Tahu Kedelai |
A. Isu Lingkungan
1.
Limbah Tahu: Bahaya yang Tak Disadari
Kerusakan lingkungan
menjadi masalah global.
Bumi semakin rapuh. Cuaca makin tak bersahabat. Kehidupan bumi terancam oleh efek rumah kaca, hujan asam, dan
kerusakan lapisan ozon, (Otto Sumarwoto, 1991:14).
Kenaikan
kadar CO2 dapat disebabkan oleh laju pemakaian bahan bakar minyak, batu bara,
dan bahan bakar organik lainnya. Baik dalam kegiatan rumah tangga maupun
industri. Cukup mengejutkan jika kemudian diketahui bahwa salah satu penyumbang
emisi gas rumah kaca yang cukupsignifikan di Indonesia adalah industri tahu.
Data dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) menyebutkan bahwa hingga Mei 2010 produksi tahu secara nasional sekitar 2,56 juta ton per tahun. Jumlah ini dihasilkan dari lebih kurang 84.000 unit usaha yang tersebar di seluruh wilayahIndonesia .
Dari jumlah tersebut diperkirakan potensi reduksi emisi gas karbondioksida
(CO2) mencapai satu juta ton ekuivalen per tahun(http:/bataviase.co.id/246536).
Data dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) menyebutkan bahwa hingga Mei 2010 produksi tahu secara nasional sekitar 2,56 juta ton per tahun. Jumlah ini dihasilkan dari lebih kurang 84.000 unit usaha yang tersebar di seluruh wilayah
Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah merupakan salah satu sentra industri tahu yang cukup potensional.
Di desa seluas 136 ha, dengan penduduk 1276 KK atau sekitar 5017 jiwa ini
setidaknya terdapat 312 industri tahu, berskala kecil. Data terakhir yang dilansir
aparat desa menyebutkan, setidaknya 7,2 ton tahu diproduksi dari desa ini setiap
hari.
Limbah Industri Tahu |
Sampai hari ini, masyarakat Desa Kalisari belum banyak yang menyadari
tentang bahaya limbah tahu jika dibiarkan atau dibuang begitu saja. Mereka
tidak menyadari bahwa ada banyak dampak negative,
termasuk pada hasil pertanian khususnya produksi padi di lingkungan tersebut. Bahkan
sebagian justru beranggapan limbah tahu mengandung nitrogen yang bisa
menyuburkan tanah, dan menumbuhkan cacing-cacing. Anggapan keliru ini bukan
hanya dipahami oleh hampir seluruh masyarakat, melainkan juga perangkat desa.
Dengan minimnya pengetahuan tentang dampak buruk
limbah tahu, masyarakat di desa ini merasa tak berdosa membuang limbah cairnya
begitu saja, tanpa diolah. Satu-satunya limbah industri tahu yang telah
dimanfaatkan dan diolah kembali hanyalah limbah padat berupa ampas tahu, yang
oleh sebagian pengrajin diolah kembali menjadi berbagai makanan olahan seperti;
tempe gembus
dan ranjem. Ada pula yang memanfaatkannya sebagai pakan
ternak, terutama babi.
Ipal di Kalisari, Cilongok |
Sebenarnya, pada pertengahan 2009, tim dari KNRT telah
mengadakan kegiatan mitigasi emisi GRK yang dihasilkan industri tahu di Desa
Kalisari. Tim ini juga memperkenalkan teknologi tepat guna instalasi pengolahan
limbah (Ipal) kepada para pengrajin tahu dan perangkat desa. Pertengahan 2010,
setahun kemudian, masih ada seorang kepala dusun yang mengatakan bahwa
sebenarnya limbah cair dari produksi tahu tersebut tidak menimbulkan gangguan
apa pun terhadap pertanian. Yang banyak dikeluhkan hanyalah bahwa air tanah berbau
tak sedap, bisa menimbulkan gatal jika dipakai mandi, bahkan sering menimbulkan
radang usus. Sedangkan jika dimanfaatkan untuk campuran adonan semen,
konstruksinya menjadi rapuh. Sejak Mei 2010, di Desa Kalisari telah dibangun
sebuah unit pengolahan limbah tahu cair. Teknologi Ipal yang diterapkan mengacu
pada pengolahan limbah kotoran hewan untuk menghasilkan biogas. Proyek
percontohan yang diprakarsai oleh KNRT tersebut menerapkan system anaerobic (kedap udara) dengan fixed bed reactor. Satu unit yang telah
selesai dibangun berkapasitas 20 meter kubik per hari atau setara dengan 1200
kg kedelai per hari. Jumlah ini kira-kira cukup untuk 13 produsen tahu. Selain di Desa Kalisari, unit serupa dibangun
di setra tahu lainnya, Desa Cikembulan, Kecamatan Pekuncen, yang berkapasitas 5
meter kubik per hari, setara dengan 300 kg kedelai per hari, untuk 5 pengrajin
tahu.
Pada prinsipnya, dengan unit teknologi ipal ini limbah
cair tahu tidak langsung dibuang ke sungai atau parit, tetapi ditampung di
dalam bak penampung, kemudian disalurkan ke bak pengatur. Selanjutnya limbah
disalurkan ke unit utama berupa reactor (digester) yang berfungsi mengkonversi
limbah cair menjadi gas. Di dalam digester terjadi proses metanogenesis dan
hidrolisis yang menghasilkan gas metan. Proses ini setidaknya memerlukan waktu
tiga hari. Lalu, gas disalurkan ke tabung gasholder yang dirancang sedemikian
rupa hingga memiliki tekanan tertentu, untuk kemudian disalurkan ke rumah warga
sebagai bahan bakar alternatif menggantikan kayu bakar, minyak tanah, batu
bara, atau gas yang sebelumnya digunakan baik untuk memasak sehari-hari maupun
untuk keperluan industri tahu mereka.
Ipal Industri Tahu |
Setelah melalui Ipal ini, limbah cair dari industri
tahu bermanfaat sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Selain itu, kadar
COD dan BOD yang semula mencapai 10.000-15.000 mg per liter, mampu ditekan
menjadi 2.000-3.000 mg per liter.
2. Pendidikan
Lingkungan Hidup Sekedar Wacana?
Meski telah
ada Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup denganMenteri
Pendidikan Nasional No. Kep 07/MENLH/06/2005 – No. 05/VI/KB/2005 tentang
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup yang antara lain
bertujuan untuk bersama-sama menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup kepada peserta didik dan
masyarakat, tampaknya hingga kini belum jelas betul ada hasilnya.
Pendidikan lingkungan hidup dalam kurikulum saat ini
terintegrasi dengan semua mata pelajaran, dengan harapan bahwa akan dicapai
aspek afektif berupa tingkah laku, sikap
positif, nilai, dan komitmen terhadap lingkungannya. Namun dalam
pelaksanaannya, hal itu sulit diwujudkan mengingat sistem pendidikan bangsa ini
yang masih mengutamakan perolehan skor, sehingga praktis lebih mengedepankan
aspek kognitif. Tak dapat dipungkiri bahwa konsentrasi guru sebagai penyaji,
motivator, stimulator, sekaligus fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan,
terutama di tingkat SMP dan SMA, saat ini nyaris terpusat pada upaya untuk meluluskan
anak didiknya dalam ujian nasional. Dengan demikian aspek afektif yang sulit
diukur dengan skor langsung semacam itu menjadi terbengkelai.
Sekolah atau guru dalam hal ini tidak dapat disalahkan
sepenuhnya. Pasalnya, pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam
semua mata pelajaran yang diarahkan pada isu lingkungan terdekat dengan
sekolah, hanya dapat dilaksanakan oleh guru-guru yang memang memiliki kemampuan
sekaligus integritas yang baik pula terhadap lingkungannya. Sementara diakui
atau tidak, sampai saat ini masih patut dipertanyakan apakah para guru memiliki
kemampuan yang memadai dan memahami wawasan yang cukup tentang pembangunan
berkesinambungan yang mengedepankan tiga pilar sekaligus yaitu; ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Pun kesadaran guru terhadap kelestarian lingkungan
hidupnya sendiri juga masih disangsikan.
Kondisi ini diperparah lagi dengan perkembangan dunia pendidikan yang tumbuh bak industri. Akibatnya
institusi pendidikan tak ubahnya sebuah pabrik nilai, gelar dan ijazah,
sehingga untuk mendapatkan produk-produk tersebut siapapun yang memiliki uang
dapat membelinya.
Mengingat berbagai keterbatasan tersebut, tak heran
jika materi lingkungan hidup, terutama isu-isu lingkungan yang bersifat lokal seperti
bahaya limbah tahu di Desa Kalisari sama sekali tak disentuh dalam kegiatan
belajar mengajar sekolah-sekolah di sekitarnya, termasuk SMP N 2 Cilongok yang
berlokasi tepat di sebelahnya. Sampai saat ini materi yang bernuansa muatan
lokal lebih banyak diberikan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Pemahaman tentang
muatan lokal pun sebatas pada jenis keterampilan dan atau seni budaya yang
berkembang di masyarakat. Sedangkan kegiatan yang langsung berkaitan dengan
lingkungan hidup, semacam kelompok pecinta alam, masih sangat jarang
diselenggarakan.
B. Tujuan / Manfaat
- Meningkatkan pemahaman guru tentang wawasan pembangunan berkesinambungan yang memperhatikan lingkungan sebagai salah satu pilar utama.
- Meningkatkan kreativitas guru untuk mengembangkan proses belajar dengan materi ajar yang berwawasan lingkungan.
- Peserta
didik dapat menemukan isu-isu lingkungan yang ada di sekitar sekolah.
- Peserta
didik dapat mengidentifikasi faktor-faktor penyebab isu lingkungan yang
bersangkutan.
- Peserta
didik dapat mengemukakan pendapat tentang alternatif tindakan yang dapat
diambil untuk menjawab isu lingkungan yang tengah dihadapi.
C. Materi yang Relevan
Pengintegrasian
Pendidikan Lingkungan Hidup ke dalam semua bidang ajar, terutama isu-isu
lingkungan yang hangat di sekitar siswa, sudah semestinya menjadi bahan ajar
pokok. Dengan dimikian materi ajar akan langsung bersentuhan dengan kehidupan
siswa dan masyarakat, sehingga diharapkan tumbuh pula sikap dan nilai positif terhadap lingkungannya. Lebih lanjut hal ini
akan mengantar pada tercapainya tujuan utama pendidikan lingkungan hidup
sebagai suatu proses membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli
terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan
dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan
tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama, baik secara individu
maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat
ini, dan mencegah timbulnya masalah
baru, seperti dirumuskan UNCED (http://agtamrin.staff.fkip.uns.ac.id
/2008/09/17).
Di dalam
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (SKKD IPS) SMP
yang dipakai oleh guru IPS SMP sebagai acuan untuk memilih dan menyampaikan
bahan ajar tersebut, permasalahan lingkungan terintegrasi di kelas VIII semester
I. Salah satu butir strandar kompetensi berbunyi, ”Memahami permasalahan sosial
berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk,” diharapkan dapat tercapai
kompetensi dasar antara lain berupa mendeskripsikan permasalah lingkungan hidup
dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan.
Dengan
pertimbangan isu lingkungan di sekitar sekolah yang tengah hangat sebagaimana
dikemukakan di muka, materi ajar yang patut dan relevan adalah sebagai berikut.
1. Materi Pemahaman (Kognitif)
Masalah
lingkungan yang kini terus memanas dan menjadi isu global setidaknya ada tiga.
Yaitu; efek rumah kaca, hujan asam, dan kerusakan lapisan ozon.
a. Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca |
Efek Rumah
Kaca (ERK) ialah naiknya suhu permukaan bumi karena naiknya kadar CO2 dan
beberapa gas lainnya di udara, yang melebihi batas kemampuan alam untuk
menyerapnya. Dengan naiknya
kadar CO2 dalam atmosfer, makin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari
permukaan bumi diserap oleh atmosfer bumi. Dengan demikian naiklah suhu
permukaan bumi, (Otto Sumarwoto, 1991:11).
Istilah ini
berasal dari pengalaman orang-orang di daerah beriklim sedang yang menggunakan
rumah kaca (green house) untuk memelihara
tanaman sayur, bunga, dan buah. Suhu di dalam rumah kaca selalu lebih tinggi
daripada di luar, karena panas dalamnya tidak dapat keluar lalu diserap oleh
kaca.
ERK
berpengaruh terhadap perubahan iklim di bumi dan mempengaruhi sistem pertanian.
Efek lainnya adalah naiknya suhu air laut, sehingga air mengembang sehingga volume air laut pun meningkat, dan
dampaknya adalah naiknya permukaan air laut.
b. Hujan Asam
Proses Terjadinya Hujan Asam |
Hujan asam
terjadi karena proses kimia yang terjadi di udara antara oksida belerang dan nitrogen
dari limbah pembakaran bahan bakar, hingga menjadi asam. Asam tersebut kemudian
turun ke bumi bersama hujan.
Akibat yang ditimbulkan antara
lain kematian organisme air di sungai dan danau. Hutan pun akan rusak.
c. Kerusakan Lapisan Ozon
Ozon ialah
senyawa kimia yang terdiri atas tiga atom oksigen. Di lapisan atas atmosfer ia
berfungsi menghalangi sinar oltraviolet yang dipancarkan matahari sampai ke
bumi. Jika kadar ozon pada lapisan itu berkurang, kadar sinar ultraviolet yang
sampai ke bumi bertambah, sehingga dapat meningkatkan resiko berjangkitnya
penyakit kanker kulit, katarak, dan menurunnya kekebalan tubuh.
d. Bahaya Limbah Tahu
Limbah Tahu |
Pengolahan
kedelai hingga menjadi tahu melalui serangkaian proses. Dari mulai memilih
kedelai berkualitas, perendaman, penggilingan, pemasakan, pemerasan sampai
proses akhir berupa penambahan warna maupun bumbu tertentu. Hasilnya berupa
tahu yang lezat dan bergizi tinggi. Di samping itu, juga dihasilkan tiga macam
limbah. Yaitu; yang berupa gas, limbah cair, dan limbah padat.
Limbah gas
berasal dari asap pembakaran dalam proses pemasakan yang menggunakan bahan
bakar kayu, minyak tanah, batu bara, maupun bahan bakar organik lain. Dari pembakaran tersebut dihasilkan gas
karbondioksida (CO2) yang mencemari udara. Bahkan dari lebih kurang 84 ribu
industri tahu di seluruh Indonesia yang berkapasitas tak kurang dari 2,56 juta
ton per tahun itu saja, reduksi emisi CO2 yang dihasilkan mencapai satu juta
ton ekuivalen per tahun. Jumlah yang cukup signifikan menyumbang terjadinya ERK
di Indonesia.
Limbah cair
yang dihasilkan dari industri tahu berupa air sisa perasan kedelai yang telah
diambil sarinya. Limbah ini tampak tidak berbahaya sehingga biasanya diabaikan,
baik oleh produsen tahu maupun warga
masyarakat sekitarnya. Kalaupun ada keluhan biasanya terbatas pada bau tak
sedap dan kotor. Limbah cair ini mengandung chemical
oxygen demand (COD), biological
oxygen demand (BOD), dan memiliki tingkat keasaman (pH) tinggi. COD adalah
kebutuhan oksigen kimiawi di perairan
untuk bereaksi dengan limbah, sedangkan BOD ialah kebutuhan oksigen
mikroorganisme untuk memecah bahan buangan di perairan. Kadar COD, BOD, maupun
pH yang cukup tinggi terkandung dalam limbah cair tahu akan berpengaruh pada
penurunan hasil pertanian, terutama sawah, dan matinya sejumlah hewan kecil
seperti ikan. Selain itu jika dibiarkan menggenang begitu saja, limbah ini akan
menghasilkan gas metan yang berbahaya.
Limbah
padat dari produksi tahu berupa ampas kedelai. Masyarakat memanfaatkan limbah
ini untuk berbagai keperluan. Antara lain diolah kembali menjadi bahan makanan,
seperti; tempe gembus, ranjem, kerupuk dan oncom. Ada pula yang memanfaatkannya
sebagai pakan ternak, terutama babi.
2.
Materi Ketrampilan/ Kecakapan Hidup (Life
Skill)
Kecakapan Hidup |
Limbah dapat
didaur ulang atau diolah dengan berbagai cara sedemikian rupa sehingga menjadi
bermanfaat. Selain itu, pengolahan limbah juga dapat meminimalisir dampak
negatif yang membahayakan kehidupan dan berpotensi merusak lingkungan hidup
manusia. Misalnya limbah padat dari industri tahu yang berupa ampas kedelai
dapat diolah kembali menjadi berbagai jenis makanan. Demikian juga dengan
pengolahan limbah cairnya dengan teknologi relatif sederhana dan biaya murah,
dapat diubah menjadi biogas. Hasilnya
selain bermanfaat bagi warga sebagai bahan bakar murah juga sekaligus
menekan dampak zat-zat kimia yang berpotensi mencemari air maupun tanah di
sekitarnya hingga 80%. Demikian pula pembuangan sisa pembakaran berupa gas CO2
sebagai penyebab utama efek rumah kaca dapat ditekan.
Perkenalkan
kepada siswa contoh pengolahan limbah yang sederhana beserta
langkah-langkahnya. Selanjutnya siswa mencari dan menemukan
ide-ide lain guna mengolah limbah yang ditemuinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dasim Budimansyah. 2003. Model Pembelajaran Portofolio. Bandung : PT
Genesindo
David Lucas, dkk. 1990. Pengantar Kependudukan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Otto Soemarwoto.1991.Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta :
Penerbit
Djambatan.
http:/bataviase.co.id/246536, diakses
tanggal 4 Oktober 2010
http://agtamrin.staff.fkip.uns.ac.id/2008/09/17,
diakses tanggal 4
Oktober 2010
http://www.technologyindonesia.com/news.php?id1897,
diakses tanggal 4
Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar