Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Maret 2013

PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA



Pergerakan Nasional memiliki arti sebagai gerakan bangsa itu sendiri, walaupun yang bergerak itu sebagian rakyat atau sebagian kecil sekalipun, asalkan apa yang menjadi tujuan itu dapat menentukan nasib bangsa itu secara keseluruhan, menuju keciti-cita yang tertentu yaitu kemerdekaan.

A.   Hakekat Pergerakan Nasional

Dalam Pergerakan Nasional, kesetiaan diletakkan pada bangsa itu sendiri. Pergerakan nasional pada umumnya merupakan pergerakan dari bangsa yang terjajah melawan bangsa yang menjajah untuk mendirikan suatu negara yang merdeka. Tujuan pergerakan nasional yang seutuhnya tidak mungkin terwujud sejauh kemerdekaan dalam bidang politik belum dapat dicapai.
            Pergerakan nasional dalam sejarah Indonesia merupakan salah satu momentum yang  sangat penting. Pergerakan nasional Indonesia meliputi berbagai gerakan atas aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi modern menuju ke arah yang lebih baik terutama dalam kehidupan rakyat Indonesia.
            Istilah pergerakan nasional berbeda dengan perjuangan nasional, kata perjuangan memiliki cakupan waktu yang lebih luas ( lama ) karena perjuangan bangsa itu sebenarnya sejak bangsa itu ada sampai mencapai tujuan. Sedang pergerakan nasional hanyalah meliputi kurun waktu 1908 – 1945. Pergerakan nasional bertolak dari tahun 1908 karena munculnya organisasi modern yang pertama-tama ada di Indonesia adalah pada tahun itu yaitu organisasi Budi Utomo.
Hal yang spesifik dari Budi Utomo sebagai organisasi modern adalah   :
  1. Memiliki pengurus yang pasti
  2. Memiliki anggota yang terdaftar
  3. memiliki tujuan kepentingan nasional yaitu Indonesia merdeka
  4. Memiliki rancangan pekerjaan atau program kerja
  5. Lain-lain didasarkan atas peraturan yang ditetapkan.

    Peringatan lahirnya Budi Utomo setiap tanggal 20 Mei  sebagai Hari Kebangkitan Nasional didasarkan atas keputusan Presiden RI Nomor 316 tertanggal 16 Desember 1959.

B.   Perkembangan Pergerakan Nasional

  1. Budi Utomo ( BU )
Pada tahun 1901 –1904 sebuah majalah bulanan, Insulinde terbit di Padang. Majalah ini tidak saja memuat artikel dan berita tentang Hindia-Belanda, tetapi juga  tentang Asia dan Eropa. Namun tema utama yang tersirat dari yang tersurat semua tulisan itu selalu sama tentang kemajuan dan zaman maju. Kedua tema ini pulalah yang selalu dipakai dalam hampir setiap tulisan Dr. A. Rivai dalam majalah bergambar Warta Hindia yang terbit di negeri Belanda sejak tahun 1904 sampai ia kembali ke tanah Hindia. Untuk mencapai kemajuan dan terwujudnya Hindia yang maju , A. Rivai menganjurkan agar dibentuk organisasi kaum muda. Ternyata gagasan A. Rivai ini mendapat tanggapan positif dari Dr. Wahidin Soediro Hoesodo. Dalam salah satu tulisannya yang dimuat majalah Retna Dhoemilah pensiunan dokter ini mendukung gagasan Dr. A. Rivai akan perlunya suatu organisasi para kaum muda.
           
Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo, seorang pensiunan dokter di Yogyakarta sekitar tahun 1906 merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar ( Studie Fond) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu bagi para pelajar yang kekurangan dana.
 Pada akhir tahun 1907 dr. Wahidin  Sudiro Husodo dalam kelilingnya sempat singgah dan berpidato di depan mahasiswa STOVIA di Jakarta. Materi pidato dr. Wahidin Sudiro Husodo
ini mendapat tanggapan positif dari para mahasiswa STOVIA. Salah seorang mahasiswa yang bernama  Sutomo, usia 19 tahun, tergerak jiwanya untuk menindak lanjuti usaha dr. Wahidin.
           
Dr. Wahidin Soedirohoesodo ( 1857-1917) adalah inspirator bagi pembentukan organisasi modern pertama untuk kalangan priyayi Jawa. Ia lulusan sekolah Dokter Jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah di Yogyakarta sampai tahun 1899. Pada tahun 1901 menjadi redaktur majalah Retna Dhoemilah “Ratna yang berkilauan”.

Pada hari Rabu, tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Jakarta, para pelajar dari sekolah lanjutan, bertempat di gedung STOVIA mendirikan organisasi dengan nama Budi Utomo yang artinya ‘Usaha Mulia’ dan menunjuk Sutomo sebagai ketuanya. Nama-nama mahasiswa yang ikut bergabung dengan Sutomo antara lain  M. Suradji, Muhammad saleh, Mas Suwarno, Sulaiman, Gunawan, Muhammad Sulaiman dan Gumbreg.
Pada mulanya berdirinya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu :
Bumiputra sehingga tercapailah suatu Bond bangsa Jawa seluruhnya, perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan Bumiputra, menjujung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
            Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, sebagai tanda keberhasilan politik etis. Memang itulah yang dikehendakinya : suatu organisasi pribumi yang progresif-moderat. Maka pada Desember 1909, dinyatakan sebagai organisasi yang resmi atau sah.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres dihadiri 8 cabang Budi Utomo yaitu dari Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya dan Batavia. Dalam kongres ini yang terpilih sebagai ketua Budi Utomo adalah Raden TumenggungAryo Tirtokoesoemo yang nerupakan Bupati Karanganyar, dengan wakil ketua Wahidin Sudiro Husodo.

            Terpilihnya R.T.A. Tirtokoesoemo yang seorang bupati  sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan Bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Dalam usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disyahkan.
            Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran :
  1. Pihak kanan,  berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
  2. Pihak kiri,  yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda  berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demikratis, lebih memperhatikan nasib rakyat yang menderita.
Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goroe Desa yang memiliki kiprah masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Aktivitas politik Budi Utomo terlibat dalam Dewan Rakyat ( Volkraad 1918 ). Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo maka pada tahun 1935  Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra ). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.  Bagaimanapun BU dengan segala kekurangannya telah mewakili aspirasi politik pertama dan mengantarkan rakyat Jawa ke arah kebangkitan .

2.   Sarekat Islam ( SI )
Pada mulanya Sarekat Islam ini adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat dagang Islamyah ( SDI ). Pada tahun  1911, SDI  didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. . Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam, agama yang terbesar dalam masyarakat Indonesia.
      
Pada tahun 1909 seorang lulusan OSVIA bernama Tirtoadisurjo (1880-1918) , yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan  mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910 mendirikan SDI di Buitenzorg (Bogor). Kemudian menemui H. Samanhudi selaku pengusaha batik di laweyan, Surakarta untuk mendirikan SDI.Sebelumnya, Tirtoadisurjo pada tahun 1903 mendirikan surat kabar yang pertama yang didirikan, didanai dan dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli yaiut mingguan berbahasa Melayu Soenda Berita, yang dicetak di Cianjur. Pada tahun 1907 mendirikan mingguan Medan Prijaji di Batavia. Pada tahun 1910, Medan Prijaji berubah menjadi harian, surat kabar harian pertama yang dikelola oleh pribumi.

Latar belakang ekonomi berdirinya perkumpulan ini adalah   :
  1. Perlawanan terhadap para pedagang perantara ( penyalur ) oleh orang China.
  2. Isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya
  3. Membuat fron melawan semua penghinaan terhadap rakyat Bumiputra.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggran dasarnya adalah   :
1.      Mengembangkan jiwa berdagang
2.      Memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran
3.      memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra.
4.      Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
5.      Tidak bergerak dalam bidang politik
6.      Menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.

SDI diganti menjadi SI pada tanggal 10 September 1912, agar menjangkau keanggotaan yang lebih luas (partai massa). Perubahan ini tidak lepas dari luasnya wawasan Haji Oemar Said Tjokroaminoto sebagai motor penggerak SI, Ia adalah lulusan OSVIA ,membangkitkan khayalan massa rakyat tradisional yang meramal ia sebagai Ratu Adil ‘raja yang adil’mungkin sebagai Prabu Erucakra, yaitu nama yang sama dengan Cakra-aminata, Tjokroamonoto, Ratu Adil tradisional yang sudah lama dinanti-nantikan.

Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal, sehingga SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia antara tahun 1917 sampai dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia.
            Pada saat kongres Sarekat Islam ke tiga di Bandung pada tanggal 17 – 24 Juni 1916, yang kemudian dinamakan Kongres Nasional, karena diikuti oleh 80 cabang SI daerah mengirimkan utusan mewakili jumlah anggota sekitar  360.000 orang. Jumlah semua anggota SI pada saat itu adalah lebih kurang 800.000  orang.
            Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jendral Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, bahwa SI di bawah pimpinan HOS Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda ( Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI.
           Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S  Tjokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921 ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. SI merah sempalan yang dipimpin Semaun akhirnya memilih ikut  dalam Partai Komunis Indonesia. Perpecahan SI terjadi di samping karena adanya disiplin partai juga terdapat tiga aliran   :
  1. Golongan Islam fanatik,
  2. Golongan yang bersikap menentang keras
  3. Golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan dengan bantuan pemerintah.

SI pecah menjadi 2 kelompok   :
1.      SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
2.      SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri ( komunis ). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang.

            Sebagai bagian dari perjalanan SI dalam kiprahnya pada pergerakan nasional, ternyata perpecahan ini membawa disintegrasi dalam hal mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

     3.   Indische Partij ( IP )
            IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokok Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran ( Indo).
            IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerjasama orang Indo dan bumiputra. Hal ini disadari benar karena jumlah orang indo sangat sedikit, maka diperlukan kerjasama dengan orang bumi putra agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat. Di samping itu juga disadari betapapun baiknya usaha yang dibangun oleh orang indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumiputra. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang indo.
            Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air yang telah memberikan lapangan hidup kepada mereka agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air. IP menggunakan media surat kabar ‘De Expres’  pimpinan E.F.E  Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia.

Tentang nama Douwes Dekker, ada tiga orang yang memakai nama itu  :
1.      Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker biasa disingkat E.F.E. Douwes Dekker, alias Danudirja Setiabudi adalah salah satu dari Tiga Serangkai.
2.      Eduard Douwes Dekker, biasa disingkat E. Douwes Dekker alias Multatuli, yang mengarang buku Max Havelaar adalah kemenakan E.F.E Douwes Dekker, cucu dari  :
3.      Jan Douwes Dekker, penanggung-jawab penanaman kopi di daerah Jawa-Timur.

Semangat juang dari ketiga tokoh Tiga Serangkai sangat besar pengaruhnya bagi kalangan rakyat banyak. Terlebih lagi setelai IP menunjukkan garis politiknya secara jelas dan tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan penduduk yang multirasial. 
Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata ketika pada tahun 1913, pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari Tangan Napoleon Bonaparte ( Perancis ). Perayaan ini drencanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda.  Adalah suatu yang kurang pas dimana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij.
            R.M.  Soewardi Soerjaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul ‘ Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Soewardi Soeryaningrat ditangkap, menyusul sarkasme dari Dr.Tjipto Mangoenkoesoemo yang dimuat dalam De Express tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees? , berisi tentang kekawatiran, kekuatan dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di De Express tanggal 5 Agustus 1913 berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan kita:  Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat.

Sekelumit dari  brosur Als ik een Nederlander was  :
………
Seandainya saya seorang Belanda, pada saat ini, maka saya akan meprotes gagasan peringatan ini. Saya akan menulis disemu surat kabar bahwa tindakan ini salah. Saya akan memperingatkan sesama kaum kolonialku , bahwa berbahaya mengadakan pesta-pesta kemerdekaan di waktu ini, akan saya nasehatkan semua orang Belanda untuk tidak menyakiti rakyat Hindia –Belanda, yang sedang bangkit dan telah menyakiti hati rakyat Hindia itu, dan tidak membuatnya menjadi kurang ajar. Sungguh saya akan mengajukan protes dengan segala kekuatanku.
            Akan tetapi …. Saya bukan orang Belanda, saya hanya seorang anak negeri daerah panas ini, kulitku berwarna cokelat, seorang pribumi di daerah jajahan jajahan negeri Belanda, maka dari itu saya tidak akan mengajukan protes.

            Kecaman-kecaman yang semakin pedas menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap dan pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Namun pada tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Soewardi Soerjaningrat dan E.F.E. Doewes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Soewardi Soerjaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa . E.F.E Doewes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan “Ksatria Institute” di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Doewes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Latin.
            Kiprah Tjipto di Solo sekitar tahun 1919, memimpin kegiatan Sarekat Hindia National Indische Partij dan tetap radikal. Pada tahun 1927 ia ditangkap dan diasingkan ke pulau Banda dan baru dibebaskan pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, tidak lama kemudian meninggal pada tanggal 8 Maret 1943.
            Meskipun Indische Partij pada akhirnya tenggelam, tetapi ia telah memberikan perlawanan gigih untuk memperjuangkan kebebasan bangsa Indonesia.  Dengan kekuatan intelektual, berfikir yang dituangkan  dalam lembaran kertas, kekawatiran dan ketakutan pemerintah kolonial seakan menghadapi bangkitnya Pangeran Diponegoro.

  1. Perhimpunan Indonesia dan Manifesto Politik
Pada awal abad ke 20, untuk menempuh pendidikan tinggi seseorang terpaksa harus ke luar negeri, khususnya ke negeri Belanda. Pada tahun 1900, hanya ada 5 orang mahasiswa pribumi yang mengikuti pendidikan tinggi di Belanda. Tetapi pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi sudah mencapai 23 orang, dan pada tahun inilah sebuah organisasi yang bernama Indische Vereniging mereka bentuk. Pelopor pembentukan organisasi ini adalah Soetan Kasajangan Soripada dan RM Noto Suroto. Para mahasiswa lain yang terlibat dalam  organisasi ini adalah  R.Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat, Abdoel Rivai, Radjiman Wediodipoero ( Wediodiningrat) dan Brentel.
Pada awalnya Indische Vereniging merupakan perkumpulan social yaitu tempat mahasiswa Indonesia melewati waktu senggang dengan berbincang-bincang dan saling membagi informasi terbaru dari tanah air. John Ingleson menyebut “sebagai suatu tempat bersantai bagi sesama mahasiswa Hindia sambil menanti-nanti kabar hangat dari tanah air”.
Walaupun diawali dengan kegiatan sederhana, Indische Vereniging memiliki arti dua hal, yaitu   :
  1. Indische Vereniging membuka pintu keanggotaan untuk semua mahasiswa dari Hindia Belanda, tidak sebatas orang Jawa.
  2. Indische Vereniging bukan hanya sekedar “organisasi persahabatan” , menilik pasal dua Anggaran Dasarnya menetapkan perbaikan atau meningkatkan kepentingan bersama.

Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij yang diasingkan di negeri Belanda pada tahun 1913, seperti Tjipto Mangunkoesoemo dan Soewardi Soeryaningrat sangat mempengaruhi perkembangan Indische Vereniging. Masuk konsep “Hindia Bebas”  dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Perasaan anti kolonialisme dan imperialisme semakin menonjol pada tokoh-tokoh Indische Partij setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson yang terkenal, yaitu tentang kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah ( The Right of Self Ditermination ).
R.M. Noto Soeroto adalah putera Pangeran Noto Dirodjo dari keluarga Sri Paku Alam di Yogyakarta. Ia lahir tahun 1888, dan ketika perkumpulan didirikan ia baru berusia 20 tahun. Ia seorang pengarang yang mumpuni namun bersikap pro Belanda, sehingga pada tahun 1924 ia dikeluarkan dari Indonesische Vereniging.

            Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki media komunikasi yang berupa majalah Hindia Putra. Pada rapat umum bulan Januari 1923, Iwa Kusuma Sumantri sebagai ketua baru memberi penjelasan bahwa organisasi yang sudah dibenahi ini mempunyai tiga asas pokok, yaitu   :
  1. Indonesia ingin menentukan nasib sendiri.
  2. Agar dapat menentukan nasib sendiri bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri.
  3. Dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.
Kegiatan Indische Vereniging semakin tegas dan radikal, tidak lagi bersikap social, telah berkembang ke arah politik. Sejalan dengan semakin meluasnya pemakaian nama Indische Vereniging, dirasa perlu untuk mengubah nama organisasi menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1924. Majalah Hindia Putra pun ikut berubah nama menjadi Indonesia Merdeka.
            Melalui rapat pada tanggal 3 Februari 1925 akhirnya Indonesische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia ( PI ). Semboyan ‘Indonesia Merdeka, sekarang ! pun sudah menjadi slogan meskipun mengatakannya dengan Bahasa Belanda.

Tentang penggunaan kata “Indonesia” mula-mula adalah suatu konsep akademis yang murni, telah dihidupkan kembali oleh Indische Vereniging. Mereka menggunakan nama Indonesia sebagai pengganti kata yang dirasa merendahkan derajat; Netherland-Indies ( Hindia Belanda), dan kata yang menjengkelkan yaitu inlander ( orang pribumi ).

            Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan internasional, otomatis dunia internasional mengetahui aktivitas perjuangan para pemuda Indonesia yang ada di luar negeri dalam usaha memperjuangkan kemerdekaannya. Kegiatan-kegiatan internasional yang dikuti antara lain  :
  1. Mengikuti Kongres ke 6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdaamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi Perhimpunan Indonesia di pimpin oleh Mohammad Hatta.
  2. Mengikuti Kongres I  Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot dan Achmad Subardjo.
Dalam perjalanannya Perhimpunan Indonesia mengalami banyak tekanan dari pemerintah Belanda, lebih-lebih setelah terjadi pemberontakaan oleh Partai Komunis Indonesia pada tahun 1926. Pengawasan dilakukan semakin ketat, namun demikian pada tanggal 25 Desember 1926 Semaun bersama Mohammad Hatta  menanda tangani suatu kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Hatta-Semaun.
            Dalam kesepakatan itu ditekankan pada upaya Perhimpunan Indonesia tetap pada garis perjuangan kebangsaan dan diharapkan PKI dengan ormas-ormasnya tidak menghalang-halangi Perhimpunan Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memperhatikan masalah social, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan  sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dirumuskan sebagai berikut   :
1.   Kesatuan Nasional
Mengesampingkan perbedaan-perbedaan sempit seperti yang berkaitan dengan kedaerahan, serta perlu dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda, untuk menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
 2.   Solidaritas
       Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah
       (Belanda dengan Indonesia). Oleh karena itu haruslah mempertajam konflik dengan orang 
        kulit putih dengan kita tidak melihat perbedaan antara orang Indonesia.
3.    Non-Kooperasi
Harus disadari bahawa kemerdekaan tidak diperoleh begitu saja atau hadiah, oleh karena itu hendaknya dilakukan perjuangan sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Volkraad ( Dewan Perwakilan Kolonial).
 4.   Swadaya
       Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian
       perlu dikembangkan alternatif struktur dalam kehidupan nasional, politik, social, ekonomi
       hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi
       kolonial.
            Sebagai tindak lanjut proklamasi pokok-pokok  Perhimpunan Indonesia, disusun rencana kerja sebagai berikut   :
1.      Melancarkan propaganda secara intensif pokok-pokok tersebut, terutama di Indonesia.
2.      Menarik perhatian dunia internasional terhadap permasalahan Indonesia.
3.      Meningkatkan perhatian para anggota terhadap persoalan internasional. Dalam pada itu para anggota PI yang menyatakan diri mereka selaku penggerak revolusioner-nasionalistis telah merinci garis-garis arahan dan dengan demikian mendapat simpati dari kawan-kawan setanah air serta membangkitkan semangat revolusioner-nasionalistis di Indonesia.
Pengurus Indische Vereniging tahun 1922 :
1.      Ketua                    :   R. Iwa Kusuma Soemantri
2.      Sekretaris              :   J. Sitanala
3.      Bendahara             :   Mohammad Hatta
4.      Komisaris              :   Sastromoeljono
5.      Archivaris              :   Mangoenkoesoemo

Pengurus Perhimpunan Indonesia  :
1.      Ketua                    :   Soekiman Wrjosandjoyo
2.      Wakil Ketua          :   Mononutu
3.      Sekretaris I            :   Soerono 
4.      Sekretaris II          :   Soenarjo
5.      Bendahara I          :   Mohammad Hatta
6.      Bendahara II         :   Mohammad Masif
7.      Komisaris              :   Amir, Boediarto, Moh. Joesoef.

Demikian tentang Perhimpunan Indonesia ( PI ) dengan manifesto politiknya, walaupun berdiri di luar negeri yaitu Belanda, tetapi mempunyai pengaruh yang besar dalam membangkitkan semangat nasional dan merupakan wujud dari suatu pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

5.   Partai Komunis Indonesia (PKI)
Partai Komunis Indonesia ( PKI )  secara resmi didirikan pada tanggal 23 Mei 1920. Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan hadirnya pengaruh Marxis yang dibawa oleh H.J.F.M Sneevliet.  Di Semarang bagi dia sangat menguntungkan, karena sebagai seorang sosialis dapat banyak berkiprah. Mengingat di daerah ini sebagai pusat serikat buruh kereta api yang sudah mapan, yaitu VSTP (Vereniging Van Spoor en Trameveg Personeel).

H.J.F.M Sneevliet adalah seorang anggota SDAP (Sociaal Democratische Arbiderspartij) yaitu Partai Buruh Sosial Demokrat. Ia dikirim ke Indonesia, pada mulanya tinggal di Surabaya sebagai staf direksi pada Soerabajaasch Handelsblad. Dalam perkembangan kariernya dia dipindahkan ke Semarang.


            Dalam upaya untuk lebih mengkonkritkan ide-idenya, bersama beberapa sahabat seperti J,A Brandsteder, H.W Dekker dan P. Bergsma, pada tanggal 4 Mei 1914 berhasil mendirikan Indische Social Democratische Vereniging (ISDV). Sneevliet terus berupaya mendapatkan figure yang memiliki pengaruh besar dan berwibawa di mata masyarakat. Usaha ini dilakukan tidak lain untuk memperluas ajaran-ajaran yang dibawanya. Peluang ternyata ada pada diri tubuh Sarikat Islam (SI) yang mempunyai massa besar dan bersedia menerima pikiran-pikiran radikal. Anggota SI  yang muda dan radikal dapat bergabung dengan ISDV tanpa harus meninggalkan SI, adalah Semaun ketua SI cabang Semarang yang proaktif ke ISDV.
            Pada saat yang bersamaan dalam tubuh SI terjadi kemelut dimana pemerintah Hindia Belanda tidak memberi SI badan hukum akan tetapi justru memberi pengakuan pada cabang-cabang SI, termasuk cabang Semarang. Di samping itu, dengan adanya disiplin partai pada SI, Semaun yang ISDV harus hengkang atau membuat sempalan menjadi SI Merah. Komunis mudah menarik simpati bangsa terjajah karena merasa akan dibebaskan menuju hidup makmur. Itulah sebabnya komunis diterima dengan harapan besar bagi masyarakat Indonesia. ISDV pada tanggal 20 Mei 1920 mengubah nama menjadi Partai Komunis Hindia dan pada bulan Desember diubah menjadi Partai Komunis Indonesia. Pada waktu itu juga PKI menyatakan bergabung dengan Comintern ( Communist International ) yang merupakan forum dan pusat efektif bagi partai-partai komunis seluruh dunia.
Pengurus PKI   :
1.   Ketua                                :   Semaun
2.   Wakil ketua                       :   Darsono
3.   Sekretaris                          :   Bersgma
4.   Anggota pengurus             :   Baars dan Sugono
5.   Bendahara                         :   H.W  Dekker

            Setelah Partai Komunis Indonesia mengadakan kongres tahun 1924, mulai menyebarkan pengaruhnya ke pedesaan Jawa dan luar Jawa. Sejak itu partai juga berbenah diri untuk menyiapkan sebuah revolusi. Suatu rencana penggulingan terhadap pemerintah Belanda dengan memberontak dianggap lebih baik daripada menerima dominasi  kekuasaan kolonial.
           Pada tanggal 13 Nopember 1926, Partai Komunis Indonesia mewujudkan tekadnya mengadakan pemberontakan di Jakarta disusul dengan tindakan kekerasan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemberontakan ini sebenarnya suatu tindakan yang sangat sia-sia karena massa sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta dalam pemberontakkan.

Mereka yang terlibat pemberontakan PKI dan ditangkap pemerintah Belanda, diasingkan ke Tanah merah, Digul Atas di daerah Papua sekarang. Ada sekitar 13.000 orang yang ditangkap pemerintah Belanda, 4.500 orang diantaranya dihukum, 1.300 orang dibuang ke Digul.

Bahkan dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di tanah air adalah berupa pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang gerak.   Walaupun PKI dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara illegal mereka masih melakukan kegiatan politiknya. Semaun, Darsono dan Alimin meneruskan propaganda untuk tetap memperjuangkan aksi revolusioner di Indonesia.

6.   Partai Nasional Indonesia ( PNI )
            Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club dimana para golongan terpelajar menghimpun diri. Di Surabaya timbul Indonesische Studie Club di bawah pimpinan Dr. Soetomo, di Bandung terdapat Algemeen Studie Club di bawah koordinator Ir. Soekarno. 
            Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak terlepas dari keberadaan Algemeen Studie Club. Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio-politik yang kompleks . Pemberontakkan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangat baru untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda.  Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Soenarjo. Setelah terbentuk susunan pengurus dalam rapat pendirian itu, segera direncanakan sebuah kongres.

Susunan pengurus PNI   :
Ketua ( pemuka )                     :   Ir. Soekarno
Sekretaris/ Bendahara             :   Mr. Iskaq Tjokroharisurjo
Anggota                                   :  1.   Dr. Samsi Sastrowidagdo
2.      Mr. Sartono
3.      Mr. Soenarjo
4.      Ir. Anwari

Kongres Partai Nasional Indonesia yang pertama di Surabaya, tanggal 27 –30 Mei 1928 menetapkan    :
1.      Susunan program yang meliputi   :
a.       bidang politik untuk mencapai Indonesia merdeka
b.      bidang ekonomi dan social untuk memajukan pelajaran nasional
2.      Menetapkan garis perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi
3.      Menetapkan garis politik memperbaiki keadaan politik , ekonomi dan sosisla dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulan koperasi dan sebagainya.
Dari segi keanggotaannya sebenarnya PNI terbuka bagi semua bangsa Indonesia yang telah berumur 18 tahun. Di samping itu orang Asia lainnya dapat menjadi anggota luar biasa. Dengan memiliki kecakapan orator dan propagandis yang terkenal, Ir Soekarno pada rapat yang diadakan di Bandung tanggal 27 –28 Desember 1927 dapat menggalang suatu pemufakatan. Pemufakatan tersebut dalam wadah PPPKI ( Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang dikuti oleh PSII ( Partai sarikat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatransche Bond, kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeen Studie Club.
Ada dua jenis tindakkan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan berpengaruh di masyarakat, yaitu   :
1.      Mengadakan usaha-usaha dari dan untuk lingkungan sendiri seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bank dan sebagainya.
2.      Keluar dengan memperkuat publik opini terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan di Bandung, Persatuan Indonesia di Jakarta.
Kegiatan PNI ini cepat menarik massa dan hal ini sangat mencemaskan pemerintah kolonial Belanda. Apalagi dengan adanya pernyataan Ir. Soekarno bahwa akan pecah Perang Pasifik, seluruh bangsa Indonesia menyiapkan diri agar tidak mendapat pengaruh buruk.
            Kecemasan pemerintah kolonial Belanda semakin bertambah setelah ada laporan bahwa kalangan tentara dan polisi sudah terkena propaganda PNI. Usaha-usaha pencegahanpun dilakukan oleh pemerintah Belanda dengan melarang membaca berita di suart kabar yang berisi propaganda PNI pada semua pegawai yang berada di bawah departemen Van Oorlog. Pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan semakin ketat bahkan dengan tindakan-tindakan penggeledahan dan penangkapan.
            Dengan berkembangnya desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodiredjo dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukunan oleh pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu, Ir. Soekarno dengan kepiaweannya melakukan pembelaan yang diberi judul “ Indonesia Menggugat “.
            Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI ternyata merupakan pukulan berat dan menggoyahkan bagi keberlangsungan partai. Dalam suatu kongres luar biasa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro dan kontra, Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran  masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia ( PNI Baru ) yang didirikan Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir.

     7.   Organisasi Keagamaan
            Larangan terhadap organisasi politik oleh pemerintah kolonial Belanda tidaklah berarti akhir dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Pasal-pasal karet sirkulasi pemberangusan, Exarbitance Rechten (berisi larangan kegiatan yang merugikan umum) dan seperangkat aturan yang melarang organisasi politik pada akhirnya ada celah yang dapat memberikan alternatif. Para tokoh pergerakan tidak hanya menfokuskan diri pada pergerakan politik yang reaksioner dan konfrontatif, akan tetapi menempuh suatu tindakan yang bermakna dalam arti luas bagi kemanusiaan.
            Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad atau pengikut Muhammad, dengan nama ini memiliki harapan dapat mencotoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad.  Pengurus pertama dari perserikatan Muhammadiyah terdiri dari K.H. Achmad Dahlan, Abdulah Sirad, H. Ahmad, H. Abdurachman, R.H. Sorkawi, H. Muhammad, R. H. Jallani, H. Anis dan H.M. Fakih.
Tujuan yang ingin dicapai adalah   :
1.      Memajukan pengajaran berdasarkan agama Islam
2.      Memupuk keimanan dan ketaqwaan para anggotanya
Dalam rangka mencapai tujuan itu adalah mendirikan, memelihara, menyokong rumah-rumah sekolah berdasarkan agama Islam, memperbincangkan fasal-fasal ilmu agama Islam, mendirikan dan memelihara masjid, langgar, suro dan sebagainya.
K.H. Achmad Dahlan ( 1868-1923 ) mempunyai nama kecil Muhammad Darwis. Pada tanggal 18 Nopember 1912, saudagar batik itu mendirikan organisasi Muhammadiyah. Mula-mula KH. A. Dahlan sendiri yang menjalankan berbagai macam pekerjaan seperti tabligh, mengajar di sekolah Muhammadiyah, memimpin pengajian, dan mengumpulkan pakaian untuk si miskin.

            Pada tanggal 20 Desember 1912, Muhammadiyah berbadan hukum . Hal ini dikukuhkan dengan Surat Ketetapan ( Gouverment Besluit ) No. 81 tanggal 22 Agustus 1914, yang hanya memberikan izin bagi Muhammadiyah untuk daerah Yogyakarta. Setelah tahun 1917, daerah kegiatan Muhammadiyah mulai meluas ke luar daerah Yogyakarta. Karena perkembangan yang bertambah pesat maka KH. A.Dahlan mengajukan lagi permohonan izin kepada pemerintah kolonial untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di luar daerah Yogyakarta. Permohonan ini dikabulkan dengan Surat Keputusan Pemerintah No. 40 tanggal 16 Agustus 1920. Kemudian pada tanggal 7 Mei 1921 KH. A. Dahlan diberi izin lagi untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di seluruh Hindia Belanda dengan Gouverment Besluit No. 36 tanggal 2 September 1921. 
            Jikam Sarikat Islam, Indische Partij, PKI, PNI berhaluan politik, Muhammadiyah tidak berpolitik. Organisasi ini lebih menekankan pada aspek yang tertuang dalam tujuan pendiriannya. Walaupun ptidak berhaluan politik, pada bulan Oktober 1922 bertempat di Cirebon, Muhammadiyah mengikuti kongres Al-Islam yang diselenggarakan Sarekat Islam. Dalam kongres tersebut Muhammadiyah diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan keberadaan Muhammadiyah dan mengangkat agama Islam dari keterbelakangan.
            Gerakan ini banyak mendapat simpatik termasuk pemerintah kolonial Belanda, karena perjuangannya tidak bersifat Konfrontatif ( menentang ). Dalam kongres Muhammadiyah yang berlangsung  dari tanggal 12  sampai 17 Maret 1925 di Yogyakarta, diperbincangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengajaran Islam, Mass media Islam, dan buku-buku tentang Islam yang berbahasa Jawa. 

Pada saat kongres ini tahun 1925, Muhammadiyah telah memiliki 29 cabang dengan 4000 murid. Perkembangan Muhammadiyah sangat cepat terlihat dari jumlah cabang sampai 1 Januari 1931 telah berkembang menjadi 267 cabang dengan 24.383 anggota.

            Dengan demikian peranan organisasi Muhammadiyah dengan lembaga pendidikannya sangat besar dalam menunjang perjuangan untuk mencerdaskan bangsa dan mencapai kemerdekaan bangsa. Di samping Muhammadiyah gerakan keagamaan lain yang memiliki andil bagi kemajuan bangsa antara lain adalah   :
1.      Jong Islamiten Bond, berdiri tanggal 1 Januari 1925 di Jakarta.
2.      Nahdlatul Ulama ( NU), berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur.
3.       Nahdlatul Wathan, berdiri tahun 1932 di Pacor, Lombok Timur.

     8.   Organisasi Pemuda dan Wanita
            Pada awal abad ke-20 peranan pemuda pada organisasi Budi Utomo terkoordinir oleh para pemuda khususnya dari STOVIA. Namun dalam perkembangannya Budi Utomo lebih banyak dikuti oleh kaum tua setelah kongres pertamanya begitu juag untuk organisasi yang lain pada umumnyatidak lagi semata-mata organisasi para pemuda. Oleh karena itu rupanya para pemuda betul-betul menginginkan suatu organisasi yang berupa organisasi pemuda.
            Perkumpulan pemuda yang pertama berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta atas petunjuk Budi Utomo,  diprakarsai oleh dr. R. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman dan Sunardi. Mereka mufakat untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang anggotanya berasal dari siswa sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan ini diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti Tiga tujuan mulia ( sakti, budhi, bakti).
            Dalam perkembangannya Tri Koro Dharmo membuka cabang di Surabaya. Dalam rangka mengefektifkan perjuangan, diterbikan sebuah majalah yang juga diberi nama Tri Koro Dharmo. Tujuan Tri Koro Dharmo secara nyata dalam anggaran dasarnya  adalah  :
1.      Ingin menghidupkan  persatuan dan kesatuan.
2.      Kerjasama dengan semua organisasi pemuda guna membentuk keindonesiaan. Keanggotannya terbatas pada para pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.

Perkumpulan Tri Koro Dharmo sebenarnya bersifat kedaerahan karena lebih banyak menonjolkan aspek-aspek dari suatu daerah tertentu. Dalam perkembangannya karena lebih mengutamakan aspek Jawanya  maka dalam kongres di Solo tanggal 12 Juni 1918, Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java.

            Organisasi kepemudaan lainnya yang bersifat kedaerahan banyak bermunculan seperti Pasundan, Jong Sumatraen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes, Timorees Ver Bond, PPPI ( Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia ), Pemuda Indonesia, Jong Islamieten Bond, kepanduan dan sebagainya.
            Di samping gerakan para pemuda tersebut, kaum wanita sebenarnya tidak mau ketinggalan.  Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920 antara lain Putri Mardika yang didirikan atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan ini bertujuan untuk memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan cara   :
1.      memberi penerangan dan bantuan dana
2.      mempertinggi sikap yang merdeka dan
3.      melenyapkan tindakan malu-malu yang melampaui batas.

Perkumpulan Keutaman Istri didirikan pada tahun 1913 di Tasikmalaya, lalu pada tahun 1916 di Sumedang, Cianjur dan tahun 1917 di Ciamis, menyusul di Cicurug tahun 1918. Tokoh Kautaman Istri yang terkenal adalah Raden Dewi Sartika, sebagai pengajar Kautaman Istri di tanah Pasundan.
Di Yogyakarta pada tahun 1912 didirikan perkumpulan wanita yang benafaskan Islam dengan nama Sopa Tresna, yang kemudian pada tahun 1914 menjadi bagian wanita dari Muhammadiyah dengan nama Aisyah. Di Yogyakarta selain Aisyah juga ada perkumpulan wanita yang bernama Wanito Utomo, yang mulai memasukkan perempuan ke dalam kegiatan dasar pekerjaan ke arah emansipasi.
Perkumpulan-perkumpulan  wanita yang didirikan setelah tahun 1920 dapat dibagi dalam tiga kelompok   :
1.      Perkumpulan wanita yang menjadi bagian dari partai politik atau perkumpulan pergerakan yang sudah ada.
a.       Wanudyo Utomo  ( Sarekat Perempuan Islam Indonesia ) dari SI.
b.      Ina Tumi dari Sarekat Ambon
c.       Aisyah dari Muhammadiyah
2.      Perkumpulan dari wanita terpelajar yang bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan dan kepandaian putrid yang khusus.
a.       Wanito Utomo di Yogyakarta
b.      Wanito Katolik di Yogyakarta
c.       Putri Budi Sejati di Surabaya
3.      Organisasi pemudi terpelajar yang merupakan bagian dari perkumpulan pemuda yang sudah berdiri.
a.       Putri Indonesia, bagian dari Pemuda Indonesia.
b.      Jong Islamieten Bond Dames-Afedeling, bagian dari Jong Islamieten Bond.
c.       Taman siswa bagian wanita.
Dalam perkembangannya, perkumpulan-perkumpulan wanita itu melaksanakan kongres yang dikenal dengan ‘Kongres Perempuan Indonesia”.

Kongres Perempuan Indonesia I
Kongres perempuan yang pertama ini dilaksanakan tanggal 22 –25 Desember 1928 di Jakarta. Perkumpulan wanita yang mengikuti antara lain Wanito Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katholik, Wanita Mulya, Aisyah, Wanudyo Utomo, Jong Islamieten Bond dan Jong Java bagian wanita dan wanita Taman Siswa. Tujuan kongres pada dasarnya ingin mempersatukan cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia.Di samping itu juga adanya hasrat untuk mengadakan gabungan atau membentuk perikatan diantara perkumpulan-perkumpulan wanita tersebut.
            Hasil yang dicapai dalam kongres adalah pembentukan gabungan atau federasi perkumpulan wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang dipimpin Ny. Sukanto.  Tujuan dari PPI adalah   :
1.      Memberi penerangan dan perantaraan kepada perkumpulan yang menjadi anggotanya.
2.      Membantu dana belajar pada anak perempuan yang pandai.
3.      Mengadakan kursus kesehatan.
4.      Menentang perkawinan anak-anak.
5.      Memajukan kepanduan bagi anak-anak perempuan.
PPI sendiri dalam kongresnya pada tanggal  28-31 Desember 1929 di Jakarta, mengubah nama PPI menjadi PPII ( Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia ).  PPII memiliki asas kebangsaan, persamaan, jiwa social, persamaan hak diantara laki-laki dan perempuan. Pada bulan Januari 1931 PPII mengikuti Kongres Perempuan se Asia di Lahore dengan mengirim Nona Sunaryati Sukemi dan Ny. Rukmini Santoso. Ini berarti untuk yang pertama kalinya pergerakan wanita Indonesia dapat berhubungan dengan pergerakan wanita internasional.

Kongres Perempuan Indonesia II
            Kongres perempuan yang kedua diadakan di Jakarta pada tanggal 20 sampai 24 Juli 1935, atas inisiatif PPII. Kongres ini dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro dengan agenda pembicaraan  :
1.      Soal perburuhan perempuan
2.      Pemberantasan buta huruf
3.      perkawinan
Pembicaraan yang alot  adalah pada masalah pro kontra masalah monogamy dimana pemerintah mengeluarkan Ordonansi Perkawinan Catat yang condong kepada monogamy saja. Perkumpulan wanita Islam menolak ordonansi tersebut, sedangkan Istri Sedar, Putri Budi Sedjati, Perkumpulan Kawula Yogyakarta puteri menyatakan persetujuannya, akan tetapi untuk Perkumpulan Pasundan Istri  meminta agar ordonansi tersebut diubah menurut hukum Islam.
 
Kongres tidak dapat menyatakan sikap kaitannya dengan pembicaraan masalah Ordonansi perkawinan, karena anggaran dasar menuntut suara bulat dalam memutuskan suatu prinsip. Hal yang dapat disepakati adalah diputuskannya penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia setiap  3 tahun sekali.
 
Kongres Perempuan Indonesia III
            Maka tiga tahun kemudian yaitu pada tanggal 23 – 28 Juli 1938 berlangsung Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung dengan pimpinan Ny. Emma Puradireja. Kongres membicarakan tentang   :
1.      Undang-undang perkawinan modern.
2.      Soal politik kaitannya hak pilih dan dipilih bagi kaum wanita untuk posisi Badan Perwakilan (Volksraad ).
3.      Tanggal 22 Desember untuk disepakati diperingati sebagai Hari Ibu.

Kunci gerakan emansipasi yang dipelopori oleh Raden Ajeng (RA) Kartini tumbuh dan berkembang di Indonesia yang akhirnya menemukan jati diri. Kaum wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam membebaskan bangsanya dari penindasan, kebodohan, kemiskinan dan kesengsaraan.

9.      Sumpah Pemuda
Sumpah pemuda yang kemudian dapat diibaratkan sebagai sebuah tulang punggung dalam kerangka sejarah Indonesia tidak dapat lepas dari organisasi kepemudaan yang bernama PPPI
 ( Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia ) yang didirikan pada tahun 1926. PPPI inilah yang mendapat dukungan dari sejumlah organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatra Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Minahasa, Jong Batak, dan Jong Islamieten Bond dengan penuh keyakinan ingin mencapai tujuannya yaitu persatuan Indonesia. 
Para pemuda ini menginginkan suatu upaya penyatuan peletakan dasar untuk kemerdekaan dengan menentang ketidakadilan yang dialami selama masa penjajahan. Pertemuan awal dilaksanakan tanggal 15 Nopember 1825 dengan membentuk panitia Kongres Pemuda  I, yang bertugas menyusun tujuan kongres. Diputuskan pelaksanaan kongres I mulai tanggal 30 April sampai dengan 2 Mei 1926.

Panitia kongres pemuda I  :
1.   Ketua                      :   Moh Tabrani, dari Jong Java.
2.   Wakil Ketua            :   Sumarto
3.   Sekretaris               :   Jamaluddin Adi Negoro, dari Jong Sumatra Bond.
4.   Bendahara              :   Suwarso
5.   Pembantu umum    :   Bahder Johan, Yan Toule Soulemwir, Paul Pinontoan,
                                        Hammami, Sarbini dan Sanusi Pane.

            Tujuan kongres pemuda I adalah membentuk badan sentral, memajukan paham persatuan kebangsaan, dan mempererat hubungan di antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan. Hal yang menjadi agenda pembicaraan adalah tentang usulan Bahasa Indonesia  yaitu bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Mengenai usulan fusi untuk semua perkumpulan pemuda, tidak ada keputusan.
            Setelah berlangsungnya kongres pertama, para pemuda semakin tergerak untuk menindaklanjuti dengan melakukan kongres berikutnya. Oleh karena itu, setelah diawali pertemuan pendahuluan terbentuklah susunan panitia sebagai berikut   :
Ketua                          :   Soegondo Djoyopuspito
Wakil ketua                 :   Djoko Marsaid
Sekretaris                    :   Muhammad Yamin
Bendahara                   :   Amir Syarifudin
Pembantu                    :   Djohan Tjain, Kotjo Sungkono, Senduk, J. Leimena, Rohjani.
            Kongres Pemuda II berlangsung sejak tanggal 27 Oktober 1928 dan berakhir tanggal 28 Oktober 1928. Kongres Pemuda II mengadakan tiga kali rapat   :
1.      Rapat pertama, di gedung Katholik Jonglingen Bond di Waterloopein.
2.      Rapat kedua, tanggal 28 Oktober pagi, di gedung Oost Java Bioscoop, di Koningsplein Noord.
3.      Rapat ketiga, tanggal 28 Oktober malam, di gedung Indonesische Clubhuis  di Jl. Kramat  Raya 106 Jakarta.

            Di ruang utama gedung Indonesische Clubhuis  (rumah perkumpulan Indonesia ), yang sejak tanggal 20 Mei 1974 sebagai gedung Sumpah Pemuda, Sugondo Djojopuspito membacakan hasil keputusan Kongres (Mail Report No. 1066x/28 No. J/302-Eigenhandig) sebagai berikut   :
Pertama   :   Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, Tanah
                    Indonesia.
Kedua     :    Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang  satoe, Bangsa
                     Indonesia.
Ketiga      :   Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa persatoean, Bahasa
                     Indonesia.
            Kongres menetapkan ikrar / sumpah pemuda yang selanjutnya menjadi landasan perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Pada malam itu juga, untuk pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya oelh penggubahnya Wage Rudolf Supratman.
Ia menyanyikan lagu tersebut dengan instrumen biola, karena jika syair dinyanyikan, kemungkinan dilarang polisi. Sejak saat itu lagu Indonesia Raya diakui sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

 

1 komentar: