Total Tayangan Halaman

Senin, 27 Oktober 2014

BARATAYUDHA



Sengkuni di sekitar kitaSangkuni tergopoh-gopoh datang ke Padepokan Romo Semar. Tanpa permisi ia nyelonong masuk pendopo. Matanya jelalatan menyisir setiap sudut ruangan. Senyumnya sinis dengan ujung bibir sebelah kiri sedikit terangkat. Dadanya yang kerempeng dibusungkan, seakan berubah gagah.
“Di mana pun, yang namanya Sangkuni tetap saja tak tahu pekerti. Katanya pejabat tinggi, kadang dianggap guru juga, tapi buta tata krama,” gumam Bagong yang mendampingi Semar keluar dari dalam pendopo menemui tamunya.
“Yang seperti ini sulit dibeneri, Gong,” sahut Semar setengah berbisik. “Topik gosip apa kali ini yang ingin kau gosok-gosok, Sangkuni?” tanyanya kepada sang tamu tanpa basa-basi.

“Pak Semar, to the point saja ya,” jawab Sangkuni. “Aku datang membawa kabar tak enak buatmu. Hari pertandingan ilmu antara anak-anak Korawa dengan Pandawa memperebutkan hadiah besar berupa sebuah negari merdeka bernama Hastinapura, sudah dekat waktunya. Ketahuilah, saat ini para guru besar negeri ini tengah sibuk memberikan les privat secara intensive kepada Korawa. Guru-guru besar itu seperti sedang menuangkan seluruh kemampuannya dalam berbagai kemampuan ilmu, untuk ditransfer  kepada para Korawa.  Bisa kau bayangkan, betapa para Korawa menjadi lebih hebat dibandingkan anak-anak asuhmu, para Pandawa.  Jumlah Korawa juga berpuluh-puluh kali lipat Pandawa. Ditambah lagi kebugaran dan stamina Korawa jauh lebih terjaga dengan olah raga diimbangi pola diet sehat ketat dan proporsional. Dari sudut pandang mana pun, Korawa bukan tandingan Pandawa.” 
“Terus apa maumu? Katanya to the point tapi kok ndremimil, ngomong ndak berhenti-berhenti,” tukas Bagong.
“Ya. Ya. To the point. Kusarankan lebih baik Pandawa menghindar. WO saja, daripada babak belur dipermalukan, kalah dalam pertandingan nanti. Tidak usah lagi bermimpi akan memiliki negeri merdeka, nrimo saja sebagai rakyat jelata. Itu jauh lebih aman bagi mereka,” kata Sangkuni. Bibirnya yang tipis tersenyum sinis. Matanya menyipit-nyipit licik, seirama dengan cuping hidungnya yang bergerak-gerak kembang kempis.
Seketika Semar murka. “Eh! Dasar Sangkuni pemantik permusuhan! Dengarlah ini! “Katakanlah: “Hai para hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Alloh…” (QS. az-Zumar: 53) lalu Gusti Pangeran juga mengajarkan kami hasbunalloohu wani’mal wakiil “… Cukuplah Alloh menjadi penolong kami dan Alloh adalah sebaik-baik pelindung.” (QS. ali – Imron: 173). Kau tak pernah mengertikah Sangkuni, bahwa sesungguhnya “…dan rahmadKu meliputi segala sesuatu…” (QS. al-A’raaf: 156).” Romo Semar mengutip beberapa kalimat dari buku suci.
“Rasain, lu! Bingung, bingunglah kau! Lebih baik kau segera pulang, Sangkuni! Kabarkan apa yang baru saja kau dengar kepada teman sejawatmu, kalau perlu juga kepada guru-guru besar itu! Katakan bahwa Semar dan para Pandawa hanya bersandar kepada Gusti,”  Bagong menimpali./ Miladiyah Susanti

1 komentar: