Munculnya
kesadaran nasional bagaikan terbit sang surya menerangi era kegelapan Nusantara
yang dirundung penderitaan, penindasan, ketidak adilan dan pemerkosaan terhadap
hak asasi rakyat. Ternyata kadar nasionalitas , cinta tanah air melaju tak terbendung mendambakan rasa persatuan,
kesatuan bebas dari penjajahan
A. Nasionalisme dan Kesadaran nasional
Rasa
kebangsaan tersebut menunjuk pada semangat kadar nasionalitas, cinta tanah air.
.Alasan utama mengapa bangsa Indonesia memberikan reaksi perlawanan dan menggalang semangat nasionalis adalah penindasan, ketidakadilan, dan pemerkosaan terhadap hak asasi rakyat secara keji serta sikap diskriminatif yang menjijikan dari pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia merekam pemilikan rasa kesadaran kebangsaan itu. Kesadaran nasional menemukan kembali harga diri bangsa secara nyata telah muncul sebagai bentuk nasionalisme. Kebutuhan pendidikan telah disadari sebagai kebutuhan yang tidak bisa ditunda dan diabaikan lagi. Kesadaran ini semakin hari semakin meluas di Indonesia.
.Alasan utama mengapa bangsa Indonesia memberikan reaksi perlawanan dan menggalang semangat nasionalis adalah penindasan, ketidakadilan, dan pemerkosaan terhadap hak asasi rakyat secara keji serta sikap diskriminatif yang menjijikan dari pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia merekam pemilikan rasa kesadaran kebangsaan itu. Kesadaran nasional menemukan kembali harga diri bangsa secara nyata telah muncul sebagai bentuk nasionalisme. Kebutuhan pendidikan telah disadari sebagai kebutuhan yang tidak bisa ditunda dan diabaikan lagi. Kesadaran ini semakin hari semakin meluas di Indonesia.
Keinginan
mengejar untuk mencapai kemajuan melalui pendidikan ditengarai semakin banyaknya anak-anak sekolah untuk
menuntut ilmu. Mereka sadar bahwa penguasaan ilmu pengetahuan untuk bebas dari
kebodohan merupakan bekal awal untuk mampu menghadapi bangsa Barat.
B. Latar Belakang Tumbuhnya Kesadaran Nasional
a. Faktor Intern
1.
Sejarah
masa lampau yang gemilang
2.
Penderitaan Rakyat Akibat Penjajahan
Penjajahan pada hakekatnya penderitaan, karena potensi bangsa terjajah
dikuras untuk kepentingan penjajah. Bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan
yang panjang dan menyakitkan sejak masa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris,
Perancis dan terakhir Jepang. Politik devide et impera, monopoli
perdagangan, system tanam paksa dan kerja rodi
merupakan bencana bagi rakyat Indonesia.
. Berita
kekejaman pemerintahan kolonial Belanda, para penguasaha dari perusahaan-perusahaan
swasta asing ahirnya sampai ke negeri Belanda dan menuai kritik.Tokoh-tokoh
yang melontarkan kritik dan kecaman adalah
:
- Edward Douwes Dekker dalam bukunya Max Havelaar.
- Pendeta Baron van Hoevell.
- Mr. Courad Theodore van Deventer .
Penderitaan yang terjadi di berbagai sektor
kehidupan ini menjadikan rakyat Indonesia muncul kesadaran nasionalnya dan
mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Atas prakarsa para intelektual,
maka angan-angan ini dapat menjadi kenyataan dalam bentuk perjuangan yang
bersifat modern.
3.
Pengaruh Perkembangan Pendidikan Barat di Indonesia
Pada tahun 1899, Mr. Courad
Theodore van Deventer
melancarkan kritikan-kritikan yang tajam terhadap pemerintah penjajahan Belanda
ditulis dan dimuat dalam jurnal Belanda,
de Gids dengan judul Een eereschuld yang berarti hutang budi atau hutang
kehormatan. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa kekosongan kas negeri
Belanda sebagai akibat perang Diponegoro dan perang kemerdekaan Belgia telah
dapat diisi kembali berkat pengorbanan orang-orang Indonesia. Kemamkmuran dan
kemajuan negeri Belanda diperoleh dari kerja dan jasa orang koloni Indonesia.
Oleh karena itu, Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Untuk
itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui gagasannya yang
dikenal dengan Tri Logi van Deventer.
Tri Logi van Deventer meliputi tiga sektor, yaitu :
1.
Emigrasi,
perpindahan penduduk
2.
Irigasi,
pengairan
3.
Edukasi,
pendidikan
Politik yang diperjuangkan dalam rangka mengadakan desentralisasi,
kesejahteraan rakyat serta efisiensi, dikenal dengan nama politik etis.
Sampai saat meninggalnya pada tahun
1915, van Deventer adalah salah satu kampium politik yang terkemuka, sebagai
penasehat pemerintah dan anggota parlemen. Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina
(1890 – 1948 ), mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejahteraan di Jawa,
dengan demikian politik etis secara resmi disahkan. Pada tahun 1902, Alexsander
W.F. Idenburg menjadi Urusan Daerah Jajahan (1902-1919 ). Dengan
memegang jabatan ini dan memegang jabatan Gubernur Jenderal ( 1909 1916 ),
Idenburg mempraktikan politik etis dengan prinsip Trilogi van Deventer.
Untuk mendukung pelaksanaan politik etis,
pemerintah Belanda mencanangkan Politik Assosiasi dengan semboyan unifikasi.
Politik asosiasi berkaitan dengan sikap damai dan menciptakan hubungan harmonis
antara Barat ( Belanda ) dan Timur ( rakyat pribumi ). Dalam bidang kesehatan,
pemerintah telah melaksanakan program pemberantasan penyakit menular seperti
pes, cacar, kolera dan malaria sehingga dapat menurunkan angka kematian. Dalam
rangka mengatasi kepadatan penduduk, pemerintah melaksanakan emigrasi,
perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa terutama ke Sumatera. Program ini
tidak banyak menolong keadaan rakyat, karena di sna menjadi buruh yang hidupnya
menderita. Program Irigasi atau pengairan yang sangat dibutuhkan oleh petani
ternyata hanya menguntungkan pihak pemilik perkebunan.
Sebenarnya sistim pendidikan sudah
ada sejak zaman VOC. Pada tahun 1617 di
Jakarta telah didirikan sekolah Betawi (
Batavische School ). Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Van Imhoff di Jakarta
juga didirikan Seminarium Theologicum. Pada tahun 1743
juga berdiri Akademi Pelayaran ( Academie der Marine ). Pada
tahun 1737 berdiri sekolah khusus untuk orang-orang Tionghoa.
- Adanya perbedaan warna kulit ( color line division )
- Sistem pendidikan dikembangkan disesuaikan dengan status social masyarakat ( Eropa, Timur Asing atau Bumi Putra).
- Bagi Keompok bumi putra masih dibedaakan oleh status keturunan ( bangsawan, priyayi, rakyat jelata).
Pendidikan
kolonial pada awal abad ke-20 tumbuh cukup banyak terdiri atas :
1.
Pendidikan Dasar
1.
ELS ( Europese Legerschool ) dan HIS ( Holandsch
Inlandschool ), untuk keturunan Indonesia Asli golongan atas.
2.
Sekolah Kelas dua, untuk golongan Indonesia asli kelas
bawah.
2.
Pendidikan Tingkat Menengah
1.
HBS ( Hogere Burger School ) , MULO ( Meer
Uitegbreit Ondewijs ) dan AMS ( Algemene
Middelbarea Aschool )
2.
Sekolah Kejuruan, seperti Kweek Scholen (
guru pribumi) dan Normaal School.
3.
Pendidikan Tinggi
1.
Pendidikan Tinggi Teknik ( Koninklijk Instituut
voor Hoger Technisch Ondewijs Nederlandsch Indie)
2.
Sekolah Tinggi Hukum ( Rechschool )
3.
Sekolah Tinggi Kedokteran, berkembang sejak dari nama
Sekolah Dokter Jawa, STOVIA, NIAS dan GHS ( Geeneeskundige Hoogeschool
).
4.
Sekolah pelatihan untuk kepala atau pejabat pribumi, Hoofdenscholen,
OSVIA
( Opleidingsscholen voor
Inlansche Ambtenaren )
Pendidikan Kesehatan atau kedokteran , sejak
2 Januari 1849 lahir sebagai Sekolah Dokter Jawa, kemudian pada tahun 1875
diubah menjadi Ahli Kesehatan Bumi Putra (Inlandsch Geneeskundige). Pada tahun 1902 menjadi dokter
Bumiputra ( Inlandsch Arts).
Sekolah ini diberi nama STOVIA ( School
tot Opleiding van Indische Artsen) yang kemudian pada tahun 1913
diubah menjadi NIAS ( Nedelandsch
Indische Artsenschool ) akhirnya menjadi Sekolah Tinggi Kedokteran, GHS ( Geeneeskundige Hoogeschool ).
Suatu kenyataan bahwa para pelopor pergerakan
nasional adalah para pelajar STOVIA. Kelompok intelektual khususnya lulusan
dokter Jawa ini adalah yang paling menyadari atau yang paling peka terhadap
keadaan saat itu. Keadaan yang merupakan penderitaan rakyat itu mereka rasakan
secara mendalam mengingat tugas yang diemban berupa pengabdian terhadap kondisi
masyarakat Indonesia yang sangat memperihatinkan. Di mana-mana terlihat
lingkungan yang jorok sehingga menimbulkan penyakit menular khususnya penyakit
kulit, kolera, disentri dan endemic lainnya. Di samping kepekaan yang terkait
dengan tugas social dan kemanusiaan, para dokter memiliki kemampuan
berkomunikasi, intelektual mereka juga menjadi modal berharga yang membuka
cakrawala berfikir. Pada gilirannya pada
diri mereka timbul gagasan-gagasan segar mengembangkan taktik perjuangan dari gerakan
yang bersifat fisik ke dalam bentuk organisasi modern.
4. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia
Perkembangan
pendidikan di Indonesia juga banyak diwarnai oleh pendidikan yang dikelola umat
Islam. Ada tiga macam jenis pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia dengan
tanpa melihat formal tidaknya, adalah :
- Pendidikan di Langgar atau Surau
- Pendidikan Pesantren
- Pendidikan Madrasah
Rakyat Indonesia yang mayoritas adalah kaum muslim ternyata merupakan salah satu
unsur penting untuk menumbuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Para pemimpin
nasional yang bercorak Islam akan sangat mudah untuk memobilisasi kekuatan
Islam dalam membangun kekuatan bangsa.
5. Dominasi Ekonomi Kaum China di Indonesia
6.
Peranan Bahasa Melayu
Di samping mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, Indonesia juga
memiliki bahasa pergaulan umum ( Lingua
Franca ) yakni bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Melayu
berubah menjadi bahasa persatuan nasional Indonesia. Dengan posisi sebagai
bahasa pergaulan, bahasa Melayu menjadi sarana penting untuk mensosialisasikan
gagasan dan semangat kebangsaan dan nasionalisme ke seluruh pelosok Indonesia.
7. Istilah Indonesia sebagai Identitas Nasional
Istilah ‘ Indonesia ‘ berasal dari kata India ( bahasa Latin untuk
Hindia ) dan kata nesos (bahasa Yunani untuk kepulauan), sehingga kata
Indonesia berarti kepulauan Hindia. Istilah Indonesia, Indonesisch dan
Indonesier makin tersebar luas pemakaiannya setelah banyak dipakai oleh
kalangan ilmuwan seperti G.R. Logan, Adolf Bastian, van Vollen Hoven, Snouck
Hougronje dan lain-lain.
Pada tahun 1925 mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda
mengubah nama organisasi mereka menjadi Perhimpunan Indonesia. Nama baru ini
merupakan terjemahan dari namanya dalam bahasa Belanda “ de Indonesische
vereniging “ yang telah digunakan sejak tahun 1922. Seakan-akan dengan
tiba-tiba saja perkumpulan para mahasiswa yang berada di rantau orang ini, atau
di negeri sang penguasa ( het land van de overheersers) telah menampilkan diri
sebagai kekuatan nasionalisme Indonesia. Kenyataan ini semakin jelas karena
ketika itu pula organisasi mahasiswa mengeluarkan sebuah “Manifesto Politik”
yang berisikan hasrat untuk memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia.
b.
Faktor Ekstern
Timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping
disebabkan oleh kondisi dalam negeri, juga ada factor yang berasal dari luar (
ekstern). Faktor-faktor ekstern yang memberi dorongan dan energi terhadap
lahirnya pergerakan nasional di Indonesia adalah :
1.
Kemenangan Jepang atas Rusia.
Selama ini sudah menjadi suatu femeo jika
keperkasaan Eropa ( bangsa kulit putih ) menjadi symbol superioritas atas
bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Hal itu ternyata bukan suatu
kenyataan sejarah, perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika pada tahun
1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia, ternyata yang keluar sebagai
pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini memberi kan semangat juang
terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
Faktor-faktor yang
menyebabkan Jepang menang :
a. Melakukan Meiji Restorasi,
b. Memiliki semangat Bushido ( jalan
ksatria )
Semangat ini di
samping menunjukkan kesetiaan kepada Kaisar dan nasionalisme, sekaligus
menunjukkan suatu etos kerja yang tinggi, penuh dengan disiplin dan kerja
keras.
2.
Partai Kongres India.
Ajaran Gandhiisme :
1. Satyagraha (nonkooperasi), tidak mau bekerja sama
dengan pemerintah kolonial Inggris.
2. Ahimsa ( larangan membunuh), dalam melawan
penjajah Inggris menghindari peperangan dan kekerasan, untuk mengalahkan
Inggris dengan akal dan kebijaksanaan.
3. Hartal (berdiam diri), protes terhadap
pemerintah dengan cara berdiam diri atau mogok tidak bekerja.
4. Swadesi,
berusaha mencukupi kebutuhan dengan usaha sendiri, agar barang produksi Inggris
macet dipasaran India.
3.
Philipina di bawah Jose Rizal
Novel perjuangan yang terkenal karya Jose Rizal berjudul Noli Me Tangere, yang berarti
‘jangan singgung saya’. Novel ini membuat pemerintah Spanyol yang tersinggung
dan marah, untuk itu Jose Rizal menjadi buron pemerintah Spanyol di Philipina.
4.
Gerakan Nasionalisme Cina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar