Total Tayangan Halaman

Selasa, 26 Maret 2013

PERISTIWA RENGAS DENGKLOK



Kepastian berita kekalahan Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah  berakhir. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana dan lainnya. Penyerahan Jepang atas Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup berat, Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan  (vocuum of power). Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus agar mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu.
Adanya kekosongan kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai masalah kemerdekaan Indonesia. Golongan muda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, BM Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik dan chaerul Shaleh. Sedangkan golongan tua menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Soekarno-Hatta dan golongan tua ragu-ragu tentang apa yang harus dilakukan serta berusaha mencegah konflik dengan pihak Jepang. Laksamana Madya Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Jakarta,  menghendaki pengalihan kekuasaan secara cepat kepada generasi tua, karena merasa khawatir terhadap kelompok muda yang dianggapnya berbahaya. Di sisi lain para pemimpin pemuda menginginkan suatu pernyataan kemerdekaan secara dramatis di luar kerangka yang disusun oleh pihak Jepang,  dalam hal ini mereka di dukung oleh Syahrir.
      Golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta ( sekarang gedung Fakultas Kedokteran UI, Jakarta ) pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh Chairul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Ir.  Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan  dalam menyatakan proklamasi. Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya lepas dari Jepang. Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan.
      Kuatnya pendirian Ir Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang. Kemudian golongan muda mengadakan rapat di jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 Wib menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta harus diamankan dari pengaruh Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak dapat ditemukan di Jakarta. Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, diantaranya Soekarni, Jusuf Kunto dan Syodanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun Peta (Pembela Tanah Air) di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Kerawang. Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan mudah setiap gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung atau Jawa Tengah.

Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok antara lain:
v  Agar ke dua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang
v  Mendesak keduanya supaya segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.

Perbedaan waktu, kapan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Golongan tua, dalam hal ini diwakili Soekarno-Hatta,  tetap pada pendiriannya, bahwa proklamasi kemerdekaan dilaksanakan setelah rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Sikap tersebut beralasan karena apabila proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka tersebut harus dipertahankan dari Sekutu (NICA) yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin mempertahankan jajahannya atas Indonesia. Dengan demikian Negara Indonesia Merdeka harus dipertahankan terhadap dua lawan sekaligus. Akan berbeda apabila proklamasi kemerdekaan dilaksanakan melalui sidang PPKI, karena Jepang tidak akan memusuhinya. Sementara itu golongan muda menginginkan kemerdekaan diumumkan secepatnya, paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. Ini artinya tanggal 17 Agustus 1945 sebetulnya di luar kehendak kedua golongan tersebut.
Yang menarik untuk diperhatikan, meskipun Soekarno-Hatta telah diamankan ke Rengasdengklok, mereka tetap belum mau memproklamasikan kemerdekaan. Hal ini disebabkan keduanya belum yakin akan berita yang diberikan pemuda tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Di samping itu berita resmi dari Jepang belum mereka peroleh.
Sementara itu Mr. Ahmad Soebardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut Soekarno-Hatta harus segera dibawa ke Jakarta. Akhirnya Ahmad Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Soebardjo sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno-Hatta ke Jakarta, sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Dalam Peristiwa Rengasdengklok terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda tentang waktu pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Golongan tua lebih berhati-hati dan penuh perhitungan, sedangkan  golongan muda cenderung bersifat revolusioner. Pada akhirnya kedua golongan menyadari posisinya masing-masing sehingga dapat bekerjasama untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar