Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Kebijakan yang diluncurkan oleh Kemendikbud ini mampukah sebagai sebuah opsi
bagi pihak sekolah untuk pembelajaran efektif di tengah pandemi Covid-19 ?
Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang
disiapkan oleh Kemendikbud merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional.
Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap
mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial
dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus
bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk
menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.
Satuan pendidikan pada kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat, pertama, tetap mengacu pada Kurikulum Nasional, kedua, menggunakan kurikulum darurat, atau ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Begitu kabar terkini dari berbagai media
Apapun nama dan bentuk
kurikulumnya, saat kondisi khusus seperti ini, tugas pokok dan fungsi guru tetap bermuara pada kegiatan
pembelajaran yang aktif dan efektif. Bagaimana mengelola pembelajaran,
berorientasi pada kepala, hati dan tangan, mengoptimalkan capaian domain
pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik menuju mastery learning. Tiga ranah ini (pengetahuan, keterampilan dan
sikap) harus menjadi objek perubahan kurikulum walaupun dengan lebel kurikulum
darurat. Sebagus ataupun sesederhana apapun rancangan kurikulum, sebaik apapun
penyesuaian perencanaan pembelajaran, apabila si aktor plus fasilitator (guru)
tidak mampu mengambil peran (tidak memiliki karakter kuat dan cerdas) maka
proses pembelajaran tetap berkisar pada itu-itu saja ( guru sentris), berkutat pada pembelajaran konvensional kalau
tidak ingin disebut pembelajaran “expaired
“(kadalu warsa).
Intinya,
pijakan tugas utama guru yang tak pernah lekang oleh waktu dan pergantian
kurikulum adalah dalam hal pembelajaran. Reigeluth dalam Martinis Yamin (2013 :
16) menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan dengan apa yang diajarkan,
sedangkan pembelajaran berkaitan dengan bagaimana mengajarkannya. Jadi
sebaiknya guru saat ini tidak usah risau terkait penyederhanaan kurikulum menjadi
kurikulum darurat, justru untuk lebih inten dan fokus membenahi proses
pembelajaran dalam hal efektivitas capaian sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Mengingat pembelajaran jarak dekat (tatap muka) belum memungkinkan untuk
kondisi saat ini, pembelajaran jarak jauh (PJJ) baik secara daring (dalam
jaringan) ataupun luring (luar jaringan) menjadi pilihan. Guru mau mereview
kembali terkait apa itu mengajar, esensi pembelajaran dan hakekat mendidik.
Dengan harapan setelah ini para pejuang insan cendikia, mampu memahami dan
menyikapi perubahan paradigma pembelajaran era Covid -19. Berikut sekilas
ulasan tentang itu.
Esensi
Pembelajaran
Sejatinya
pembelajaran merupakan suatu desain dan pengembangan penyajian informasi dan
aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Hasil
pembelajaran yang diperoleh peserta didik dimaknai sebagai kail bukan ikan.
Artinya, jika hasil pembelajaran yang diperoleh berupa ikan, maka setelah
ikannya dikonsumsi habis ia tidak dapat mencari ikan sendiri. Tetapi sebaliknya,
jika hasil pembelajaran berupa kail, maka ia akan dapat mencari ikan sendiri.
Esensinya, dalam pembelajaran peserta didik harus yang menjadi aktor, melakukan
ataupun melakoni sehingga mendapat
pengalaman, bukan sekedar transfer of
knowledge. Singkatnya, pembelajaran ditujukan untuk menggali pengalaman
(Wiji Suwarno, 2006: 59).
Mengajar
adalah Belajar
Karakteristik yang
membedakan manusia dan makhluk lain salah satunya adalah kapasitas untuk
belajar. Belajar mencakup berusaha mengetahui hal-hal yang baru, metode baru,
cara berfikir baru dan bahkan juga perilaku baru (Sondang P. Siagian, 2012 :
106). Tingkat kemajuan yang diraih oleh seseorang ditentukan oleh kemampuannya
belajar.
Guru yang konsisten
terhadap profesinya selalu belajar dan mengembangkan diri setiap waktu dan
sepanjang hayat. Persiapan untuk mengajar adalah tahapan belajar. Penguasaan
konsep dan menyusun strategi dalam pembelajaran merupakan skill dan kecerdasan tersendiri. Ia tidak merasa paling pintar di
hadapan murid-muridnya di kelas. Jika guru dihadapkan kesulitan di kelas saat
mendapat pertanyaan siswa, terbuka secara jujur akan mencari jawaban dengan
membaca buku kembali (belajar) sebagai solusi bijak untuk disampaikan pada
pertemuan selanjutnya.
Mengajar
yang Mendidik
Guru
harus memiliki kemampuan mengajar yang benar. Pemahaman konsep bahan ajar,
ketrampilan mengajar yang kreatif dan inspiratif adalah modal utama. Guru bukan
hanya mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, tetapi
juga mampu mengembangkan pembelajaran tersebut dengan melandasi dan menanamkan
nilai-nilai karakter/pendidikan.
Mendidik
dengan Hati
Suatu aktivitas dapat
dinilai benar atau salah, tergantung pada niat dan maksud suara hatinya. Peran
hati terhadap seluruh anggota dan organ tubuh dapat diibaratkan seperti raja
dengan prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya.
Sebagaimana tersurat dalam hadist Nabi SAW sebagai berikut :
Hati adalah raja anggota tubuh. Dan
anggota tubuh adalah prajuritnya. Apabila raja baik, maka baik pulalah para
prajuritnya. Dan apabila raja busuk, maka busuk pulalah para prajuritnya
(HR. Bukhari dan Muslim).
Simpulan
Guru harus memiliki
kepekaan dan kecerdasan dalam menyikapi Kurikulum Darurat era Covid-19 ini. Agar
guru mampu menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran dengan baik, maka
diperlukan sosok guru yang mampu mengajar dan pandai mendidik. Ia bukan hanya
mampu menstrasfer pengetahuan, tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai
karakter. Inilah paradigma pembelajaran kekinian. Figur guru juga harus cerdas.
Ia bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual, tetapi juga
memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual. Dengan demikian guru nantinya
bisa membuka mata hati peserta didik untuk belajar, sehingga memiliki life skill untuk siap berkiprah di
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar