Total Tayangan Halaman

Kamis, 19 Januari 2012

MASJID AGUNG JAWA TENGAH (MAJT) FENOMENA BUDAYA MASYARAKAT JAWA TENGAH



Masjid Agung tampak depan
           
Pendahuluan
            Sebuah fenomena budaya konkrit yang membanggakan masyarakat Jawa Tengah dan mengundang daya tarik jamaah / pengunjung sebagai tempat wisata ruhani adalah berupa masjid agung yang dikenal dengan akronim MAJT ( Masjid Agung Masyarakat Jawa Tengah). Masjid ini dibangun dengan gaya arsitektur yang indah, megah dan unik. Bangunan penunjang juga tertata apik, seperti convention hall (auditórium), Studio radio DAIS (Dakwah Islam), perpustakaan, museum kebudayaan Islam dan kafe.  Gubernur Jawa Tengah waktu itu, Mardiyanto, memiliki andil sebagai pemrakarsa, sedangkan yang meresmikan adalah Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 14 September 2006.

Sejumlah Keistimewaan Masjid
            Masjid Agung Jawa Tengah mulai dibangun tanggal 6 September 2002 di atas tanah banda seluas 69,2 Ha, yang terletak di Jalan Gajah Raya Kel. Sambirejo, Kec. Gayamsari Kota Semarang. Arsitektur masjid didesain oleh Ir. H. Ahmad Fanani, diperkirakan menelan biaya 30 milyar yang dalam perkembangannya meningkat hingga 200 milyar.  Bangunan induk (utama) seluas 7.669m2 , dirancang dengan memadukan gaya arsitektur Jawa, Timur Tengah (Arab Saudi) dan Yunani. Gaya arsitektur Timur Tengah terlihat dari bentuk kubah dan empat minaret masjid. Sedang arsitektur Jawa tercermin pada bentuk tajugan di atap,  lebih tepatnya di bawah kubah utama. Adapun gaya Yunani tampak pada 25 pilar-pilar kolasium dipadu kaligrafi Arab.
            Filosofi dibalik rancangan masjid bisa diartikan sebagai perwujudan dan kesinambungan historis perkembangan Islam di tanah air. Candrasengkala filosofi tersebut terangkai dalam kalimat “Sucining Guna Gapuraning Gusti” yang berarti tahun Jawa 1943 atau tahun Masehi 2001 adalah tahun gagasan pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah. Candrasengkala ini dapat dikatakan sebagai ekspresi jatidiri masjid Agung yang megah (indah) sebagai perpaduan unsur budaya universal maupun lokal merupakan fenomena dalam kebudayaan Islam.
            Selain itu, masjid ini memiliki plasa masjid dengan banner ‘gerbang al-qanathir’ yang artinya megah dan bernilai.  Tiang gerbang al-anathir berjumlah 25 buah sebagai simbolisasi dari jumlah 25 rasul yang diutus Allah untuk membimbing umat. Di banner gerbang ini bertuliskan kaligrafi kalimat syahadat. Plasa seluas 7500 meter ini dibangun sebagai perluasan ruang shalat yang bisa menampung kurang lebih 10.000 jamaah. Lebih spektakuler di plasa ini dilengkapi dengan 6 payung elektrik raksasa yang dapat membuka dan menutup secara otomatis seperti yang ada di masjid Nabawi. Tinggi tiang payung elektrik ini 20 meter, bentangannya 14 meter.
            Daya tarik lain, masjid ini memiliki menara setinggi 99 meter sebagai ittiba’ angka al-asmaul husna. Di bagian bawah digunakan Studio Radio DAIS. Lantai 2 dan 3 untuk musium kebudayaan Islam. Sedang di lantai 18 ada kafe muslim yang bisa berputar 360 derajat. Pada awal Ramadhan  di menara ini digunakan untuk ru’yatul hilal dari Tim Rukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari BOSCA.
            Selain keistimewaan dari segi fisik, masjid ini juga memiliki keistimewaan dalam hal ritual (ibadah). Adzan yang dikumandangkan memakai lagu adzan ala Masjidil Haram. Imam masjid disyaratkan seorang hafidz (penghafal) Qur’an. Selain hafal, dalam melantunkan ayat-ayat al Qur-an ketika jadi imam, menggunakan lagu versi di masjidil Haram.
                                                                                       
Tempat Wisata Ruhani
            Roda organisasi masjid ternyata ditopang dengan manajemen pengelolaan yang tertib dan mumpuni. Keuangan masjid disokong dari prasarana dan sarana yang bisa menghasilkan uang, seperti gedung Convention Hall (auditórium), souvenir shop, PKL, office space, guest house, menara pandang, areal parkir dan musium kebudayaan Islam.
            Tidaklah berlebihan jika masjid megah ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat wisata ruhani (religius). Umat Islam dipenjuru Jawa Tengah khususnya, semakin penasaran untuk berkunjung. Saat liburan ataupun kegiatan lain jika melewati kota Semarang, mereka seakan wajib singgah di MAJT. Memang ada fenomena lain yang religius. Suasana hari dan hati menjadi teduh, nyaman, dan tenang saat menikmati keindahan dan kemegahan  seusai menunaikan sholat.  Apalagi suasana saat bulan Ramadhan, masjid ini membuat semakin dekat kepada sang Khaliq, hati menjadi begitu tentram. Allhu Akbar, Allah Maha Besar

Penutup
            Salah satu fenomena budaya masyarakat Islam di Jawa Tengah adalah keberadaan Masjid Agung Jawa tengah. Masjid ini memiliki banyak keistimewaan baik yang bersifat fisik maupun religi. Tidaklah heran jika masjid ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat wisata ruhani.
            Masyarakat Islam Jawa Tengah sudah sepantasnya bersyukur dan berbangga hati, impian memiliki masjid megah sudah terwujud. Setelah memakan waktu cukup lama, 4 tahun, dimulai tanggal 6 September 2002 sampai 14 Nopember 2006, akhirnya masjid agung yang dikenal dengan singkatan MAJT, Masjid Agung Jawa Tengah, telah berdiri kokoh, megah, indah dan unik.  

                                                                                    Surakarta,  10 Nopember 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar