Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Januari 2013

Sejarah Kontroversi dalam Pembelajaran


Prof. Dr. Bambang Purwanto


Berbicara sejarah kontraversial, bila hanya tentang G 30 S, lahirnya Pancasila, itu berlebihan, diluar persoalan pembelajaran sejarah. Persoalan kontraversial jangan direduksi pada yang tertentu saja, banyak hal yang lain.
James W. Loewen, menyatakan bahwa ‘Kebohongan yang guruku ajarkan padaku’, dan pernyataan ‘sejarah merupakan satu-satunya bidang ilmu jika semakin banyak diajarkan dan dipelajari siswa akan membuat mereka menjadi semakin bodoh.’

Dalam pembelajaran sejarah kontroversial masalahnya pada bohong dan salah. Mestinya memintarkan kita menjadi bijak, santun, hal yang baik.
Melihat Tema yang di sampaikan panitia, sejarah dalam arti luas dan terbatas tidak lepas dari persoalan kontraversial, karena sejarah merupakan keniscayaan. Apakah sama dengan kebohongan dan kesalahan . Apakah yang kontroversial sejarah sebagai bahan ajar, kurikulum , atau peristiwanya saja. Mereduksi hanya pada tataran Supersemar, G 30 S, itu hanya mereduksi sesuatu. Diponegoro itu pahlwan apa bukan itu? Kalau tanya pada pihak keraton Jogja, jawabannya nanti dulu, ia dicap sebagai pemberontak. Maka mengacu tema, pengertian kontroversial sejarah sebagai peristiwa, kontek lain, bisa kontroversial politis dan bisa kontroversial keilmuan.

Secara teoritik sejarah dan pembelajaran menjadi kontroversial bila penulisan sejarah, kurikulum dan proses pembelajarannya menyatu menjadi alat politik.
Intinya sejarah sebagai sebuah naratif itu subjektif, karena pasti memiliki tujuan tertentu pasti subjektif. Kondisi itu tercipta karena keterbatasan wawasan yang membangun historiografi para penyusun kurikulum dan pembelajar sejarah (guru).
 Pendapat ‘Kurikulum itu bukan ilmu tapi kesepakatan’, diucapkan di ruang Depdiknas, ini berarti kurikulum itu adalah politis. Pertimbangan atas kurikulum bukan keilmuan ternyata pertimbangan politis.

Apakah dan mengapa sejarah kontroversial ?
Keberadaan sejarah dalam kontroversial pada kurikulum lebih dipertimbangkan politk daripada akademik. Bukan untuk menghadirkan pengetahuan berfikir yang bersumber pada keilmuan. Sekedar kepentingan politik memuaskan penguasa.
Sebenarnya kita perlu menghadirkan keberagaman, kontroversial dimasukkan dalam kurikulum bukan hal yang menakutkan, namun justru untuk mempelajari keberagaman.Tidak semua peristiwa sejarah kontroversial harus diberikan pada siswa.
Apakah guru./ sekolah memiliki control atas kurikulum sejarah ?
Ada 2 alasan :
1.   Alas an politis
2.   Bekal keilmuan
Guru hanya berbekal pengetahuan yang cukup, punya substansi tapi tidak bisa berpikir secara historis. Sebenarnya berpikir historis bukan hanya milik para peneliti sejarah. Ketika berhadapan pada sejarah kontroversial para guru tidak bisa berpikir historis, akibatnya pembelajaran sejarah hanya pembenaran dari penguasa, guru sebagai agen politis penguasa. Para guru mesti punya kemampuan menulis teks pembelajaran sejarah yang sesuai dengan perkembangan siswa. Pembusukan terus terjadi , kebohongan dan kesalahan diterima sebagai kewajaran, apakah kita gembira terus menjadi pecundang? Jangan-jangan  kita tidak ada pilihan.
Kata akhir,
Jangan pernah takut bahwa perbedaan, keberagaman akan menyebabkan kita berantem, disintegrasi. Pendidikan kita harus mengalami perubahan yang drastis, kalau kita ingin berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar