Total Tayangan Halaman

Selasa, 27 September 2016

MACET

“Ruwet. Bundet. Mampet. Belasan nyawa melayang, terjerat benang kusut arus kendaraan yang stuck hampir di setiap persimpangan. Stress, sakit akibat kelelahan setelah puluhan jam terjebak di dalam kendaraan yang tak mampu beringsut ke kiri maupun ke kanan, di atas aspal jalan raya.”
Hasil gambar untuk animasi KENDARAAN MACET“Tiga hari penghujung puasa, asa terakhir untuk bisa bertemu dengan lailatul qadar, seakan menjadi anticlimax, ketika orang-orang hilang kesabaran. Mengumpat petugas pengayom masyarakat yang justru tak terlihat di titik keruwetan. Sesekali terlihat petugas berompi hijau menyala tengah mengatur arus kendaraan, memberi jalan bagi yang hendak menyeberang, ternyata tukang parkir atau satpam. Memaki-maki para pengemudi yang menyerobot dari sisi kanan/kiri, seakan menganggap antrian cuma bentuk kebodohan, lalu menambah sumbatan di ujung persimpangan. Ironis, orang semacam ini bisa balik memaki-maki pengemudi lain yang setia mengantri, saat butuh menyela masuk barisan karena kendaraan dari arah depan tak bisa jalan. Akibatnya terjadi senggolan, mobil baru jadi penyok penuh goresan. Bahkan banyak tabrakan fatal, tubuh dan kendaraan ringsek bersamaan.”

Romo Semar berpidato membuka tahun pelajaran baru, di hadapan para pengajar padepokan. Tubuhnya yang gempal tampak tersengal-sengal berusaha mengatur ritme bicara. Bahasanya jelas, pelan-pelan, banyak penekanan.
“Disiplin. Tanggung jawab. Kemampuan bekerja sama. Menghargai orang lain, sabar, dan istiqomah. Itu poin-poin yang terasa tak ada saat terjadi bencana arus mudik dan balik. Seakan kita semua lupa, sebulan penuh kita melakukan puasa, hakikatnya melatih diri menguasai poin-poin tersebut. Lapar haus di siang hari, lelah dan kantuk di malam hari selama 30 hari penuh, seakan tak membekaskan apapun.”
Romo Semar menyapu wajah-wajah para pengajar. Togog duduk tegak, menatap Romo Semar, seakan tengah serius menyimak, tetapi bibir lebarnya terbuka, melongo. Drona dan Sangkuni gelisah di bangkunya, karena menjadi bagian dari mereka yang suka zig zag di jalanan untuk cepat mencapai tujuan. Bisma tertunduk membisu, mengingat anak-anaknya yang masih terbaring kelelahan setelah lebih 48 jam mengantri di pintu tol.
Gareng, Bagong, dan Petruk sibuk menyuguhkan bakpia, lumpia, geplak,dodol, dan getuk goreng, oleh-oleh dari kampung. Mereka tak merasakan efek macet, karena mudik lebih awal.
“Tugas kitalah menanam dan menguatkan nilai-nilai yang hilang itu kepada para cantrik, sehingga bencana seperti ini tidak akan terulang di masa depan. Tetapi, kita pun harus legowo mendidik diri agar benar-benar paham bahwa, “Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3). Dan bahwa, “Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri.” (QS. Yunus:23)

Usai berpidato, Romo Semar menyalami para pengajar satu demi satu. “Minal aidin wal faizin. Legowo meminta maaf, legowo memaafka,” katanya. 

Miladiyah S 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar