Total Tayangan Halaman

Jumat, 12 Februari 2016

PERAN, KETERAMPILAN DAN ETIKA COACHING



Hasil gambar untuk gambar guru animasi 
1. Peran Coaching
Ada dua komponen dalam sesi coaching, yaitu: proses dan isi. Coach bertanggung jawab atas proses, yaitu sebagai pengatur waktu dan memastikan bahwa coachee menentukan tujuan, strategi dan tindakan yang jelas. Coach juga harus menjaga kepercayaan coachee dan menjaganya untuk selalu fokus pada tujuannya. Sedangkan coachee bertanggung jawab atas isi, yaitu: memilih bidang coaching, menentukan tujuan yang spesifik, strategi, dan tindakan yang akan dilaksanakan. Selain itu, ia juga bertanggung jawab untuk menentukan batas waktu dilakukannya tindakan yang telah disepakati. Dengan demikian, coachee bertanggung jawab sepenuhnya terhadap hasil coaching. Coachee menjadi penentu atas sukses atau tidaknya proses coaching.
Menurut Boyd (2008: 6) dalam Coaching in Context ada berbagai peran coach yang berbeda-beda dalam membantu guru. Peran yang berbeda-beda ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan guru dan sesuai dengan tingkat pengalaman profesionalnya. Pemahaman tentang variasi peran coach ini akan membantu seorang coach untuk mengenali perannya dan kapan mereka mencapai parameter tertentu.
Peran-peran coach adalah sebagai berikut:


a. MENTOR (Mentor)
Menyarankan, mendukung dan mendorong, biasanya dalam hubungan satu lawan satu bagi guru yang kurang berpengalaman atau yang lebih berpengalaman. Mentoring untuk guru baru biasanya bertujuan untuk memastikan pengembangan kemampuan mengajar di kelas dan mendukung pengembangan kompetensi pribadi dan kolegial yang membentuk dasar dari karir mengajar yang sukses. Mentoring bagi guru yang berpengalaman sering difokuskan untuk memperluas keterampilan kepemimpinan dan aspirasi karirnya. Seorang mentor mungkin memberi saran, berbagi perspektif, bertanya, memandu, dan memberikan umpan balik.
b. CONSULTANT (Konsultan)
Membimbing dan memfasilitasi proses berbasis organisasi atau memberikan kontribusi-kontibusi yang dapat berupa saran-saran tentang keahlian tertentu.

c. EXPERT COACH (Coach ahli)
Mengembangkan pemikiran dan praktik dalam kaitan dengan proses atau konten kurikulum. Para coach ahli membimbing pemikiran coachee-nya melalui pertanyaan terfokus dan terarah. Peran mereka bisa bergerak secara teratur antara menjadi mentor, coach dan model.

d. CRITICAL FRIEND (Teman yang kritis)
Seorang teman yang kritis biasanya bekerja dengan tim dan memberikan umpan balik yang spesifik. Mereka juga mengajukan pertanyaan yang sulit, mendorong tim untuk mengkritisi pekerjaan mereka. Seorang teman yang kritis dapat berperan sebagai mentor ataupun coach.

e. PEER COACH (Coach sebaya)
Hubungan peer coach atau coach sebaya dalam melakukan coaching biasanya digunakan untuk mendukung individu untuk berpikir ke depan tentang kinerjanya melalui penggunaan bukti, pengamatan, mendengarkan, mempertanyakan dan umpan balik. Peer (rekan sebaya) biasanya akan menggunakan pertanyaan menyelidik dan reflektif. Di area sekolah, coach sebaya ini dapat digunakan dalam pemeriksaan atau penilaian data-data yang akan digunakan sekolah-sekolah untuk merencanakan berbagai perbaikan sejalan dengan sumber daya dan prioritas sekolah.
Jenis coaching sebaya meliputi:
1) Coaching tentang konten, lebih fokus secara eksklusif pada peningkatan mengajar guru dan strategi pembelajaran dalam bidang tertentu.
2) Coaching tentang pedagogi, menyediakan pelatihan dalam kelas yang berfokus pada kebutuhan yang umum untuk semua bidang pelajaran.

f. TEAM COACH (Coach tim)
Memfasilitasi dialog dalam tim untuk memungkinkan setiap anggota memeriksa performa mereka sendiri dan orang lain dengan menggunakan bukti dan refleksi kritis.
Lebih jauh lagi, peran seorang coach menurut Kaswan (2012:190-214), adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai mentor
Melalui tindakan dan pekerjaannya, membantu orang lain mencapai potensinya, atau membantu orang lain belajar untuk perkembangan jangka panjang.
b.      Sebagai fasilitator
Membuat sesuatu menjadi mudah, untuk itu fasilitator perlu:
-          Memahami orang lain
-          Berorientasi melayani
-          Mengembangkan orang lain
-          Memanfaatkan keragaman
c.       Sebagai guru
Coaching membantu klien belajar dan menjadi pembelajar yang lebih baik dalam:
-          Mempelajari keterampilan khusus
-          Mempelajari cara belajar, bagaimana menjadi pemecah masalah
d.      Sebagai penolong
Coaching adalah proses menolong/membantu seseorang. Untuk itu perlu memiliki keterampilan:
-          Memperhatikan
-          Merespons
-          Internalisasi
-          Menggagas

2. Keterampilan Coach
Seseorang yang akan menjalankan program coaching harus memiliki keterampilan sebagai coach. Menurut Stokes pada Mentoring in Education, seorang coach harus memiliki:
a.       pengetahuan tentang kurikulum, pengajaran, penilaian, dan standar-standar
b.      pengetahuan tentang bahan pendukung kurikulum dan sumber-sumber pemanfaatan teknologi bagi semua level, area, dan kebutuhan siswa
c.       karakteristik sebagai pendengar yang baik yang meliputi kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan menggunakan jeda secara efektif
d.      karakteristik sebagai pribadi yang dapat dipercaya yang meliputi menjunjung tinggi kerahasiaan, dan tetap konsisten dalam perkataan dan tingkah laku
e.      keterampilan-keterampilan berkolaborasi dengan yang lain dan menjadi anggota tim
f.        keterampilan-keterampilan menjadi pencatat, pengumpul data dan peneliti
g.       keterampilan mengajar yang dapat digunakan dalam menerapkan model perencanaan pembelajaran, strategi-strategi; menggunakan pengetahuan, keterampilan dan karakteristik untuk memberikan umpan balik dan ide-ide baru dengan situasi yang berbeda-beda.

Lebih lanjut lagi, Feger, dkk. (2004) seperti dikutip pada Stokes menyarankan bahwa coach membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus, yaitu:
a.       Interpersonal skills (keterampilan interpersonal)
b.      Content knowledge (pengetahuan inti)
c.       Pedagogical knowledge (pengetahuan pedagogis)
d.      Knowledge of the curriculum (pengetahuan tentang kurikulum)
e.      Awareness of coaching resources (kesadaran/kepekaan/kewaspadaan) akan sumber-sumber coaching)
f.        Knowledge of the practice of coaching (pengetahuan praktis tentang coaching)

Masih berkaitan dengan keterampilan yang harus dimiliki seorang coach, Creasey dan
Paterson (2005) seperti dikutip pada Stokes menjelaskan bahwa coach hendaknya memiliki keterampilan:
a.       menjalin hubungan dan kepercayaan
b.      mendengarkan untuk memaknai
c.       menanyakan untuk memahami
d.      melakukan aksi, refleksi dan belajar
e.      mengembangkan kepercayaan dan merayakan keberhasilan

International Coach Federation (ICF) menetapkan persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki sebagai seorang coach yang profesional adalah sebagai berikut:
a.       Melakukan coaching yang sesuai etika dan standar profesional
b.      Menetapkan persetujuan coaching
c.       Membangun kepercayaan (trust) dan keakraban (intimacy)
d.      Hadir selama proses coaching
e.      Mendengarkan dengan aktif
f.        Pertanyaan yang kuat (powerful)
g.       Komunikasi langsung
h.      Menciptakan kesadaran
i.         Merancang tindakan
j.        Menetapkan rencana dan tujuan
k.       Mengelola kemajuan dan tanggung-jawab

Berikut ini penjelasan mengenai kompetensi tersebut.
a.       Melakukan coaching yang sesuai etika dan standar profesional Coach harus mampu:
·          Memahami dan menampilkan perilaku yang sesuai standar ICF.
·          Memahami dan mengikuti pedoman etika ICF.
·          Mengkomunikasikan dengan jelas perbedaan penting antara coaching, konsultasi, psikoterapi, dan profesi dukungan yang lain.
·          Merujuk coachee pada pihak profesional lain saat dibutuhkan.

Sebagai coach, ia harus memahami dan menampilkan perilaku yang sesuai dengan etika. Seorang coach harus bisa menampilkan percakapan yang terfokus, cermat, dan menggali. Percakapan pada topik lebih berbasis pada isu sekarang dan masa depan. Dalam percakapan, jika seorang coach hanya menitikberatkan pada mengajarkan sesuatu (telling) dan terutama bercakap tentang masa lalu—apalagi masalah emosional masa lalu (therapeutic mode)—maka coach tersebut dinyatakan belum layak. Demikian pula, jika coach secara eksklusif banyak memberikan nasihat dan misalnya jawaban seorang coach memberi indikasi apa yang harus dilakukan oleh coachee, maka coach tersebut dianggap belum layak. Seorang coach harus pula menjaga kepercayaan atau kerahasiaan dari coachee, menjaga isi percakapan dan tidak menceritakan apapun kepada orang lain tanpa izin dari coachee, dan tidak mempunyai kepentingan pribadi (conflict interest) atau melibatkan dalam politik organisasi.

Dari awal, seperti hubungan bisnis atau hubungan sosial lain, dalam coaching sudah dituntut dan dibangun adanya kepercayaan. Kepercayaan adalah dasar dari kerja sama dan saling ketergantungan.

b.      Menetapkan persetujuan coaching
Ada 3 (tiga) pihak yang perlu dilibatkan dalam mendapatkan dan menetapkan persetujuan. Mereka adalah coach, coachee, dan sponsor. Sponsor adalah organisasi yang meminta bantuan pada coach dan menyediakan fasilitas yang diperlukan. Tak jarang coachee juga menjadi sponsor. Coachee adalah orang yang mendapat coaching, dan coach adalah orang yang melakukan coaching kepada coachee.

Coach harus mampu:
·          Memahami dan mendiskusikan dengan coachee secara efektif tentang pedoman dan parameter spesifik dari hubungan kerja dalam coaching.
·          Mencapai persetujuan tentang apa yang dianggap memadai dan tak memadai, apa yang harus ditawarkan dan tidak ditawarkan tentang tanggung jawab coachee/s dan coache/s.
·          Tentukan apakah ada kesesuaian antara metoda coaching dan kebutuhan dari coachee.

c.       Membangun kepercayaan (trust) dan keakraban (intimacy)
Mampu menciptakan suasana aman, rasa hormat dan percaya.
Coach harus mampu:
·          Menunjukkan kepedulian yang ikhlas terhadap kesejahteraan dan masa depan coachee.
·          Terus memperlihatkan integritas diri, kejujuran dan keiklasan.
·          Mengembangkan persetujuan yang jelas dan menjaga janji.
·          Memperlihatkan rasa hormat atas persepsi coachee, gaya belajar, dan kepribadian yang dimiliki (personal being).
·          Memberikan dukungan terus-menerus untuk dan terhadap perilaku dan tindakan kampiun baru, termasuk mengambil risiko dan kekhawatiran atas kegagalan.
·          Meminta izin melakukan hal-hal yang sensitif dan area-area baru.

d.      Hadir selama proses coaching
Penuh kesadaran dan menciptakan hubungan spontan dengan coachee, menghadirkan gaya yang terbuka, luwes, dan percaya diri.
Coach harus mampu:
·          Hadir dan luwes selama proses coaching, dan fleksibel dengan waktu yang tersedia.
·          Menilai intuisi sendiri dan mempercayai apa yang terasa dalam hati (goes with the gut).
·          Terbuka untuk tidak (perlu) tahu dan mengambil risiko.
·          Memperlihatkan banyak cara untuk bekerja dengan coachee, dan memilih cara yang paling efektif pada saat yang tepat.
·          Menggunakan humor dengan baik untuk menciptakan suasana cerah dan energik.
·          Mengalihkan pandangan dan melakukan percobaan secara mantap (confidently) dengan kemungkinan baru untuk tindakan coachee.
·          Memperlihatkan percaya diri dalam bekerja (dengan emosi yang kuat), dan dapat mengelola sendiri, tidak berlebihan, dan tidak lemah dengan emosi coachee.

e.      Mendengar aktif
Kemampuan mendengar apa yang dikatakan dan tak dikatakan oleh coachee dengan penuh perhatian, memahami makna apa yang dikatakan sesuai apa yang diinginkan coachee, dan mendukung coachee mengungkapkan diri.
Coach harus mampu:
·          Hadir secara penuh dengan agenda coachee, bukan agendanya sendiri.
·          Mendengar apa yang menjadi perhatian, tujuan, nilai, dan keyakinan tentang apa yang mungkin dan tidak mungkin dari coachee.
·          Membedakan antara kata-kata, nada suara, dan bahasa tubuh.
·          Menyimpulkan, mengatakan dengan kalimat coach sendiri apa yang dijelaskan oleh coachee dan mengulang kembali apa yang dikatakan coachee untuk mendapatkan kejelasan.
·          Memberi dorongan, menerima, menggali, dan menguatkan ungkapan perasaan, persepsi, perhatian, keyakinan, usul, dan lain-lain.
·          Memadukan dan membangun berbagai gagasan dan usulan coachee.
·          Menggarisbawahi atau memahami inti dari komunikasi coachee dan membantunya memahami sendiri daripada memberi uraian cerita yang panjang.
·          Membiarkan coachee mendapatkan kejelasan tanpa penilaian atau ketentuan agar coachee dapat bergerak lebih lanjut.

f.        Mengajukan pertanyaan yang kuat (powerful)
Kemampuan bertanya yang memiliki pengaruh kuat dan fokus pada kebutuhan cochee akan berdampak pada suksesnya pelaksanaan coaching.
Coach harus mampu:
·          Mengajukan pertanyaan yang merefleksikan mendengar yang aktif dan mengenal pandangan coachee.
·          Mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan penemuan, pemahaman, komitmen, dan tindakan (misalnya tantangan terhadap asumsi dari coachee).
·          Mengajukan pertanyaan terbuka dan tertutup yang menciptakan kejelasan, kemungkinan atau pembelajaran baru.
·          Mengajukan pertanyaan yang membantu coachee menuju apa yang coachee maksud, bukan pertanyaan yang menilai apa yang terjadi di masa lalu.

g.       Komunikasi langsung
Kemampuan berkomunikasi secara efektif selama sesi coaching dan menggunakan bahasa yang mempunyai dampak positif pada coachee.
Coach harus mampu:
·          Berkomunikasi dengan jelas, terucap, dan langsung, dalam berbagi dan memberikan umpan balik.
·          Membuat kembali kerangka dan ucapan untuk membantu coachee memahami pandangan yang berbeda, dan apa yang coachee inginkan namun tidak yakin.
·          Menyampaikan dengan jelas tujuan coaching, agenda pertemuan, maksud dari teknik atau kegiatan.
·          Menggunakan bahasa yang baik dan menghargai coachee (misalnya tidak-sexist, tidak rasis, tidak teknis, tidak menggunakan jargon).
·          Menggunakan metafor dan analog membantu memberikan gambaran secara verbal.

h.      Menciptakan kesadaran
Kemampuan untuk memadukan dan mengevaluasi berbagai sumber informasi, dan memberi penafsiran yang berguna bagi coachee agar percaya diri dan bersemangat mencapai hasil yang disepakati.
Coach harus mampu:
·          Membantu keluar dari apa yang coachee katakan dalam menilai kepedulian coachee, tidak terjebak dengan uraian coachee.
·          Menguatkan penelitian untuk mendapatkan pemahaman, kesadaran, dan kejelasan yang memadai.
·          Mengenal apa yang menjadi dasar dari kepedulian coachee, persepsi yang tipikal dan cara yang sama terhadap dirinya (coachee) dan dunia sekitarnya, perbedaan antara fakta dan penafsiran, kesenjangan antara pemikiran, perasaan, dan tindakan.
·          Membantu coachee mendapatkan pemikiran-pemikiran baru, keyakinan, persepsi, emosi, suasana emosi, dan lain-lain yang menguatkan kemampuan coachee melakukan tindakan dan mencapai apa yang penting bagi coachee.
·          Mengkomunikasikan pandangan yang lebih luas kepada coachee yang menginspirasi (menggugah), untuk mengubah sudut pandang dan mendapatkan kemungkinan-kemungkian baru untuk tindakan.
·          Membantu coachee melihat faktor-faktor yang berbeda dan berkaitan, yang mempengaruhi coachee dan perilakunya (misalnya emosi, pemikiran, latar belakang).
·          Mengekspresikan pandangan (pemahaman) coach sendiri kepada coachee dengan cara yang baik dan memberi makna bagi coachee.
·          Membantu mengenal kekuatan-kekuatan utama versus area pembelajaran dan pertumbuhan yang luas, dan apa yang paling penting untuk ditangani.
·          Membantu coachee membedakan hal-hal yang sepele dengan isu yang penting, situasi yang dihadapi versus perilaku sama yang berulang dilakukan.
·          Membantu mendeteksi kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
·           
i.         Merancang tindakan
Kemampuan bersama coachee menciptakan peluang untuk terus belajar selama sesi coaching (situasi pekerjaan dan kehidupan), dan untuk mengambil tindakan-tindakan baru yang paling efektif menuju hasil yang disepakati.
Coach harus mampu:
·          Melakukan curah pendapat dan membantu coachee menentukan tindakan-tindakan yang memungkinkan coachee mendemonstrasikan, mempraktikkan, dan memperdalam pembelajaran.
·          Membantu coachee memfokuskan dan menggali kepedulian (perhatian) dan peluang yang spesifik, menuju pada tujuan yang disepakati.
·          Mendorong coachee menggali gagasan dan pilihan solusi, menilai, dan membuat keputusan.
·          Menggalakkan percobaan aktif dan penemuan sendiri (self discovery), dan akan melaksanakan apa yang telah didiskusikan dan dipelajari selama sesi-sesi sebelumnya, di tempat kerja.
·          Menghargai (merayakan) sukses dan kemampuan untuk berkembang ke depan.
·          Memberi tantangan pada asumsi dan pandangan coachee yang memprovokasi ide baru untuk mendapatkan kemungkinan tindakan baru.
·          Mengajukan sudut pandang yang berhubungan dengan tujuan coachee, dan tanpa mengikat, mendorong coachee untuk mempertimbangkan.
j.        Menetapkan rencana dan tujuan
Kemampuan mengembangkan dan memelihara rencana coaching yang efektif sehingga tindakan dan langkah yang telah ditetapkan harus dituangkan dalam rencana dan tujuan yang benar-benar dihayati oleh coachee.
Coach harus mampu:
·          Membantu mengkonsolidasikan informasi yang terkumpul menjadi rencana dan tujuan yang benar-benar menjadi perhatian dan area utama pembelajaran dan pengembangan.
·          Mendorong terciptanya sebuah rencana dengan hasil yang bisa dicapai, terukur, spesifik, dan dalam rentang waktu yang jelas sesuai kebutuhan.
·          Melakukan penyesuaian atas rencana sesuai dengan kebutuhan selama sesi-sesi coaching dan perubahan situasi yang dihadapi.
·          Membantu coachee mengenal dan mengakses sumber daya yang tersedia dan berbeda.
·          Membantu mengenal dan menentukan target untuk sukses awal yang penting bagi coachee.

k.       Mengelola kemajuan dan tanggung jawab
Kemampuan untuk terus memberi perhatian pada apa yang penting bagi coachee, dan membiarkan coachee bertanggung jawab untuk mengambil tindakan.
Setelah memiliki rencana tindakan dan tujuan, saatnya coachee bertanggung jawab sepenuh hati atas rencana dan tujuan tersebut. Tidak jarang coachee menemui halangan selama perjalanan.
Coach harus mampu:
·          Mengajukan permintaan pada coachee tentang tindakan-tindakan yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan.
·          Memperlihatkan tindak lanjut pada coachee dengan menanyakan tindakan-tindakan mendapatkan komitemen penuh dari coachee selama sesi-sesi sebelumnya.
·          Mengakui apa yang telah coachee lakukan dan tidak dilakukan, belajar (menyadari) apa yang telah terjadi pada sesi-sesi sebelumnya.
·          Membantu menyiapkan, mengorganisasi, dan melakukan tinjauan secara efektif terhadap informasi yang diperoleh selama sesi-sesi sebelumnya.
·          Menjaga coachee tetap dalam arah yang sesuai di antara sesi-sesi, dengan cara memberi perhatian pada rencana dan tujuan/hasil (goal/outcome), rangkaian tindakan yang disepakati, dan topik berikutnya.
·          Membantu fokus pada rencana coaching tetapi juga terbuka untuk penyesuaian perilaku dan tindakan berdasarkan proses coaching dan perubahan selama sesi-sesi sebelumnya.
·          Membantu coachee agar mampu bergerak luwes di antara gambaran rencana besar (makro), menetapkan konteks yang sedang didiskusikan, dan ke mana arah yang dituju.
·          Mendorong coachee agar disiplin dan bertanggung jawab atas apa yang coachee katakan dan akan lakukan berkaitan dengan hasil yang ingin dicapai atau rencana spesifik sesuai jadwal.
·          Membantu mengembangkan kemampuan coachee dalam mengambil keputusan, mengutamakan yang penting, menerima umpan balik, dan menetapkan kecepatan pembelajaran, serta membantu merefleksikan.
·          Konfrontasikan secara positif tentang fakta dari tindakan yang tidak disetujui oleh coachee

3. Etika Coaching
Federasi Coach Internasional dalam Grene and Grant (2003), menyampaikan bahwa: sebagai seorang coach, ia harus memahami dan menampilkan perilaku yang sesuai dengan etika, di antaranya:
a.       Seorang coach harus bisa menampilkan percakapan yang fokus, cermat, dan menggali. Percakapan difokuskan pada topik yang lebih berbasis pada isu sekarang dan masa depan. Dalam percakapan, jika seorang coach hanya menitikberatkan pada mengajarkan sesuatu (telling) dan terutama bercakap tentang masa lalu – apalagi masalah emosional masa lalu (therapeutic mode), maka coach tersebut dinyatakan belum layak.
b.      Seorang coach tidak semestinya terlalu banyak memberikan nasihat dan memberikan jawaban tentang apa yang harus dikerjakan/dilakukan oleh coachee. Jika seorang
coach secara eksklusif banyak memberikan nasihat dan jawaban seorang coach memberi indikasi tentang apa yang harus dilakukan oleh coachee, maka ia dianggap belum layak menjadi coach.
c.       Seorang coach harus pula menjaga kepercayaan atau kerahasiaan dari coachee.
d.      Seoarang coach harus menjaga kerahasiaan, tidak menceritakan apapun isi percakapan kepada orang lain tanpa izin dari coachee dan tidak mempunyai kepentingan pribadi (conflict interest) atau terlibat dalam politik organisasi.

Dalam penjelasan lainnya, seorang coach harus memiliki komitmen untuk menjaga etika coaching, di antaranya:
a.       Akan melakukan sendiri pembinaan sebagai profesi dan akan menahan diri dari perbuatan yang merugikan atau menimbulkan kekeliruan pemahaman masyarakat atau pemahaman terhadap pembinaan sebagai profesi.
b.      Akan mengidentifikasi tingkat kompetensi dan tidak akan melebih-lebihkan kualifikasi, keahlian atau pengalaman sebagai pelatih.
c.       Akan memastikan bahwa klien mengerti sifat pembinaan dan ketentuan perjanjian pembinaan antara coach dan coachee.
d.      Tidak akan sengaja menyesatkan coachee untuk menerima proses pembinaan atau sebagai pelatih mereka.
e.      Akan menghormati kerahasiaan informasi klien atau coachee, kecuali jika diizinkan, atau seperti yang dipersyaratkan oleh hukum.
f.        Akan meminta izin informasi dari coachee sebelum merilis nama mereka sebagai klien atau identitas lainnya.
g.       Akan waspada dan memperhatikan ketika coachee tidak lagi mendapatkan manfaat dari hubungan pembinaan dan akan lebih baik dilayani oleh coach lain atau sumber lain, serta saat itu akan mendorong klien untuk melakukan perubahan itu.
h.      Akan berusaha untuk menghindari konflik kepentingan antara coach dengan coachee. Setiap kali konflik atau potensi konflik kepentingan muncul, akan secara terbuka mengungkapkannya dan sepenuhnya berdiskusi dengan klien, dan menghadapinya dengan cara terbaik dalam melayani seorang klien.
i.         Akan mengungkapkan atau mengkonfirmasi kepada klien semua arahan atau saran mengenai klien dari pihak lain.
j.        Akan menghormati perjanjian yang dibuat dan membangun kesepakatan yang jelas yang mungkin termasuk kerahasiaan, laporan kemajuan, dan keterangan lain. Akan mendapatkan izin dari orang yang sedang dilatih sebelum merilis informasi kepada orang lain.
k.       Tidak akan memberikan informasi atau nasihat yang tidak diketahui di luar kompetensi sehingga dapat menyesatkan klien.

Disadur dari BPU CHOACHING, Edisi Revisi ProDEP 2015
Oleh  :  Amin Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar