Kebijakan pembaharuan kurikulum harus
dipahami sebagai upaya mengikuti dinamika, menjawab kebutuhan seiring dengan
realitas, perubahan dan tantangan jaman. Namun bagi guru selaku pelaku/praktisi
pendidikan, jangan sampai terjebak pada kondisi apatis yang berbau politis.
Apapun nama dan bentuk kurikulumnya, tugas
guru tetap bermuara pada kegiatan pembelajaran. Bagaimana mengelola pembelajaran
mengoptimalkan capaian domain sikap, pengetahuan dan ketrampilan peserta didik
menuju mastery learning, adalah fokus
bidang garapan guru.
Tiga ranah ini (pengetahuan,
keterampilan dan sikap) selalu menjadi objek pembaharuan kurikulum dengan lebel
pendidikan lebih berkualitas. Sebagus apapun rancangan kurikulum, sebaik apapun
perencanaan pembelajaran, apabila si aktor plus fasilitator (guru) tidak mampu mengambil
peran (tidak memiliki karakter kuat dan cerdas) maka proses pembelajaran tetap berkutat
pada itu-itu saja ( guru sentris), ini
biasa disebut pembelajaran konvensional kalau tidak ingin disebut expaired (kadalu warsa).
Intinya, pijakan tugas utama guru
yang tak pernah lekang oleh waktu dan pergantian kurikulum adalah dalam hal
pembelajaran. Reigeluth dalam Martinis Yamin (2013 : 16) menyatakan bahwa
kurikulum berkaitan dengan dengan apa yang diajarkan, sedangkan pembelajaran
berkaitan dengan bagaimana mengajarkannya. Jadi sebaiknya guru saat ini tidak
usah risau terkait bongkar pasang kurikulum 2013, justru benahi proses
pembelajarannya dalam hal menangani capaian sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Mengingat muatan konten baik pada kurikulum 2006 ataupun 2013 sudah jelas
regulasinya. Alangkah bijaknya
seandainya guru mau mereview kembali terkait apa itu mengajar, esensi pembelajaran
dan mendidik. Dengan harapan setelah ini mampu memahami perubahan paradigma
pembelajaran. Berikut sekilas ulasan tentang itu.
Esensi
Pembelajaran
Sejatinya
pembelajaran merupakan suatu desain dan pengembangan penyajian informasi dan
aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Hasil
pembelajaran yang diperoleh peserta didik merupakan kail bukan ikan. Artinya,
jika hasil pembelajaran yang diperoleh berupa ikan, maka setelah ikannya habis
ia tidak dapat mencari ikan sendiri. Tetapi sebaliknya, jika hasil pembelajaran
berupa kail, maka ia akan dapat mencari ikan sendiri. Esensinya, dalam
pembelajaran peserta didik harus yang menjadi aktor, melakukan ataupun melakoni sehingga mendapat pengalaman,
bukan sekedar transfer of knowledge.
Singkatnya, pembelajaran ditujukan untuk menggali pengalaman (Wiji Suwarno,
2006: 59).
Mengajar
adalah Belajar
Karakteristik yang membedakan manusia
dan makhluk lain salah satunya adalah kapasitas untuk belajar. Belajar mencakup
berusaha mengetahui hal-hal yang baru, metode baru, cara berfikir baru dan
bahkan juga perilaku baru (Sondang P. Siagian, 2012 : 106). Tingkat kemajuan
yang diraih oleh seseorang ditentukan oleh kemampuannya belajar.
Guru
yang konsisten terhadap profesinya selalu belajar dan mengembangkan diri setiap
waktu dan sepanjang hayat. Persiapan untuk mengajar adalah tahapan belajar.
Penguasaan konsep dan menyusun strategi dalam pembelajaran merupakan skill dan kecerdasan tersendiri. Ia
tidak merasa paling pintar di hadapan murid-muridnya di kelas. Jika guru
dihadapkan kesulitan di kelas saat mendapat pertanyaan siswa, terbuka secara
jujur akan mencari jawaban dengan membaca buku kembali (belajar) sebagai solusi
bijak untuk disampaikan pada pertemuan selanjutnya.
Mengajar
yang Mendidik
Guru harus
memiliki kemampuan mengajar yang benar. Pemahaman konsep bahan ajar,
ketrampilan mengajar yang kreatif dan inspiratif adalah modal utama. Guru bukan
hanya mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, tetapi
juga mampu mengembangkan pembelajaran tersebut dengan melandasi dan menanamkan
nilai-nilai karakter/pendidikan.
Ada beberapa
mitos pengajaran yang telah berlaku beberapa generasi, menurut Abu Hamadi dan
Widodo Supriyono (2013 : 238-239) berikut ini.
1. Guru
harus bersikap tenang, tak berlebih-lebihan dan dingin dalam menghadapi setiap
situasi. Tidak boleh kehilangan akal, marah sekali ataupun menunjukkan
kegembiraan yang berlebih-lebihan.
2. Guru
harus dapat menyukai siswa-siswanya secara adil, tidak boleh membenci dan
memarahi.
3. Guru
harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama, tanpa memperdulikan watak
–watak individual siswa.
4. Guru
harus mampu menyembunyikan perasaannya, meskipun terluka hatinya.
5. Guru
diperlukan oleh siswa-siswanya, karena merasa belum dapat bekerja sendiri dan
bertanggung jawab atas belajarnya sendiri di kelas.
6. Guru
harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan siswa-siswanya.
Mendidik
dengan Hati
Suatu aktivitas dapat dinilai benar atau
salah, tergantung pada niat dan maksud suara hatinya. Peran hati terhadap
seluruh anggota dan organ tubuh dapat diibaratkan seperti raja dengan
prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya.
Sebagaimana tersurat dalam hadist Nabi SAW sebagai berikut :
Hati
adalah raja anggota tubuh. Dan anggota tubuh adalah prajuritnya. Apabila raja
baik, maka baik pulalah para prajuritnya. Dan apabila raja busuk, maka busuk
pulalah para prajuritnya (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu guru mendidik dengan
hati merupakan pemahaman yang paling utama agar aktivitas hidup peserta didik
berjalan dengan benar. Demikian pula dalam mengawali pembelajaran harus bisa
‘membuka hati’ peserta didik. Jika telah terbuka, mereka akan tertarik dan
antusias untuk belajar. Hubungan hati dengan dengan kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual menurut M. Furqon Hidayatullah (2009: 127)
dapat digambarkan sebagai berikut.
Pembelajaran
Berkualitas
Pembelajaran
berkualitas sosok guru menyitir pendapat W. James Popham dan Rva L. Baker (2005
:6), lahir bukan dari pertanyaan “ Apakah yang akan saya lakukan?” Hal ini
berbahaya karena orientasi pada prosedur instruksional saja, bukan pada hasil
yang dapat dicapai dengan prosedur tersebut. Yang seharusnya ditanyakan oleh
setiap guru kepada dirinya sendiri yaitu, “Perubahan apakah yang saya inginkan
dalam diri siswa siswa saya?”
Minimal ada
6 indikator, pembelajaran dikategorikan
berkualitas, yaitu : Menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi
pengalaman sukses, mengembangkan kecakapan berpikir dan Inspiratif.
Pergeseran Arah dan
Pendekatan Pembelajaran
Beberapa pergeseran arah dan pendekatan
yang tidak bisa dielakkan dalam pembelajaran, Kunandar (2007 : 22-23) merinci
sebagai berikut.
1. Peran
guru sebagai knowledge agent bergeser
menjadi learning agent, yang
mendorong, membantu, dan mengerahkan peserta didik untuk mengalami proses pembelajaran.
2. Proses
pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi menjadikan kebiasaan dan
cara berfikir peserta didik didominasi oleh cara kerja computer, memungkinkan
dilakukannya proses pendidikan individual dan melek budaya (cultur literacy) secara instan. Program
pendidikan yang semula dirancang dan dilakukan oleh manusia digantikan oleh
perangkat lunak.
3. Pendidikan
yang secara konvensional diarahkan agar lulusan dapat memperoleh pekerjaan
regular ini dianggap mengurangi kelenturan pasar kerja, mengingat pekerjaan
yang dilakukan secara manual dan algoritmik oleh tenaga manusia kini dilakukan
oleh mesin otomatis. Kompetensi yang diperlukan pasar kerja kini bergerak dari
spesialisasi yang terfokus ke generalis yang multidisipliner.
Simpulan
Agar guru mampu menyelenggarakan
pendidikan dan pembelajaran dengan baik, maka diperlukan sosok guru yang mampu
mengajar dan pandai mendidik. Ia bukan hanya mampu menstrasfer pengetahuan,
tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai karakter. Inilah paradigma pembelajaran
kekinian. Figur guru juga harus cerdas. Ia bukan hanya memiliki kemampuan yang
bersifat intelektual, tetapi juga memiliki kemampuan secara emosi dan
spiritual. Dengan demikian guru nantinya bisa membuka mata hati peserta didik
untuk belajar, sehingga memiliki life
skill untuk siap berkiprah di masyarakat.
Pembelajaran dapat diklasifikasikan
berdasar kompetensi guru di kelas. Seorang jurnalis bernama William Athur Ward,
pernah menggolongkan menjadi 4 ; Guru
yang biasa, dengan berbicara. Guru yang
bagus, dapat menerangkan. Guru yang hebat, terampil mendemostrasikan. Guru yang
agung, mampu memberi inspirasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo
Supriyono. 2013. Psikologi Belajar.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Hidayatullah, M.
Furqon. 2009. Guru Sejati : Membangun
Insan Berkarakter Kuat & Cerdas. Surakarta : Yuma Pustaka.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT
RajaGravindo Persada
Popham, W James dan Eva
L. Baker. 2005. Teknik Mengajar Secara
Sistematis. Jakarta : PT Rineka Cipta
Siagian, Sondang P.
2012. Teori Motivasi dan Aplikasinya.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Yamin, Martinis. 2013. Strategi & Metode dalam Model
Pembelajaran. Jakarta : Referensi (GP Press Group)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar