FENOMENA
MASYARAKAT SEMARANG
MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
Pendahuluan
Bulan Ramadhan
adalah bulan yang penuh berkah. Karena penuh keberkahan itulah, Al Quran
menggambarkan nilai kemuliaan bulan suci Ramadhan tersebut sebanding dengan
seribu bulan. Tidak salah kalau umat Islam selalu disergap rasa rindu menyambut
kedatangan bulan suci ini dengan kegembiraan dalam pelbagai bentuk tradisi
perayaan, apalagi mengingat bulan puasa ini hanya datang setahun sekali.
Sejarah Dugderan
Dugderan pertama
kali digelar pada tahun 1881 oleh Bupati Semarang, Raden Mas Tumenggung Aryo
Purboningrat. Beliau dikenal sebagai seorang bupati yang kreatif dan memiliki
jiwa seni tinggi. Muncullah gagasan suatu acara semacam pertanda awal waktu
puasa di bulan Ramadhan. Hal ini mengingat pada waktu itu belum memiliki
keseragaman untuk mengawali berpuasa. Sang Bupati memilih suatu acara pesta
dalam bentuk tradisi guna menengahi terjadinya perbedaan dalam memulai jatuhnya
awal puasa.
Sebagai
tanda dimulainya bulan Ramadhan itu, diadakan upacara membunyikan bedug “
dug…dug…dug…” sebagai puncak awal bulan puasa sebanyak 17 kali dan diikuti suara
dentuman meriam “der…der…der…” sebanyak 7 kali. Dari perpaduan antara bunyi
“dug” dan “der” itulah yang kemudian menjadi nama tradisi dugderan.
Proses Ritual Dugderan
Tradisi ini
adalah tradisi umat Isalm di Semarang yang biasanya digelar kira-kira 1-2
Minggu sebelum puasa dimulai. Karena sudah berlangsung lama, tradisi dugderan
ini pun sudah menjadi semacam pesta rakyat tetapi proses ritual sebagai
pengumuman awal puasa tetap menjadi puncak tradisi dugderan.
Proses ritual
dugderan diawali karnaval yang diberangkatkan dari Balai Kota dan berakhir di masjid Kauman (masjid
Agung) dekat pasar Johar. Tapi dalam 4 tahun terakhir ini rute karnaval
diperpanjang dari Balai Kota
menuju masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Gayamsari. Dalam pesta rakyat
ini ada mascot dugderan yang dikenal dengan istilah “Warak Ngendog”. Warak
ngendog ini adalah mainan jenis binatang rekaan bertubuh kambing dan berkepala
naga dengan kulit seperti bersisik terbuat dari kertas berwarna-warni. Binatang
mainan ini terbuat dari kayu dan dilengkapi beberapa telur rebus sebagai
lambang bahwa binatang itu sedang ngendog ( bertelur). Mengingat waktu pertama
kali diselenggarakan, Semarang
sedang krisis pangan dan telur merupakan makanan mewah. Pesta rakyat ini disi
pelbagai acara selain karnaval, banyak perlombaan, tarian dan kesenian rakyat Semarang lainnya.
Puncak ritual
dugderan berlangsung sehari sebelum puasa, tepatnya setelah shalat Ashar dengan
diadakan musyawarah yang bertujuan menentukan awal Ramadhan yang dihadiri para
ulama. Setelah itu digelar holaqoh yang bertujuan mengumumkan ketentuan
dimulainya puasa dengan ditandai pemukulan bedug sebagai tanda awal puasa.
Ketetapan hasil holaqoh diserahkan ke kanjeng Gubernur Jawa Tengah, Kanjeng
Bupati Semarang ( walikota Semarang) dan selanjutnya Gubernur untuk kemudian
memukul bedug, diikuti bunyi meriam. Selepas itu ritualpun diakhiri dengan
pembacaan doa.
Pesan di Balik Dugderan
Dugderan bukan
semata-mata sekedar sebagai tradisi (kesenian rakyat), tapi juga sebagai salah
satu budaya Islam Semarang yang punya pesan, yaitu :
- Pengumuman dimulainya bulan suci Ramadhan dengan ditabuhnya bedug sebagai “tetenger” dan konsesus yang meneguhkan atau memberikan justifikasi ketetapan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan pada esok hari.
2.
Tradisi dugderan punya unsur mendidik bagi anak untuk
melaksanakan ibadah puasa. Bentuk pendidikan itu dilambangkan dengan adanya
warak ngendog yang dapat diartikan suatu lambang yang sarat dengan makna.
Karena arti keseluruhan warak ngendog itu adalah seseorang harus suci, bersih
dan memantapkan ketaqwaan kepada Allah SWT dalam menjalani puasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar