Total Tayangan Halaman

Minggu, 28 Juli 2013

SEMAR TURUN GUNUNG



“Bismillaah..laaillahailallooh.”.

Tuhan Yang Agung hadir dalam jiwa, saat bibir bergetar mengucap asmaNYA, memurukkan kesombongan yang selalu mengangkang ke dasar kesadaran tentang kuasaNYA, menafikan segala yang indah terlihat mata, mengais puing damai di tengah masyarakat hedonis.
Itu juga yang sedang dipraktikkan Gareng, Petruk, dan Bagong belakangan ini, atas nasihat Romo Semar, bapak sekaligus guru tunggal bagi mereka. Ketiganya, juga anak-anak batur lainnya, tak pernah berkesempatan belajar dari guru-guru terbaik di berbagai padepokan seperti para majikan. Guru utama bagi mereka hanyalah alam. Lalu sang Romo yang sejatinya adalah salah satu dari dua mahaguru, sesekali menasihati, menunjukkan sejarah sebagai palajaran, atau menyentil jika mereka nakal. Kini, mereka sedang diajak melakukan meditasi.
Kawah Candradimuka yang menjadi pusat pendadaran terhebat di negeri ini masih bergolak. Bukan oleh ketatnya persaingan para cantrik yang berpacu menguasai berbagai teknik ilmu tingkat tinggi, melainkan karena sistemnya berantakan. Kong kalingkong Begawan korup seperti Drona dan seorang makelar bernama Sengkuni, telah mengacaukan tatanan lembaga keilmuan, menebarkan prasangka dan kebencian di antara para cantrik bangsawan. Mereka juga membentangkan jalan terjal penuh onak duri bagi anak-anak Semar dan batur lainnya, yang tidak memungkinkan bagi mereka sampai di pusat pendadaran bernama Kawah Candradimuka seperti para majikan.
Romo Semar yang biasanya memilih diam, akhirnya bertindak setelah menyaksikan kecurangan-kecurangan yang semakin terkoordinir, pelan tapi pasti menyebar masuk dalam sistem, layaknya kanker menggerogoti tubuh. Ia yang tak pernah menonjolkan diri, bergerak memperbaiki Kawah Candradimuka dari orang-orang korup. Meski agak terlambat, harus mengait nama-nama yang sangat berpengaruh hingga sulit disentuh, upayanya patut diapresiasi. Setidaknya satu langkah positif  berani telah dilakukan sesepuh punakawan, yang memilih menanggalkan status tertinggi sebagai dewa di kahyangan lalu menjadikan dirinya batur di bumi, hanya agar bisa mendidik keluarga Pandawa menjadi ksatria-ksatria lurus dan tangguh itu. (Mila)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar