Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 Mei 2016

PERTUMBUHAN BUDI PEKERTI

Hasil gambar untuk GAMBAR SISWA
Hasil gambar untuk GAMBAR SISWAKementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merasa terhormat untuk mengemban salah satu amanat janji kemerdekaan, yaitu mencerdaskan anak bangsa. Bukan hanya cerdas secara intelektual, melainkan juga secara emosional dan spiritual. Bulatnya ketiga kecerdasan ini disebut sebagai akhlak atau budi pekerti. Semua ini merupakan buah pendidikan. Namun, tak bisa dimungkiri, dunia pendidikan Indonesia masih menghadapi banyak masalah, seperti rendahnya kedisiplinan, integritas, dan masih maraknya tindak kekerasan di sekolah. Kemendikbud tak diam dan tak mendiamkan masalah-masalah ini. Selain terus meningkatkan kompetensi siswa melalui jalur intra kurikuler, Kemendikbud juga menerbitkan kebijakan-kebijakan penting non-kurikuler,
seperti Sekolah Aman, Indeks Integritas Ujian Nasional, dan Penumbuhan Budi Pekerti. Sekolah Aman adalah sekolah yang memberikan perlindungan kepada anak dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kesehatan, keselamatan, dan keamanannya. Tak bisa ditutupi bahwa pada faktanya berbagai kasus yang mengancam keamanan serta keselamatan anak masih berlangsung di sekolah. Angkanya memprihatinkan. Namun, selama ini penanggulangannya masih sepotong-sepotong, per kasus,
dan dianggap bukan sebagai persoalan pendidikan. Mulai tahun 2015 Kemendikbud menjadikan kekerasan di sekolah sebagai persoalan pendidikan. Penanggulangannya pun dilakukan secara menyeluruh. Hal ini
diatur dengan jelas dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Regulasi ini sesuai dengan Nawacita Presiden
Jokowi-JK, yaitu negara harus hadir memberi perlindungan kepada anak, serta melakukan intervensi terhadap kekerasan. Dengan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 ini sekolah haruslah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak, seumpama mereka berada di taman. Anak-anak tentu akan betah berada di taman. Kemendikbud juga berikhtiar menumbuhkan integritas dalam diri mereka. Caranya dengan memperkenalkan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN). Sejak 2015 Kemendikbud menggunakan IIUN sebagai ukuran sekolah baik. Berprestasi itu penting, namun jujur yang utama. Kompeten, anti-kekerasan, dan berintegritas merupakan bagian dari budi pekerti. Namun, seorang siswa tak mungkin bisa berbudi pekerti dalam waktu sekejap. Ini langkah panjang. Perlu pembiasaan. Maka dari itu, dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti disebutkan alur pembudayaan agar seorang siswa berbudi pekerti. Alur itu adalah diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, dan menjadi budaya. Sejatinya, Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (GPBP) ini merupakan salah satu ikhtiar menerjemahkan visi Kemendikbud 2014- 2019, yaitu membentuk insan dan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter. Agar kebijakan ini menjadi gerakan, maka Kemendikbud perlu menerbitkan Panduan Pelaksanaan GPBP ini. Buku ini akan menjadi acuan kerja bagi para pemangku kepentingan yang peduli terhadap kemajuan pendidikan dan generasi depan Indonesia.



GERAKAN
Kemendikbud merancang aturan tentang penumbuhan budi pekerti ini sebagai gerakan. Gerakan berarti menjadikan aturan ini sebagai milik bersama (lebih detail ada di bagian III). Dalam buku panduan ini kami memberikan keleluasaan kepada pembaca untuk mengisi contoh-contoh pembiasaan baik di sekitar
lingkungan pembaca sekalian. Karena memang, penumbuhan budi pekerti tak cukup hanya diterapkan di sekolah. Ia adalah proses menyeluruh. Dari sisi tempat, berarti dipraktikkan di sekolah, rumah, maupun
lingkungan sekitar; dari sisi waktu, berarti senantiasa dilaksanakan setiap waktu; dari sisi pelaku, berarti dilakukan oleh semua pelaku pendidikan.

PENUMBUHAN
Bukan tanpa alasan Kemendikbud menggunakan istilah penumbuhan, bukannya penanaman. Menanam bermakna menaruh bibit atau benih ke dalam tanah. Artinya, ada campur tangan pihak lain dalam prosesnya.
Sementara itu, menumbuhkan berarti memelihara sesuatu agar tumbuh semakin besar. Kemendikud meyakini bahwa pada dasarnya setiap siswa memiliki bibit-bibit nilai positif. Mereka tentu tahu apa itu kejujuran,
sopan santun, kebaikan, menolong teman, dan sebagainya. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka
menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti. Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti

BUDI PEKERTI
Budi pekerti merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kepribadian seseorang itu baik. Istilah lainnya adalah adab atau akhlak. Kita melihat seseorang berbudi pekerti baik bila memang dia telah memiliki kebiasaan positif dalam sekujur hidupnya. Ini bukan proses sehari jadi. Seorang disebut sebagai jujur, contohnya, karena dia telah menjalani kesehariannya dengan nilai-nilai kejujuran. Melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2015 ini Kemendikbud mendorong agar semua pelaku pendidikan memiliki budi pekerti. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti.
Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti.

NON KURIKULER
Namun, GPBP ini tak dimasukkan ke intra kurikuler. Selain akan membuat tas seorang anak lebih berat, jika GPBP ini dimasukkan ke intra kurikuler maka hanya akan dilihat sebagai pengetahuan. Padahal GPBP itu
bukan sekadar pengetahuan, tapi juga perilaku sehari-hari. Misalnya, seseorang yang memiliki karakter jujur itu tentu telah melalui proses kebiasaan jujur. Kebiasaan itu dia jalankan terus menerus sehingga membentuk
karakternya, dan kemudian menjelma menjadi budaya jujur. Melihat pola ini, maka pendidikan harus memasukkan proses pembiasaan. Secara bahasa, pembiasaan berarti proses agar sesuatu menjadi biasa. Dalam pepatah, “alah bisa karena biasa”. Biasa adalah kata sifat yang bermakna sudah merupakan hal
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari; sudah menjadi adat. Jika jujur hanya diajarkan lewat intra kurikuler, maka hanya akan menjadi pengetahuan. Ketika diuji nilainya tentu tinggi. Namun, pada
praktiknya seringkali tak muncul. Karena itu, dalam GPBP ini Kemendikbud menggunakan jalur non-kurikuler.

NILAI-NILAI DASAR KEBANGSAAN DAN KEMANUSIAAN


Ada 7 nilai positif yang hendak ditumbuhkan dalam GPBP ini. Ketujuh nilai itu ditumbuhkan melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan sepanjang waktu, di sekolah, lingkungan, dan rumah. Berikut ini 7 pembiasaan tersebut:
1. Internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama makhluk hidup dan alam sekitar;
2. Keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbangasa bersama Bahasa Indonesia;
3. Interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di lingkungan sekolah, dan orang tua;
4. Interaksi sosial positif antarpeserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antarteman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;
5. Memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
6. Penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri;
7. Penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan peran aktif orangtua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggungjawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.

Sumber : Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar