“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan senda gurauan… Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah
kesenangan yang palsu” (Q.S.
al-Hadid:20). Togog duduk menunduk di sudut terjauh pendopo Padepokan Romo
Semar, sambil mencoba memahami salah satu ayat dari kitab suci itu. Ia tengah dihujani
kritik, setelah terlibat dalam jamaah klenik Mbilung si pengganda harta yang
ternyata hanya tipu-tipu.
Bagong
mendekat. “Itulah orang-orang yang
membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan
siksa mereka,” katanya mengutip arti Q.S.
al-Baqarah:86. “Keserakahan telah menutup ketajaman nalar Paman Togog yang
telah diakui dengan sederet gelar cendekia. Bagaimana mungkin seorang penasihat
di Padepokan Sang Hyang Guru bisa menjadi pembantu, seperti kerbau dicocok
hidung bagi si Mbilung, hanya menonton trik sulap kacangan di depan mata?” imbunya
gemas.
“Semua
proses kemunculan emas, uang, dan perhiasan itu terjadi di depan mataku. Tidak
bisa dijelaskan dengan teori kuontum. Tapi, jika Gusti Pangeran berkehendak
maka hanya tinggal kun fayakun,”
sanggah Togog membela diri.
Romo
Semar geleng-geleng. Tersirat raut muka sedih melihat Togog yang sudah dianggap
sebagai adiknya sendiri. “Togog, lihat Gareng! Tubuhnya miring. Matanya juling.
Padahal, sejatinya ilmu si Gareng sudah bisa melihat bahwa dunia ini hanya
palsu. Cuma tipu-tipu. Maka dia pilih mengesampingkannya, agar tetap bisa
melihat kebenaran, lalu menyeret kakinya dengan hati-hati agar selamat. Lihat pula
si Petruk! Betapa sebenarnya dia dikaruniai sedikit pengetahuan tentang ruh
hingga hampir mencapai puncak ilmu hakikat. Lihat dia tetap bersahaja
menjalankan tugas sebagai pengasuh bagi para ksatria Pandawa. Saat tatanan di
negeri ini kacau, dengan izin Gusti Pangeran, justru Petruk yang naik tahta menjadi
raja mengembalikan tatanan. Tapi apa dia jumawa? Setelah situasi kembali
normal, Petruk mengembalikan tahta, lalu
kembali ke padepokan ini, bersamaku, Gareng dan Bagong, mengasuh, menjaga, mempersiapkan para cantrik agar kelak menjadi
ksatria-ksatria tangguh lahir batin, berpekerti luhur,” tuturnya sambil
memegang pundak Togog.
“Bangunkan
nalarmu saat melihat Mbilung, Paman! Kembalilah kepada kami! Bersama kita asah sisi
akal yang lain untuk mengenal Gusti Pangeran, dengan mengkaji isi kitab suci
secara utuh,” ujar Bagong sungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar