MENTORING
1.
Definisi
Mentoring didefinisikan
sebagai salah satu bentuk dukungan yang mungkin diperoleh individu ketika ia
sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas dirinya, baik sebagai profesional
dalam pekerjaan maupun sebagai pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Dukungan
dari teman sebaya (peer support from collague), adanya supervisi dari
atasan, pembelajaran dari guru/tutor, pelatihan dari pelatih (trainer),
pendampingan dari teman atau orang tua, dan lain sebagainya juga merupakan
berbagai bentuk dukungan selain mentoring.
Mentoring sendiri
merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, dengan rentang variasi yang
sangat lebar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan situasi dan ruang lingkupnya.
Oleh karena itu, definisi mentoring relatif sulit untuk dijabarkan.
Berikut ini beberapa definisi tentang mentoring, mentor, dan mentee.
a.
Mentoring
·
Mentoring adalah hubungan interpersonal
berbentuk kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman maupun yang
pengetahuannya lebih sedikit (Crawford, 2010)
·
Mentoring merupakan dukungan terhadap
perorangan sehingga mereka dapat berkembang dan dapat melakukan sesuatu secara
lebih efektif. Mentoring dalam konteks ini berbentuk kemitraan antara mentor
(yang memberi bimbingan) dan mentee (yang menerima bimbingan) yang
dirancang untuk membangun kepercayaan diri mentee (Europe Region, 2006)
·
Mentoring adalah hubungan pembelajaran timbal
balik dan kolaboratif antara dua orang atau lebih yang sama untuk membantu mentee
bekerja mencapai sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan bersama
(Zachary, 2005)
·
Mentoring adalah bantuan tidak resmi dari satu
orang ke yang lainnya untuk memperluas wawasan, mencapai perubahan paradigma
berpikir, dan peningkatan kualitas kerja (McKimm, Jollie, & Hatter, 2007)
·
Mentoring memiliki tujuan dasar yakni proses
pelibatan (engagement) dan belajar. Mentoring akan berhasil jika
kebutuhan belajar menentukan strukturnya, apabila dilakukan secara bersama, dan
komitmen belajar oleh mitra mentoring menjadi unsur kuncinya (Kaswan,
2012)
b.
Mentor
·
Mentor adalah seseorang yang membantu orang lain agar
dapat berubah menjadi sosok yang diinginkan oleh orang tersebut (Montreal
CEGEP, 1988)
·
Mentor adalah seseorang yang menyediakan bantuan bagi
orang lain (mentee) dengan menggunakan berbagai teknik untuk membantu mentee
dalam menjalaniproses transisi yang penting bagi pengembangan dirinya, baik
dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
2.
Filosofi dan Sejarah Mentoring
Berada dalam
tahap awal suatu pekerjaan atau tugas baru adalah tantangan tersendiri bagi
seseorang. Tahap ini merupakan awal yang menandai dimulainya praktik nyata atas
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan (dan yang telah
dipelajari) yang diaplikasikan pada situasi nyata di dunia kerja. Tahap ini
bisa menjadi masa transisi yang sangat menantang dan sekaligus menekan.
Mentoring merupakan
upaya mendukung perorangan sehingga mereka dapat berkembang lebih efektif. Mentoring
merupakan kemitraan antara mentor (yang memberi bimbingan) dengan mentee
(yang menerima bimbingan) yang dirancang untuk membangun kepercayaan diri mentee.
Kemitraan dimaksud dapat meliputi pembelajaran, eksperimentasi, dan
pengembangan keahlian. Hasil mentoring dapat diukur berdasarkan
keterampilan, wawasan, sikap, dan kompetensi yang diperoleh mentee (Kaswan,
2012).
Istilah mentoring
dapat dilacak sampai pada mitologi Yunani di Odysseus di mana ia menunjuk
seorang penasihat bernama Mentor sebagai orang yang dipercaya untuk merawat dan
mendidik anak laki-lakinya selama Odysseus pergi dalam Perang Trojan (Stone,
2004). Istilah mentor berkembang menjadi terminologi umum yang bermakna sebagai individu yang bijak dan dapat dipercaya sejak
peristiwa tersebut. Mentor diasumsikan sebagai pelindung sehingga orang yang
dilindungi disebut dengan protégé/mentee.
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan budaya serta kebutuhan, mentoring
tidak lagi sekadar upaya melindungi seseorang pada posisi lemah. Mentoring
adalah proses pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara senior dengan
junior dalam suatu organisasi yang dimanfaatkan sebagai alat untuk mendorong
perkembangan profesional dan peningkatan karir (Shea, 2001; Kram 1985; Hunt
& Michael, 1983).
Proses mentoring
memanfaatkan jejaring yang terjadi di antara individu-individu yang terkait
untuk mendukung pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Maxwell (2008) bahkan
dengan tegas mengatakan bahwa salah satu semboyan bagi mentor adalah “Bawa
orang ke tempat yang lebih tinggi”. Makna dari istilah “lebih tinggi” di
sini adalah posisi di mana individu memiliki pengetahuan yang lebih luas
dan/atau dalam, keterampilan yang lebih dapat diandalkan, dan sikap yang lebih
profesional. Semboyan tersebut sangat dikenal pada lingkup kerja yang
memerlukan kerja manual yang bermodalkan keterampilan. Ada beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh mentor dalam mewujudkan semboyan
tersebut, yaitu:
a.
pengembangan orang lain adalah prioritas yang harus
diutamakan dalam hubungan mentoring,
b.
pengembangan hubungan baik harus dilaksanakan sebelum
proses dimulai,
c.
membantu selama proses mentoring berlangsung,
d.
melakukan transfer pengetahuan dan keterampilan secara
bertahap (mulai dari mencontohkan, mengerjakan bersama, sampai akhirnya mentee
dapat melaksanakan secara mandiri),
e.
membangkitkan motivasi mentee dalam belajar dan
berprestasi, f. mendampingi mentee dalam setiap kesulitan yang mungkin
akan dihadapi selama proses mentoring, mendorong kemandirian mentee saat
dia sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai,
f.
membantu
mentee untuk menerapkan apa yang sudah diperolehnya selama proses mentoring
dalam kehidupan sehari-hari (baik dalam pekerjaan/organisasi maupun
pribadi/keluarga).
Proses mentoring seperti yang telah dipaparkan di
atas dapat ditemukan dalam konteks Indonesia, khususnya pada budaya nyantrik
pada bidang-bidang kerja yang memerlukan keahlian dan keterampilan khusus.
Pada budaya nyantrik ini, istilah yang digunakan bukan mentor-mentee
melainkan begawan/empu/kiai--cantrik/santri. Begawan diasumsikan sebagai
figur yang serba bisa, memiliki kesempurnaan dan moralitas tinggi, serta dianggap
serba tahu sehingga dapat menjadi figur panutan dan tempat bertanya. Cantrik
bagi sang begawan/empu atau santri bagi sang kiai adalah anak didik yang
diharapkan suatu saat dapat menjadi begawan dan menjadi kiai.
Cantrik, artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke
mana ia pergi dan menetap, dengan tujuan mempelajari suatu keahlian. Sebenarnya
kebiasaan cantrik ini masih dapat dilihat sampai sekarang, meski sudah tidak
“sekental” yang pernah didengar. Misalnya, seseorang yang hendak memperoleh
kepandaian dalam pewayangan, menjadi dalang atau menabuh gamelan, dia akan
mengikuti orang lain yang sudah ahli, dalam hal ini biasanya dia disebut
“dalang cantrik”, meskipun kadang-kadang juga dipanggil “dalang magang”. Selama
nyantrik, seorang cantrik harus mau melakukan pekerjaan apapun, termasuk
pekerjaan-pekerjaan pembantu rumah tangga sang dalang senior. Cantrik juga ikut
membantu persiapan pentas termasuk mengangkat-angkat perabotan dan peralatan
pentas.
Pada saat menjalani kehidupan di padepokan/pesantren,
banyak hal yang bisa diperoleh cantrik/santri dari kehidupan sang begawan/kiai.
Mereka bisa melihat dari dekat, bagaimana sikap dan perilaku sang begawan/kiai,
mulai dari cara berjalan, berbusana, bertutur kata, berdiplomasi, menerima tamu,
menolak permintaan, menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan cara
bercandanya akan menjadi ilmu yang sangat berguna bagi cantrik/santri.
Pengalaman ini tidak akan diperoleh secara resmi di dalam kelas, saat sang
begawan/empu/kiai memberi pelajaran keilmuan.
Konsep dan proses nyantrik yang dijelaskan di atas
tampaknya teradaptasi dalam prinsip-prinsip pemimpin pembelajaran yang
diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu; ing ngarso sun tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.
a.
Prinsip
Ing Ngarso Sun Tulodo. Ing Ngarso artinya di depan/di muka, Sun berasal dari
kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti
teladan. Dalam perkembangannya, terminologi Ing Ngarso Sun Tulodo kelihatannya sedikit
mengalami pergeseran, yaitu menjadi Ing Ngarso Sung Tulodo. Ada perbedaan kata antara sun
dan sung. Dalam penulisan ini kami akan memilih menggunakan kata
“sun”, dan kami berharap para pembaca tidak terlampau mempersoalkan masalah
ini. Ing Ngarso Sun Tulodo maknanya adalah bahwa seorang pemimpin
harus mampu memberikan suri teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Ia harus
dapat memberikan contoh bagi stafnya tentang perilaku jujur, disiplin, terbuka,
berpikir positif, dan integritas.
b.
Prinsip Ing Madyo Mbangun Karso. Dari berbagai
referensi yang tersedia, terdapat dua penyebutan yang berbeda untuk prinsip Ing
Madyo Mangun Karso. Ada yangmenyebut dengan “Ing Madyo Mbangun Karso”,
dan ada yang menyebut dengan Ing Madyo Mangun Karso”. Untuk mudahnya,
dalam tulisan ini ditulis dengan Ing Madyo Mangun Karso (tanpa “b”),
sekadar mengikuti dugaan bahwa kebanyakan orang lebih terbiasa menyebutkan ini.
Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mangun berarti
membangkitkan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk
kemauan atau niat. Jadi makna dari kata Ing Madyo Mangun Karso adalah
seorang pemimpin di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau
menggugah semangat. Ia harus mampu mendorong agar ia dan orang lain bisa
berinovasi, dan menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk keamanan dan
kenyamanan. Selain itu seorang pemimpin harus dapat menjadi mitra yang sejajar
untuk bersama-sama maju menjadi agen pembaruan, dan mengajak staf untuk
membangun gagasan dan kemudian mewujudkannya secara bersama-sama.
c.
Prinsip Tut Wuri Handayani. Tut Wuri artinya
mengikuti dari belakang dan Handayani berarti memberikan dorongan
moral atau dorongan semangat. Dengan demikian Tut Wuri Handayani dapat
diartikan seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja
dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang di sekitar
agar tumbuh motivasi dan semangat. Ia juga selalu berusaha memberikan
kepercayaan kepada staf yang dipimpin, mendorong dan mendukung setiap staf
untuk tampil maju menunjukkan kemampuannya. Pemimpin yang berada di barisan
belakang harus pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten
dalam gerakan dan arahnya, agar terjadi apa yang disebut goal congruency, suatu
keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam suatu organisasi mestinya
konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency, arah gerakan
organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin
justru saling berlawanan. Seorang pemimpin sejati harus bisa ngemong (bahasa
jawa yang berarti melayani, mengasuh, take care of). Bagaimana seorang
penggembala itik berjalan di posisi paling belakang setelah barisan itik-itik
yang digembalakannya, sering digunakan sebagai ilustrasi untuk menggambarkan
bagaimana seorang pemimpin dapat mengarahkan orang dari belakang.
Setiap orang memiliki bakat sendiri.
Setiap orang juga memiliki kemampuan untuk bisa bergerak maju mendapatkan apa
yang mereka mau, dan juga apa yang diinginkan oleh organisasi. Pemimpin sejati
memberikan dorongan dari belakang, namun tetap mengarahkan agar sesuai tujuan,
dan mampu memastikan bahwa orang-orang di dalam organisasi bekerja sesuai
dengan arah dan strategi yang telah ditetapkan. Jadi, seorang pemimpin sejati
akan tut wuri handayani. Makna keseluruhan Tut Wuri Handayani bertujuan
untuk menciptakan pribadi yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.
Diharapkan akan muncul generasi baru yang akan berani memimpin tanpa menunggu
orang lain untuk memimpin.
3.
Prinsip-prinsip
dalam Mentoring
Ø Keteladanan
adalah sesuatu yang inheren
Ø Keteladanan
itu membahagiakan
Ø Hati-hati
dengan keteladanan negatif
Ø Keteladanan
mencakup seluruh aspek
Ø Tenang dalam
bersikap· Selaras dalam berpikir, berbicara, dan bertindak
Ø Keteladanan
akan membangun kepercayaan orang
Ø Integritas
tidak ditentukan oleh sertifikat
Ø Integritas
adalah sahabat terbaik Saudara
Ø Pemimpin
sebagai motivator
Ø Pemimpin
membangun kebersamaan
Ø Memberikan
penugasan kepada ahlinya
Ø Pemimpin
menjadi mentor bagi pengikutnya
Ø Pemimpin
membangun kepercayaan
Ø Pemimpin
berpikir positif dan berserah diri
Ø Pemimpin
menciptakan lingkungan yang tepat
a. Prinsip mentoring “membawa orang ke
tempat yang lebih tinggi”oleh John C. Maxwell2)
Berikut ini adalah salah satu prinsip
mentoring yang dikembangkan oleh John C. Maxwell dalam bukunya “Mentoring
101, Hal-hal yang Harus Diketahui oleh Para Pemimpin”. Ia mengilustrasikan
bagaimana seseorang yang sudah memiliki keterampilan dan keahlian mau
mengembangkan orang lain. Konsepnya ialah “BAWALAH ORANG LAIN KE TEMPAT YANG
LEBIH TINGGI”.
Hal pertama yang ia tuliskan adalah
bahwa “tidak ada kesuksesan yang terjadi secara otomatis dan hanya didasarkan
pada pengetahuan”. Sesungguhnya hal penting yang perlu diketahui terlebih
dahulu oleh seorang mentor adalah memiliki konsep mengenai orang lain. Konsep
pemahaman tentang orang lain antara lain:
· semua orang
ingin merasa dihargai
· semua orang
utuh dan menanggapi ketika disemangati
· semua orang
secara alamiah ingin dimotivasi
· semua orang
percaya terlebih dahulu sebelum mengikuti kepemimpinan seseorang
Maxwell pun menyebutkan bahwa ada 3
hal penting yang perlu dipahami dalam mentoring yaitu:
· memahami
orang lain
· menghadapi
orang lain
·
memperdulikan orang lain sepenuh hati
Selanjutnya, ia menjelaskan tentang
bagaimana seharusnya seorang mentor berpikir. Ia menuliskan beberapa hal
tentang apa yang harus dipikirkan oleh seorang mentor, antara lain:
1) Prioritas
untuk mengembangkan orang lain. Jika Saudara ingin membuat perbedaan dalam
kehidupan orang lain maka berkomitmenlah untuk mengembangkan orang lain.
2) Membatasi
hal-hal yang harus dikerjakan. Gunakan Prinsip PARETO (80/20). Prinsip ini
mengatakan bahwa jika Saudara memfokuskan perhatian pada 20persen teratas dari
apapun yang Saudara lakukan, Saudara akan memperoleh hasil sebesar 80 persen.
Tetapkan 20 persen orang terbaik di sekitar Saudara, orang yang memiliki
potensi besar yang akan dikembangkan, maka Saudara akan memperoleh hasil
sebesar kapasitas 80 persen orang.
3) Mengembangkan
hubungan sebelum memulai mentoring. Ketika Saudara bersiap-siap
untuk mengembangkan orang lain, sisihkan waktu untuk mengenal mereka. Mintalah
mereka membagikan kisah hidupnya dengan Saudara, tentang perjalanan mereka
sejauh ini. Temukan apa yang memotivasi hidup dan kerja mereka, apa saja
kekuatan dan kelemahan mereka, serta seperti apa temperamen mereka. Luangkan
waktu bersama mereka di luar lingkungan biasanya Saudara bertemu dengan mereka.
4) Membantu
tanpa syarat. Ketika mulai mengembangkan orang, jangan pernah berpikir
untuk mengambil keuntungan dari orang itu.
5) Membiarkan
mentee terbang bersama untuk sementara waktu. Jangan bekerja seorang
diri. Setiap kali Saudara melakukan apapun yang Saudara ingin delegasikan pada
orang lain, ajaklah seseorang bersama Saudara. Gunakan empat prinsip berikut
ini: a) saya melakukan, b) saya melakukan dan kamu melihat, c) kamu melakukan
dan saya melihat, d) kamu melakukan.
6) Mengisi
bahan bakar pada tangki mentee. Seorang mentor, layaknya seorang
mentor penerbangan, bisa memberikan sumber-sumber daya sebagai bahan bakar bagi
calon penerbang agar lebih maju. Bahan bakar dimaksud misalnya buku,
bahan-bahan bacaan, dan lain-lain, untuk pertumbuhan mentee-nya. Jika
memungkinkan, ajak mentee mengikuti seminar atau beri informasi tentang
seminar atau pertemuan-pertemuan ilmiah yang relevan. Ada kegembiraan yang
besar ketika kita dapat memberikan sumber daya untuk membantu mereka agar dapat
naik ke tingkatan yang lebih tinggi.
7) Bertahan
hingga mentee mampu bekerja sendiri dengan baik. Ia menggunakan
analogi seorang pelatih penerbang dengan calon penerbang. Seorang pelatih
penerbang tidak akan mengizinkan seorang calon penerbang untuk terbang
sendirian sebelum calon tersebut siap terbang. Namun, jika seorang calon
penerbang sudah siap, ia akan membiarkan calon penerbang melakukan terbang
sendiri. Seorang penerbang berbeda dengan agen perjalanan. Pelatih penerbang
akan menemani calon penerbang sampai siap, sedangkan agen penerbangan hanya
menyediakan tiket terbang tanpa harus menemani terbang. Tetaplah bersama mereka
sampai mereka siap terbang. Demikian juga seorang mentor, tetaplah mendampingi
mereka sampai mereka siap melakukannya sendiri.
8) Membersihkan
landasannya. Masih dengan analogi penerbang dan calon penerbang, jika
seorang pelatih penerbang telah melatih calon penerbang untuk terbang, dan
telah melengkapinya dengan bahan bakar, serta telah mengizinkan untuk mengambil
kontrol penerbangan, maka penerbang harus juga memberikan arah/rute penerbangan
yang mudah dipahami sehingga ia bisa kembali pada tempat yang seharusnya. Hal
ini biasanya luput dari perhatian para mentor, karena biasanya dianggap sudah
memahami secara praktik.
9) Membantu
mentee mengulangi proses. Setelah Saudara melakukan segala hal yang
seharusnya dilakukan untuk membantu orang lain hingga mereka mampu tinggal
landas dan mengudara, pada umumnya orang berpikir bahwa tugas telahselesai.
Namun sesungguhnya masih ada satu langkah lagi yang harus ditempuh. Saudara
sebagai mentor perlu membantu mereka untuk belajar mengulangi proses
pengembangan ini kepada orang lain atau belajar membimbing orang lain. Apabila
hal ini dilakukan maka Saudara akan melihat bahwa kesuksesan sesungguhnya
bukanlah sebuah kesuksesan jika tanpa penerus.
Dampak positif dari mengembangkan
orang lain tentu sangat besar. Namun Saudara tidak harus menjadi orang yang
hebat, atau memiliki bakat luar biasa untuk menjadi mentor bagi orang lain.
Dibutuhkan keinginan yang kuat dan komitmen untuk menjalani prosesnya, dan
inilah bagian paling berharga dari sebuah kesuksesan. “Membawa orang lain ke
tempat yang lebih tinggi sesungguhnya merupakan kegembiraan/kebahagiaan
terbesar di dunia ini”.
Hal yang dibutuhkan orang dalam
sebuah organisasi dan harus menjadi perhatian kita dalam mengembangkannya
(dalam konteks mentoring) dirumuskan dalam satu akronim yang disebut
dengan BEST yang memiliki arti seperti berikut:
B – Believe in them (mempercayai
mereka)
E – Encourage them (menyemangati
mereka)
S – Share with them (berbagi
dengan mereka)
T – Trust them (mempercayakan
pada mereka)
b. Falsafah Minahasa “SI TOU TIMOU TUMOU TOU”3)
Falsafah penting dari tanah Minahasa
dan sudah dikenal banyak orang yakni Si Tou Timou Tumou Tou. Falsafah
ini berasal dari bahasa salah satu subsuku Minahasa yakni Tonsea, yang
diterjemahkan menjadi “manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika
sudah dapat memanusiakan manusia” dicetuskan oleh seorang dokter yang juga
merupakan pahlawan nasional Indonesia yakni Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob
Ratulangi disingkat Dr. Sam Ratulangi lahir di Tondano, Sulawesi Utara, 5
November 1890 – meninggal di Jakarta, 30 Juni 1949 pada umur 58 tahun. Makna
falsafah tersebut yakni bahwa seorang anak manusia dilahirkan bukan tanpa
tanggung jawab, melainkan memiliki tanggung jawab penting selain untuk dirinya
sendiri dan untuk orang lain. Tanggung jawab dimaksud adalah bahwa seseorang
harus memiliki kepedulian terhadap eksistensi orang lain. Orang lain dalam hal
ini tentunya dimulai dari orang-orang yang ada di sekitarnya, anak, orang tua,
saudara, sahabat, teman, atasan, bawahan, dan lebih luas lagi. Arti lebih
jelasnya adalah bahwa ada tanggung jawab seseorang kepada orang lain dalam
melengkapi hakikat kemanusiaan seseorang misalnya dengan memfasilitasi
nilai-nilai, norma-norma, etika, kebiasaan, pengetahuan maupun keterampilan.
Konsep “manusia hidup untuk
memanusiakan orang lain“ dalam realitas kehidupan manusia Minahasa, sejak dini
sekali muncul dalam wujud etos kerja Mapalus. Mapalus dapat dianggap sebagai
aktualisasi yang paling konkret tentang makna hakiki “Sitou timou tumou tou”
itu, yang tidak saja dilihat dari sifat sosial budayanya sebagai sumber adat
kebiasaan masyarakat, tetapi dan terutama pada 4 (empat) asas pelaksanaannya
(kekeluargaan, musyawarah dan mufakat, kerja sama dan keagamaan), dan 5 (lima)
prinsip dalam segi pengelolaan kehidupan mapalus: (tolong menolong,
keterbukaan, disiplin kelompok, kebersamaan, dan daya guna-hasilguna). Pada
tataran praktis, kegiatan Mapalus melibatkan seluruh masyarakat, lelaki, perempuan,
pemuda maupun anak-anak (peran masing-masing disesuaikan). Dalam konteks mentoring,
ketika kegiatan Mapalus, pemuda maupun anak-anak akan dilatih melakukan
pekerjaan dalam kebersamaan. Pemuda dan anak-anak dilatih juga bekerja bersama,
mengatur pekerjaan sampai menyelesaikan pekerjaan dengan benar.
Dalam lingkup terbatas pada
kepentingan masyarakat Minahasa sendiri, prinsip hidup “Sitou Timou Tumou Tou”
ini, menyatakan diri dalam bentuk masyarakat Papendangen (pendang berarti
ajar), suatu learning society yang berarti bahwa masyarakat Minahasa
adalah masyarakat yang selalu ingin menimba ilmu dan pengetahuan. Hal ini
berarti bahwa antara generasi tua dan muda terdapat kesinambungan melalui
proses ajar mengajar. Kalau ini diangkat ke tingkat pemikiran atau wawasan yang
bersifat falsafah, maka ajaran yang sekarang sering terdengar “Mari torang
baku bekeng pande” atau “mari kita saling membuat diri pandai”, merupakan
perwujudan masyarakat Papendangen di masa kini.
c. Motivasi dalam mentoring
Banyak individu dalam sebuah
organisasi yang sesungguhnya ingin berkembang menjadi lebih maju dari
sebelumnya. Mentoring sendiri merupakan salah satu strategi untuk
mencapai harapan dimaksud. Namun dalam mencapai harapan tersebut, dibutuhkan
berbagai trik agar orang yang belajar memiliki motivasi yang tinggi dan dapat
mempertahankan motivasinya sampai akhir kegiatan mentoring. Menurut John
Maxwell, hal penting yang perlu dipikirkan adalah “perlakukan orang lain
seakan-akan mereka memiliki 10 (untuk maksud memberi motivasi)”. Hal yang perlu
dilakukan dalam keseharian yakni:
·
Lihatlah seolah-olah mereka telah mencapai potensi
terbaiknya
·
Izinkan mereka “meminjam” rasa percaya diri seperti yang
Saudara miliki
·
Pergokilah mereka ketika sedang melakukan sesuatu yang
benar dan sesuai dengan harapan (pujilah mereka)
·
Pecayalah dengan cara yang terbaik, berikan kejelasan
keuntungan kepada mereka atas keragu-raguannya sendiri
·
Sadarlah bahwa angka “10” memiliki banyak arti maupun
definisi
·
Tempatkan orang-orang di daerah kekuatan mereka
·
Berikan perlakuan
kepada mereka seperti memberi perlakukan bagi yang memperoleh nilai “10”
Sumber : BPU Mentoring, Edisi Refisi untuk ProDEP 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar