Total Tayangan Halaman

Minggu, 16 Agustus 2020

KURIKULUM DARURAT Opsi Satuan Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19

 

Nadiem Makarim Terbitkan Kurikulum Darurat di Tengah Pandemi Covid ...


 Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Kebijakan yang diluncurkan oleh Kemendikbud ini mampukah sebagai sebuah opsi bagi pihak sekolah untuk pembelajaran efektif di tengah pandemi Covid-19 ?

 

 

Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang disiapkan oleh Kemendikbud merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

Satuan pendidikan pada kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat, pertama, tetap mengacu pada Kurikulum Nasional, kedua, menggunakan kurikulum darurat, atau ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Begitu kabar terkini dari berbagai media

Apapun nama dan bentuk kurikulumnya, saat kondisi khusus seperti ini, tugas pokok dan fungsi  guru tetap bermuara pada kegiatan pembelajaran yang aktif dan efektif. Bagaimana mengelola pembelajaran, berorientasi pada kepala, hati dan tangan, mengoptimalkan capaian domain pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik menuju mastery learning. Tiga ranah ini (pengetahuan, keterampilan dan sikap) harus menjadi objek perubahan kurikulum walaupun dengan lebel kurikulum darurat. Sebagus ataupun sesederhana apapun rancangan kurikulum, sebaik apapun penyesuaian perencanaan pembelajaran, apabila si aktor plus fasilitator (guru) tidak mampu mengambil peran (tidak memiliki karakter kuat dan cerdas) maka proses pembelajaran tetap berkisar pada itu-itu saja ( guru sentris),  berkutat pada pembelajaran konvensional kalau tidak ingin disebut pembelajaran “expaired “(kadalu warsa).

            Intinya, pijakan tugas utama guru yang tak pernah lekang oleh waktu dan pergantian kurikulum adalah dalam hal pembelajaran. Reigeluth dalam Martinis Yamin (2013 : 16) menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan dengan apa yang diajarkan, sedangkan pembelajaran berkaitan dengan bagaimana mengajarkannya. Jadi sebaiknya guru saat ini tidak usah risau terkait penyederhanaan kurikulum menjadi kurikulum darurat, justru untuk lebih inten dan fokus membenahi proses pembelajaran dalam hal efektivitas capaian sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Mengingat pembelajaran jarak dekat (tatap muka) belum memungkinkan untuk kondisi saat ini, pembelajaran jarak jauh (PJJ) baik secara daring (dalam jaringan) ataupun luring (luar jaringan) menjadi pilihan. Guru mau mereview kembali terkait apa itu mengajar, esensi pembelajaran dan hakekat mendidik. Dengan harapan setelah ini para pejuang insan cendikia, mampu memahami dan menyikapi perubahan paradigma pembelajaran era Covid -19. Berikut sekilas ulasan tentang itu.

 

Esensi Pembelajaran

Sejatinya pembelajaran merupakan suatu desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Hasil pembelajaran yang diperoleh peserta didik dimaknai sebagai kail bukan ikan. Artinya, jika hasil pembelajaran yang diperoleh berupa ikan, maka setelah ikannya dikonsumsi habis ia tidak dapat mencari ikan sendiri. Tetapi sebaliknya, jika hasil pembelajaran berupa kail, maka ia akan dapat mencari ikan sendiri. Esensinya, dalam pembelajaran peserta didik harus yang menjadi aktor, melakukan ataupun melakoni sehingga mendapat pengalaman, bukan sekedar transfer of knowledge. Singkatnya, pembelajaran ditujukan untuk menggali pengalaman (Wiji Suwarno, 2006: 59).

 

Mengajar adalah Belajar

Karakteristik yang membedakan manusia dan makhluk lain salah satunya adalah kapasitas untuk belajar. Belajar mencakup berusaha mengetahui hal-hal yang baru, metode baru, cara berfikir baru dan bahkan juga perilaku baru (Sondang P. Siagian, 2012 : 106). Tingkat kemajuan yang diraih oleh seseorang ditentukan oleh kemampuannya belajar.

Guru yang konsisten terhadap profesinya selalu belajar dan mengembangkan diri setiap waktu dan sepanjang hayat. Persiapan untuk mengajar adalah tahapan belajar. Penguasaan konsep dan menyusun strategi dalam pembelajaran merupakan skill dan kecerdasan tersendiri. Ia tidak merasa paling pintar di hadapan murid-muridnya di kelas. Jika guru dihadapkan kesulitan di kelas saat mendapat pertanyaan siswa, terbuka secara jujur akan mencari jawaban dengan membaca buku kembali (belajar) sebagai solusi bijak untuk disampaikan pada pertemuan selanjutnya.

 

Mengajar yang Mendidik

Guru harus memiliki kemampuan mengajar yang benar. Pemahaman konsep bahan ajar, ketrampilan mengajar yang kreatif dan inspiratif adalah modal utama. Guru bukan hanya mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, tetapi juga mampu mengembangkan pembelajaran tersebut dengan melandasi dan menanamkan nilai-nilai karakter/pendidikan.

 

Mendidik dengan Hati

Suatu aktivitas dapat dinilai benar atau salah, tergantung pada niat dan maksud suara hatinya. Peran hati terhadap seluruh anggota dan organ tubuh dapat diibaratkan seperti raja dengan prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Sebagaimana tersurat dalam hadist Nabi SAW sebagai berikut :

Hati adalah raja anggota tubuh. Dan anggota tubuh adalah prajuritnya. Apabila raja baik, maka baik pulalah para prajuritnya. Dan apabila raja busuk, maka busuk pulalah para prajuritnya (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Simpulan

Guru harus memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam menyikapi Kurikulum Darurat era Covid-19 ini. Agar guru mampu menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran dengan baik, maka diperlukan sosok guru yang mampu mengajar dan pandai mendidik. Ia bukan hanya mampu menstrasfer pengetahuan, tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai karakter. Inilah paradigma pembelajaran kekinian. Figur guru juga harus cerdas. Ia bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual, tetapi juga memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual. Dengan demikian guru nantinya bisa membuka mata hati peserta didik untuk belajar, sehingga memiliki life skill untuk siap berkiprah di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar