai staf direksi pada Soerabajaasch Handelsblad. Dalam perkembangan kariernya dia
dipindahkan ke Semarang.
Pengurus PKI :
1. Ketua : Semaun
2. Wakil ketua : Darsono
3. Sekretaris : Bersgma
4. Anggota pengurus : Baars dan
Sugono
5. Bendahara : H.W
Dekker
Susunan pengurus PNI :
Ketua ( pemuka ) : Ir. Soekarno
Sekretaris/ Bendahara : Mr. Iskaq Tjokroharisurjo
Anggota : 1.
Dr. Samsi Sastrowidagdo
2. Mr. Sartono
3. Mr. Soenarjo
4. Ir. Anwari
K.H. Achmad Dahlan ( 1868-1923 ) mempunyai nama kecil Muhammad Darwis.
Pada tanggal 18 Nopember 1912, saudagar batik itu mendirikan organisasi
Muhammadiyah. Mula-mula KH. A. Dahlan sendiri yang menjalankan berbagai macam
pekerjaan seperti tabligh, mengajar di sekolah Muhammadiyah, memimpin
pengajian, dan mengumpulkan pakaian untuk si miskin.
Pada saat kongres ini tahun 1925,
Muhammadiyah telah memiliki 29 cabang dengan 4000 murid. Perkembangan
Muhammadiyah sangat cepat terlihat dari jumlah cabang sampai 1 Januari 1931
telah berkembang menjadi 267 cabang dengan 24.383 anggota.
Perkumpulan Tri Koro Dharmo sebenarnya
bersifat kedaerahan karena lebih banyak menonjolkan aspek-aspek dari suatu
daerah tertentu. Dalam perkembangannya karena lebih mengutamakan aspek
Jawanya maka dalam kongres di Solo
tanggal 12 Juni 1918, Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java.
Pembicaraan yang alot adalah pada masalah pro kontra masalah
monogamy dimana pemerintah mengeluarkan Ordonansi Perkawinan Catat yang condong kepada monogamy
saja. Perkumpulan wanita Islam menolak ordonansi tersebut, sedangkan Istri
Sedar, Putri Budi Sedjati, Perkumpulan Kawula Yogyakarta puteri menyatakan
persetujuannya, akan tetapi untuk Perkumpulan Pasundan Istri meminta agar ordonansi tersebut diubah
menurut hukum Islam.
Panitia kongres pemuda I :
1. Ketua : Moh Tabrani, dari Jong Java.
2. Wakil Ketua :
Sumarto
3. Sekretaris : Jamaluddin Adi Negoro, dari Jong Sumatra
Bond.
4. Bendahara : Suwarso
5. Pembantu umum :
Bahder Johan, Yan Toule Soulemwir, Paul Pinontoan,
Hammami, Sarbini dan Sanusi Pane.
Boleh mintak Daftar pustakanya gak, yang judulnya ip
BalasHapus