1. Peran Coaching
Ada dua komponen dalam sesi coaching, yaitu: proses
dan isi. Coach bertanggung jawab atas proses, yaitu sebagai pengatur
waktu dan memastikan bahwa coachee menentukan tujuan, strategi dan
tindakan yang jelas. Coach juga harus menjaga kepercayaan coachee dan
menjaganya untuk selalu fokus pada tujuannya. Sedangkan coachee bertanggung
jawab atas isi, yaitu: memilih bidang coaching, menentukan tujuan yang
spesifik, strategi, dan tindakan yang akan dilaksanakan. Selain itu, ia juga
bertanggung jawab untuk menentukan batas waktu dilakukannya tindakan yang telah
disepakati. Dengan demikian, coachee bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap hasil coaching. Coachee menjadi penentu atas sukses atau
tidaknya proses coaching.
Menurut Boyd (2008: 6) dalam Coaching in Context ada
berbagai peran coach yang berbeda-beda dalam membantu guru. Peran yang
berbeda-beda ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan guru dan sesuai dengan tingkat
pengalaman profesionalnya. Pemahaman tentang variasi peran coach ini
akan membantu seorang coach untuk mengenali perannya dan kapan mereka
mencapai parameter tertentu.
Peran-peran coach adalah sebagai berikut:
a. MENTOR (Mentor)
Menyarankan, mendukung dan mendorong, biasanya dalam
hubungan satu lawan satu bagi guru yang kurang berpengalaman atau yang lebih
berpengalaman. Mentoring untuk guru baru biasanya bertujuan untuk
memastikan pengembangan kemampuan mengajar di kelas dan mendukung pengembangan
kompetensi pribadi dan kolegial yang membentuk dasar dari karir mengajar yang
sukses. Mentoring bagi guru yang berpengalaman sering difokuskan untuk
memperluas keterampilan kepemimpinan dan aspirasi karirnya. Seorang mentor
mungkin memberi saran, berbagi perspektif, bertanya, memandu, dan memberikan
umpan balik.
b. CONSULTANT (Konsultan)
Membimbing dan memfasilitasi proses berbasis organisasi
atau memberikan kontribusi-kontibusi yang dapat berupa saran-saran tentang
keahlian tertentu.
c. EXPERT COACH (Coach
ahli)
Mengembangkan pemikiran dan
praktik dalam kaitan dengan proses atau konten kurikulum. Para coach ahli
membimbing pemikiran coachee-nya melalui pertanyaan terfokus dan
terarah. Peran mereka bisa bergerak secara teratur antara menjadi mentor, coach
dan model.
d. CRITICAL FRIEND (Teman yang kritis)
Seorang teman
yang kritis biasanya bekerja dengan tim dan memberikan umpan balik yang
spesifik. Mereka juga mengajukan pertanyaan yang sulit, mendorong tim untuk
mengkritisi pekerjaan mereka. Seorang teman yang kritis dapat berperan sebagai
mentor ataupun coach.
e. PEER COACH (Coach sebaya)
Hubungan peer
coach atau coach sebaya dalam melakukan coaching biasanya
digunakan untuk mendukung individu untuk berpikir ke depan tentang kinerjanya
melalui penggunaan bukti, pengamatan, mendengarkan, mempertanyakan dan umpan
balik. Peer (rekan sebaya) biasanya akan menggunakan pertanyaan
menyelidik dan reflektif. Di area sekolah, coach sebaya ini dapat
digunakan dalam pemeriksaan atau penilaian data-data yang akan digunakan
sekolah-sekolah untuk merencanakan berbagai perbaikan sejalan dengan sumber
daya dan prioritas sekolah.
Jenis coaching
sebaya meliputi:
1) Coaching tentang konten, lebih fokus secara eksklusif
pada peningkatan mengajar guru dan strategi pembelajaran dalam bidang tertentu.
2) Coaching tentang pedagogi, menyediakan pelatihan dalam
kelas yang berfokus pada kebutuhan yang umum untuk semua bidang pelajaran.
f. TEAM COACH (Coach tim)
Memfasilitasi
dialog dalam tim untuk memungkinkan setiap anggota memeriksa performa mereka
sendiri dan orang lain dengan menggunakan bukti dan refleksi kritis.
Lebih jauh
lagi, peran seorang coach menurut Kaswan (2012:190-214), adalah sebagai
berikut:
a.
Sebagai mentor
Melalui
tindakan dan pekerjaannya, membantu orang lain mencapai potensinya, atau
membantu orang lain belajar untuk perkembangan jangka panjang.
b.
Sebagai fasilitator
Membuat
sesuatu menjadi mudah, untuk itu fasilitator perlu:
-
Memahami orang lain
-
Berorientasi melayani
-
Mengembangkan orang lain
-
Memanfaatkan keragaman
c.
Sebagai guru
Coaching membantu
klien belajar dan menjadi pembelajar yang lebih baik dalam:
-
Mempelajari keterampilan khusus
-
Mempelajari cara belajar, bagaimana menjadi pemecah
masalah
d.
Sebagai penolong
Coaching adalah proses
menolong/membantu seseorang. Untuk itu perlu memiliki keterampilan:
-
Memperhatikan
-
Merespons
-
Internalisasi
-
Menggagas
2. Keterampilan Coach
Seseorang
yang akan menjalankan program coaching harus memiliki keterampilan
sebagai coach. Menurut Stokes pada Mentoring in Education, seorang
coach harus memiliki:
a.
pengetahuan tentang kurikulum, pengajaran, penilaian, dan
standar-standar
b.
pengetahuan tentang bahan pendukung kurikulum dan
sumber-sumber pemanfaatan teknologi bagi semua level, area, dan kebutuhan siswa
c.
karakteristik sebagai pendengar yang baik yang meliputi
kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan menggunakan jeda secara
efektif
d.
karakteristik sebagai pribadi yang dapat dipercaya yang
meliputi menjunjung tinggi kerahasiaan, dan tetap konsisten dalam perkataan dan
tingkah laku
e.
keterampilan-keterampilan berkolaborasi dengan yang lain
dan menjadi anggota tim
f.
keterampilan-keterampilan menjadi pencatat, pengumpul data
dan peneliti
g.
keterampilan mengajar yang dapat digunakan dalam
menerapkan model perencanaan pembelajaran, strategi-strategi; menggunakan
pengetahuan, keterampilan dan karakteristik untuk memberikan umpan balik dan
ide-ide baru dengan situasi yang berbeda-beda.
Lebih lanjut
lagi, Feger, dkk. (2004) seperti dikutip pada Stokes menyarankan bahwa coach
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus, yaitu:
a.
Interpersonal skills (keterampilan interpersonal)
b.
Content knowledge (pengetahuan inti)
c.
Pedagogical knowledge (pengetahuan pedagogis)
d.
Knowledge of the curriculum (pengetahuan
tentang kurikulum)
e.
Awareness of coaching resources (kesadaran/kepekaan/kewaspadaan)
akan sumber-sumber coaching)
f.
Knowledge of the practice of coaching (pengetahuan
praktis tentang coaching)
Masih berkaitan dengan keterampilan yang harus dimiliki
seorang coach, Creasey dan
Paterson
(2005) seperti dikutip pada Stokes menjelaskan bahwa coach hendaknya
memiliki keterampilan:
a.
menjalin hubungan dan kepercayaan
b.
mendengarkan untuk memaknai
c.
menanyakan untuk memahami
d.
melakukan aksi, refleksi dan belajar
e.
mengembangkan kepercayaan dan merayakan keberhasilan
International
Coach Federation (ICF) menetapkan persyaratan kompetensi minimal yang harus
dimiliki sebagai seorang coach yang profesional adalah sebagai berikut:
a.
Melakukan coaching yang sesuai etika dan standar
profesional
b.
Menetapkan persetujuan coaching
c.
Membangun kepercayaan (trust) dan keakraban (intimacy)
d.
Hadir selama proses coaching
e.
Mendengarkan dengan aktif
f.
Pertanyaan yang kuat (powerful)
g.
Komunikasi langsung
h.
Menciptakan kesadaran
i.
Merancang tindakan
j.
Menetapkan rencana dan tujuan
k.
Mengelola kemajuan dan tanggung-jawab
Berikut ini penjelasan mengenai kompetensi tersebut.
a.
Melakukan coaching yang sesuai etika dan standar
profesional Coach harus mampu:
·
Memahami dan menampilkan perilaku yang sesuai standar ICF.
·
Memahami dan mengikuti pedoman etika ICF.
·
Mengkomunikasikan dengan jelas perbedaan penting antara coaching,
konsultasi, psikoterapi, dan profesi dukungan yang lain.
·
Merujuk coachee pada pihak profesional lain saat
dibutuhkan.
Sebagai coach,
ia harus memahami dan menampilkan perilaku yang sesuai dengan etika. Seorang coach
harus bisa menampilkan percakapan yang terfokus, cermat, dan menggali.
Percakapan pada topik lebih berbasis pada isu sekarang dan masa depan. Dalam
percakapan, jika seorang coach hanya menitikberatkan pada mengajarkan
sesuatu (telling) dan terutama bercakap tentang masa lalu—apalagi
masalah emosional masa lalu (therapeutic mode)—maka coach tersebut
dinyatakan belum layak. Demikian pula, jika coach secara eksklusif
banyak memberikan nasihat dan misalnya jawaban seorang coach memberi
indikasi apa yang harus dilakukan oleh coachee, maka coach tersebut
dianggap belum layak. Seorang coach harus pula menjaga kepercayaan atau
kerahasiaan dari coachee, menjaga isi percakapan dan tidak menceritakan
apapun kepada orang lain tanpa izin dari coachee, dan tidak mempunyai
kepentingan pribadi (conflict interest) atau melibatkan dalam politik
organisasi.
Dari awal,
seperti hubungan bisnis atau hubungan sosial lain, dalam coaching sudah
dituntut dan dibangun adanya kepercayaan. Kepercayaan adalah dasar dari kerja
sama dan saling ketergantungan.
b.
Menetapkan persetujuan coaching
Ada 3 (tiga)
pihak yang perlu dilibatkan dalam mendapatkan dan menetapkan persetujuan.
Mereka adalah coach, coachee, dan sponsor. Sponsor adalah organisasi
yang meminta bantuan pada coach dan menyediakan fasilitas yang
diperlukan. Tak jarang coachee juga menjadi sponsor. Coachee adalah
orang yang mendapat coaching, dan coach adalah orang yang
melakukan coaching kepada coachee.
Coach harus mampu:
·
Memahami dan mendiskusikan dengan coachee secara
efektif tentang pedoman dan parameter spesifik dari hubungan kerja dalam coaching.
·
Mencapai persetujuan tentang apa yang dianggap memadai dan
tak memadai, apa yang harus ditawarkan dan tidak ditawarkan tentang tanggung
jawab coachee/s dan coache/s.
·
Tentukan apakah ada kesesuaian antara metoda coaching dan
kebutuhan dari coachee.
c.
Membangun kepercayaan (trust) dan keakraban (intimacy)
Mampu menciptakan suasana aman, rasa hormat dan percaya.
Coach harus mampu:
·
Menunjukkan kepedulian yang ikhlas terhadap kesejahteraan
dan masa depan coachee.
·
Terus memperlihatkan integritas diri, kejujuran dan
keiklasan.
·
Mengembangkan persetujuan yang jelas dan menjaga janji.
·
Memperlihatkan rasa hormat atas persepsi coachee,
gaya belajar, dan kepribadian yang dimiliki (personal being).
·
Memberikan dukungan terus-menerus untuk dan terhadap
perilaku dan tindakan kampiun baru, termasuk mengambil risiko dan kekhawatiran
atas kegagalan.
·
Meminta izin melakukan hal-hal yang sensitif dan area-area
baru.
d.
Hadir selama proses coaching
Penuh
kesadaran dan menciptakan hubungan spontan dengan coachee, menghadirkan
gaya yang terbuka, luwes, dan percaya diri.
Coach harus mampu:
·
Hadir dan luwes selama proses coaching, dan
fleksibel dengan waktu yang tersedia.
·
Menilai intuisi sendiri dan mempercayai apa yang terasa
dalam hati (goes with the gut).
·
Terbuka untuk tidak (perlu) tahu dan mengambil risiko.
·
Memperlihatkan banyak cara untuk bekerja dengan coachee,
dan memilih cara yang paling efektif pada saat yang tepat.
·
Menggunakan humor dengan baik untuk menciptakan suasana
cerah dan energik.
·
Mengalihkan pandangan dan melakukan percobaan secara
mantap (confidently) dengan kemungkinan baru untuk tindakan coachee.
·
Memperlihatkan percaya diri dalam bekerja (dengan emosi
yang kuat), dan dapat mengelola sendiri, tidak berlebihan, dan tidak lemah
dengan emosi coachee.
e.
Mendengar aktif
Kemampuan
mendengar apa yang dikatakan dan tak dikatakan oleh coachee dengan penuh
perhatian, memahami makna apa yang dikatakan sesuai apa yang diinginkan coachee,
dan mendukung coachee mengungkapkan diri.
Coach harus mampu:
·
Hadir secara penuh dengan agenda coachee, bukan
agendanya sendiri.
·
Mendengar apa yang menjadi perhatian, tujuan, nilai, dan
keyakinan tentang apa yang mungkin dan tidak mungkin dari coachee.
·
Membedakan antara kata-kata, nada suara, dan bahasa tubuh.
·
Menyimpulkan, mengatakan dengan kalimat coach sendiri
apa yang dijelaskan oleh coachee dan mengulang kembali apa yang
dikatakan coachee untuk mendapatkan kejelasan.
·
Memberi dorongan, menerima, menggali, dan menguatkan
ungkapan perasaan, persepsi, perhatian, keyakinan, usul, dan lain-lain.
·
Memadukan dan membangun berbagai gagasan dan usulan coachee.
·
Menggarisbawahi atau memahami inti dari komunikasi coachee
dan membantunya memahami sendiri daripada memberi uraian cerita yang
panjang.
·
Membiarkan coachee mendapatkan kejelasan tanpa
penilaian atau ketentuan agar coachee dapat bergerak lebih lanjut.
f.
Mengajukan pertanyaan yang kuat (powerful)
Kemampuan
bertanya yang memiliki pengaruh kuat dan fokus pada kebutuhan cochee akan
berdampak pada suksesnya pelaksanaan coaching.
Coach harus mampu:
·
Mengajukan pertanyaan yang merefleksikan mendengar yang
aktif dan mengenal pandangan coachee.
·
Mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan penemuan,
pemahaman, komitmen, dan tindakan (misalnya tantangan terhadap asumsi dari coachee).
·
Mengajukan pertanyaan terbuka dan tertutup yang
menciptakan kejelasan, kemungkinan atau pembelajaran baru.
·
Mengajukan pertanyaan yang membantu coachee menuju
apa yang coachee maksud, bukan pertanyaan yang menilai apa yang terjadi
di masa lalu.
g.
Komunikasi langsung
Kemampuan
berkomunikasi secara efektif selama sesi coaching dan menggunakan bahasa
yang mempunyai dampak positif pada coachee.
Coach harus mampu:
·
Berkomunikasi dengan jelas, terucap, dan langsung, dalam
berbagi dan memberikan umpan balik.
·
Membuat kembali kerangka dan ucapan untuk membantu coachee
memahami pandangan yang berbeda, dan apa yang coachee inginkan namun
tidak yakin.
·
Menyampaikan dengan jelas tujuan coaching, agenda
pertemuan, maksud dari teknik atau kegiatan.
·
Menggunakan bahasa yang baik dan menghargai coachee (misalnya
tidak-sexist, tidak rasis, tidak teknis, tidak menggunakan jargon).
·
Menggunakan metafor dan analog membantu memberikan
gambaran secara verbal.
h.
Menciptakan kesadaran
Kemampuan
untuk memadukan dan mengevaluasi berbagai sumber informasi, dan memberi
penafsiran yang berguna bagi coachee agar percaya diri dan bersemangat
mencapai hasil yang disepakati.
Coach harus mampu:
·
Membantu keluar dari apa yang coachee katakan dalam
menilai kepedulian coachee, tidak terjebak dengan uraian coachee.
·
Menguatkan penelitian untuk mendapatkan pemahaman,
kesadaran, dan kejelasan yang memadai.
·
Mengenal apa yang menjadi dasar dari kepedulian coachee,
persepsi yang tipikal dan cara yang sama terhadap dirinya (coachee) dan
dunia sekitarnya, perbedaan antara fakta dan penafsiran, kesenjangan antara
pemikiran, perasaan, dan tindakan.
·
Membantu coachee mendapatkan pemikiran-pemikiran
baru, keyakinan, persepsi, emosi, suasana emosi, dan lain-lain yang menguatkan
kemampuan coachee melakukan tindakan dan mencapai apa yang penting bagi coachee.
·
Mengkomunikasikan pandangan yang lebih luas kepada coachee
yang menginspirasi (menggugah), untuk mengubah sudut pandang dan
mendapatkan kemungkinan-kemungkian baru untuk tindakan.
·
Membantu coachee melihat faktor-faktor yang berbeda
dan berkaitan, yang mempengaruhi coachee dan perilakunya (misalnya
emosi, pemikiran, latar belakang).
·
Mengekspresikan pandangan (pemahaman) coach sendiri
kepada coachee dengan cara yang baik dan memberi makna bagi coachee.
·
Membantu mengenal kekuatan-kekuatan utama versus area pembelajaran
dan pertumbuhan yang luas, dan apa yang paling penting untuk ditangani.
·
Membantu coachee membedakan hal-hal yang sepele
dengan isu yang penting, situasi yang dihadapi versus perilaku sama yang
berulang dilakukan.
·
Membantu mendeteksi kesenjangan antara apa yang dikatakan
dengan apa yang dilakukan.
·
i.
Merancang tindakan
Kemampuan
bersama coachee menciptakan peluang untuk terus belajar selama sesi coaching
(situasi pekerjaan dan kehidupan), dan untuk mengambil tindakan-tindakan
baru yang paling efektif menuju hasil yang disepakati.
Coach harus mampu:
·
Melakukan curah pendapat dan membantu coachee menentukan
tindakan-tindakan yang memungkinkan coachee mendemonstrasikan,
mempraktikkan, dan memperdalam pembelajaran.
·
Membantu coachee memfokuskan dan menggali
kepedulian (perhatian) dan peluang yang spesifik, menuju pada tujuan yang
disepakati.
·
Mendorong coachee menggali gagasan dan pilihan
solusi, menilai, dan membuat keputusan.
·
Menggalakkan percobaan aktif dan penemuan sendiri (self
discovery), dan akan melaksanakan apa yang telah didiskusikan dan
dipelajari selama sesi-sesi sebelumnya, di tempat kerja.
·
Menghargai (merayakan) sukses dan kemampuan untuk
berkembang ke depan.
·
Memberi tantangan pada asumsi dan pandangan coachee yang
memprovokasi ide baru untuk mendapatkan kemungkinan tindakan baru.
·
Mengajukan sudut pandang yang berhubungan dengan tujuan coachee,
dan tanpa mengikat, mendorong coachee untuk mempertimbangkan.
j.
Menetapkan rencana dan tujuan
Kemampuan mengembangkan
dan memelihara rencana coaching yang efektif sehingga tindakan dan
langkah yang telah ditetapkan harus dituangkan dalam rencana dan tujuan yang
benar-benar dihayati oleh coachee.
Coach harus mampu:
·
Membantu mengkonsolidasikan informasi yang terkumpul
menjadi rencana dan tujuan yang benar-benar menjadi perhatian dan area utama
pembelajaran dan pengembangan.
·
Mendorong terciptanya sebuah rencana dengan hasil yang
bisa dicapai, terukur, spesifik, dan dalam rentang waktu yang jelas sesuai
kebutuhan.
·
Melakukan penyesuaian atas rencana sesuai dengan kebutuhan
selama sesi-sesi coaching dan perubahan situasi yang dihadapi.
·
Membantu coachee mengenal dan mengakses sumber daya
yang tersedia dan berbeda.
·
Membantu mengenal dan menentukan target untuk sukses awal
yang penting bagi coachee.
k.
Mengelola kemajuan dan tanggung jawab
Kemampuan
untuk terus memberi perhatian pada apa yang penting bagi coachee, dan
membiarkan coachee bertanggung jawab untuk mengambil tindakan.
Setelah
memiliki rencana tindakan dan tujuan, saatnya coachee bertanggung jawab
sepenuh hati atas rencana dan tujuan tersebut. Tidak jarang coachee menemui
halangan selama perjalanan.
Coach harus mampu:
·
Mengajukan permintaan pada coachee tentang tindakan-tindakan
yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan.
·
Memperlihatkan tindak lanjut pada coachee dengan
menanyakan tindakan-tindakan mendapatkan komitemen penuh dari coachee selama
sesi-sesi sebelumnya.
·
Mengakui apa yang telah coachee lakukan dan tidak
dilakukan, belajar (menyadari) apa yang telah terjadi pada sesi-sesi
sebelumnya.
·
Membantu menyiapkan, mengorganisasi, dan melakukan
tinjauan secara efektif terhadap informasi yang diperoleh selama sesi-sesi
sebelumnya.
·
Menjaga coachee tetap dalam arah yang sesuai di
antara sesi-sesi, dengan cara memberi perhatian pada rencana dan tujuan/hasil (goal/outcome),
rangkaian tindakan yang disepakati, dan topik berikutnya.
·
Membantu fokus pada rencana coaching tetapi juga
terbuka untuk penyesuaian perilaku dan tindakan berdasarkan proses coaching dan
perubahan selama sesi-sesi sebelumnya.
·
Membantu coachee agar mampu bergerak luwes di
antara gambaran rencana besar (makro), menetapkan konteks yang sedang
didiskusikan, dan ke mana arah yang dituju.
·
Mendorong coachee agar disiplin dan bertanggung
jawab atas apa yang coachee katakan dan akan lakukan berkaitan dengan
hasil yang ingin dicapai atau rencana spesifik sesuai jadwal.
·
Membantu mengembangkan kemampuan coachee dalam
mengambil keputusan, mengutamakan yang penting, menerima umpan balik, dan
menetapkan kecepatan pembelajaran, serta membantu merefleksikan.
·
Konfrontasikan secara positif tentang fakta dari tindakan
yang tidak disetujui oleh coachee
3. Etika Coaching
Federasi
Coach Internasional dalam Grene and Grant (2003), menyampaikan bahwa: sebagai
seorang coach, ia harus memahami dan menampilkan perilaku yang
sesuai dengan etika, di antaranya:
a.
Seorang coach harus bisa menampilkan percakapan
yang fokus, cermat, dan menggali. Percakapan difokuskan pada topik yang lebih
berbasis pada isu sekarang dan masa depan. Dalam percakapan, jika seorang coach
hanya menitikberatkan pada mengajarkan sesuatu (telling) dan
terutama bercakap tentang masa lalu – apalagi masalah emosional masa lalu (therapeutic
mode), maka coach tersebut dinyatakan belum layak.
b.
Seorang coach tidak semestinya terlalu banyak
memberikan nasihat dan memberikan jawaban tentang apa yang harus
dikerjakan/dilakukan oleh coachee. Jika seorang
coach secara eksklusif
banyak memberikan nasihat dan jawaban seorang coach memberi indikasi
tentang apa yang harus dilakukan oleh coachee, maka ia dianggap belum
layak menjadi coach.
c.
Seorang coach harus pula menjaga kepercayaan atau
kerahasiaan dari coachee.
d.
Seoarang coach harus menjaga kerahasiaan, tidak
menceritakan apapun isi percakapan kepada orang lain tanpa izin dari coachee
dan tidak mempunyai kepentingan pribadi (conflict interest) atau
terlibat dalam politik organisasi.
Dalam penjelasan lainnya, seorang coach harus memiliki
komitmen untuk menjaga etika coaching, di antaranya:
a.
Akan melakukan sendiri pembinaan sebagai profesi dan akan
menahan diri dari perbuatan yang merugikan atau menimbulkan kekeliruan
pemahaman masyarakat atau pemahaman terhadap pembinaan sebagai profesi.
b.
Akan mengidentifikasi tingkat kompetensi dan tidak akan
melebih-lebihkan kualifikasi, keahlian atau pengalaman sebagai pelatih.
c.
Akan memastikan bahwa klien mengerti sifat pembinaan dan
ketentuan perjanjian pembinaan antara coach dan coachee.
d.
Tidak akan sengaja menyesatkan coachee untuk
menerima proses pembinaan atau sebagai pelatih mereka.
e.
Akan menghormati kerahasiaan informasi klien atau coachee,
kecuali jika diizinkan, atau seperti yang dipersyaratkan oleh hukum.
f.
Akan meminta izin informasi dari coachee sebelum
merilis nama mereka sebagai klien atau identitas lainnya.
g.
Akan waspada dan memperhatikan ketika coachee tidak
lagi mendapatkan manfaat dari hubungan pembinaan dan akan lebih baik dilayani
oleh coach lain atau sumber lain, serta saat itu akan mendorong klien
untuk melakukan perubahan itu.
h.
Akan berusaha untuk menghindari konflik kepentingan antara
coach dengan coachee. Setiap kali konflik atau potensi konflik
kepentingan muncul, akan secara terbuka mengungkapkannya dan sepenuhnya
berdiskusi dengan klien, dan menghadapinya dengan cara terbaik dalam melayani
seorang klien.
i.
Akan mengungkapkan atau mengkonfirmasi kepada klien semua
arahan atau saran mengenai klien dari pihak lain.
j.
Akan menghormati perjanjian yang dibuat dan membangun
kesepakatan yang jelas yang mungkin termasuk kerahasiaan, laporan kemajuan, dan
keterangan lain. Akan mendapatkan izin dari orang yang sedang dilatih sebelum
merilis informasi kepada orang lain.
k.
Tidak akan memberikan informasi atau nasihat yang tidak
diketahui di luar kompetensi sehingga dapat menyesatkan klien.
Disadur dari
BPU CHOACHING, Edisi Revisi ProDEP 2015
Oleh : Amin
Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar