Prof. Dr. Bambang
Purwanto
Berbicara sejarah kontraversial, bila
hanya tentang G 30 S, lahirnya Pancasila, itu berlebihan, diluar persoalan
pembelajaran sejarah. Persoalan kontraversial jangan direduksi pada yang
tertentu saja, banyak hal yang lain.
James W. Loewen, menyatakan bahwa
‘Kebohongan yang guruku ajarkan padaku’, dan pernyataan ‘sejarah merupakan
satu-satunya bidang ilmu jika semakin banyak diajarkan dan dipelajari siswa
akan membuat mereka menjadi semakin bodoh.’
Dalam pembelajaran sejarah kontroversial masalahnya pada
bohong dan salah. Mestinya memintarkan kita menjadi bijak, santun, hal yang
baik.
Melihat Tema yang di sampaikan
panitia, sejarah dalam arti luas dan terbatas tidak lepas dari persoalan
kontraversial, karena sejarah merupakan keniscayaan. Apakah sama dengan
kebohongan dan kesalahan . Apakah yang kontroversial sejarah sebagai bahan
ajar, kurikulum , atau peristiwanya saja. Mereduksi hanya pada tataran
Supersemar, G 30 S, itu hanya mereduksi sesuatu. Diponegoro itu pahlwan apa
bukan itu? Kalau tanya pada pihak keraton Jogja, jawabannya nanti dulu, ia dicap
sebagai pemberontak. Maka mengacu tema, pengertian kontroversial sejarah
sebagai peristiwa, kontek lain, bisa kontroversial politis dan bisa kontroversial
keilmuan.
Secara teoritik sejarah dan
pembelajaran menjadi kontroversial bila penulisan sejarah, kurikulum dan proses
pembelajarannya menyatu menjadi alat politik.
Intinya sejarah sebagai sebuah
naratif itu subjektif, karena pasti memiliki tujuan tertentu pasti subjektif.
Kondisi itu tercipta karena keterbatasan wawasan yang membangun historiografi
para penyusun kurikulum dan pembelajar sejarah (guru).
Pendapat ‘Kurikulum itu bukan ilmu tapi
kesepakatan’, diucapkan di ruang Depdiknas, ini berarti kurikulum itu adalah
politis. Pertimbangan atas kurikulum bukan keilmuan ternyata pertimbangan
politis.
Apakah dan mengapa sejarah kontroversial
?
Keberadaan sejarah dalam kontroversial
pada kurikulum lebih dipertimbangkan politk daripada akademik. Bukan untuk
menghadirkan pengetahuan berfikir yang bersumber pada keilmuan. Sekedar
kepentingan politik memuaskan penguasa.
Sebenarnya kita perlu menghadirkan
keberagaman, kontroversial dimasukkan dalam kurikulum bukan hal yang
menakutkan, namun justru untuk mempelajari keberagaman.Tidak semua peristiwa
sejarah kontroversial harus diberikan pada siswa.
Apakah guru./ sekolah memiliki control atas kurikulum
sejarah ?
Ada
2 alasan :
1. Alas an politis
2. Bekal keilmuan
Guru hanya berbekal pengetahuan
yang cukup, punya substansi tapi tidak bisa berpikir secara historis.
Sebenarnya berpikir historis bukan hanya milik para peneliti sejarah. Ketika
berhadapan pada sejarah kontroversial para guru tidak bisa berpikir historis,
akibatnya pembelajaran sejarah hanya pembenaran dari penguasa, guru sebagai
agen politis penguasa. Para guru mesti punya
kemampuan menulis teks pembelajaran sejarah yang sesuai dengan perkembangan
siswa. Pembusukan terus terjadi , kebohongan dan kesalahan diterima sebagai
kewajaran, apakah kita gembira terus menjadi pecundang? Jangan-jangan kita tidak ada pilihan.
Kata akhir,
Jangan pernah takut
bahwa perbedaan, keberagaman akan menyebabkan kita berantem, disintegrasi.
Pendidikan kita harus mengalami perubahan yang drastis, kalau kita ingin
berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar