Sangkuni
tergopoh-gopoh datang ke Padepokan Romo Semar. Tanpa permisi ia nyelonong masuk
pendopo. Matanya jelalatan menyisir
setiap sudut ruangan. Senyumnya sinis dengan ujung bibir sebelah kiri sedikit
terangkat. Dadanya yang kerempeng dibusungkan, seakan berubah gagah.
“Di
mana pun, yang namanya Sangkuni tetap saja tak tahu pekerti. Katanya pejabat
tinggi, kadang dianggap guru juga, tapi buta tata krama,” gumam Bagong yang
mendampingi Semar keluar dari dalam pendopo menemui tamunya.
“Yang
seperti ini sulit dibeneri, Gong,” sahut Semar setengah berbisik. “Topik gosip
apa kali ini yang ingin kau gosok-gosok, Sangkuni?” tanyanya kepada sang tamu
tanpa basa-basi.
“Pak
Semar, to the point saja ya,” jawab
Sangkuni. “Aku datang membawa kabar tak enak buatmu. Hari pertandingan ilmu
antara anak-anak Korawa dengan Pandawa memperebutkan hadiah besar berupa sebuah
negari merdeka bernama Hastinapura, sudah dekat waktunya. Ketahuilah, saat ini
para guru besar negeri ini tengah sibuk memberikan les privat secara intensive
kepada Korawa. Guru-guru besar itu seperti sedang menuangkan seluruh
kemampuannya dalam berbagai kemampuan ilmu, untuk ditransfer kepada para Korawa. Bisa kau bayangkan, betapa para Korawa menjadi
lebih hebat dibandingkan anak-anak asuhmu, para Pandawa. Jumlah Korawa juga berpuluh-puluh kali lipat
Pandawa. Ditambah lagi kebugaran dan stamina Korawa jauh lebih terjaga dengan olah
raga diimbangi pola diet sehat ketat dan proporsional. Dari sudut pandang mana
pun, Korawa bukan tandingan Pandawa.”
“Terus
apa maumu? Katanya to the point tapi
kok ndremimil, ngomong ndak berhenti-berhenti,”
tukas Bagong.
“Ya.
Ya. To the point. Kusarankan lebih
baik Pandawa menghindar. WO saja,
daripada babak belur dipermalukan, kalah dalam pertandingan nanti. Tidak usah
lagi bermimpi akan memiliki negeri merdeka, nrimo saja sebagai rakyat jelata.
Itu jauh lebih aman bagi mereka,” kata Sangkuni. Bibirnya yang tipis tersenyum
sinis. Matanya menyipit-nyipit licik, seirama dengan cuping hidungnya yang
bergerak-gerak kembang kempis.
Seketika
Semar murka. “Eh! Dasar Sangkuni pemantik permusuhan! Dengarlah ini! “Katakanlah: “Hai para hambaKu yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat
Alloh…” (QS. az-Zumar: 53) lalu
Gusti Pangeran juga mengajarkan kami hasbunalloohu
wani’mal wakiil “… Cukuplah Alloh
menjadi penolong kami dan Alloh adalah sebaik-baik pelindung.” (QS. ali – Imron: 173). Kau tak pernah
mengertikah Sangkuni, bahwa sesungguhnya “…dan
rahmadKu meliputi segala sesuatu…” (QS.
al-A’raaf: 156).” Romo Semar mengutip beberapa kalimat dari buku suci.
“Rasain,
lu! Bingung, bingunglah kau! Lebih
baik kau segera pulang, Sangkuni! Kabarkan apa yang baru saja kau dengar kepada
teman sejawatmu, kalau perlu juga kepada guru-guru besar itu! Katakan bahwa Semar
dan para Pandawa hanya bersandar kepada Gusti,”
Bagong menimpali./ Miladiyah Susanti
Keren ceritanya, lanjutjannya d thggu, mkash
BalasHapus