Total Tayangan Halaman

Senin, 30 Januari 2012

GEOKULTURAL BANYUMAS


Kondisi Geokultural
Banyumas adalah kawasan yang berada di wilayah Jawa Tengah bagian barat. Penduduknya sebagian besar merupakan Suku Jawa, yang secara turun-temurun mendiami wilayah bagian tengah dan timur Pulau Jawa, dan menggunakan bahasa Jawa dengan beragam dialek dalam kehidupan seharĂ­-harinya. Koentjaraningrat yang mengutip pendapat Kodiran menyebut wilayah Banyumas merupakan daerah kejawen bersama dengan Kedu, Yogyakarta, Surakarta dan Madiun. Wilayah di luar itu disebut Pesisir dan Ujung Timur (Koentjaraningrat, 1990:329).
Secara geografis, Banyumas terletak di sebelah selatan lereng Gunung Slamet. Batas-batas wilayah Kabupaten Banyumas  di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tegal, Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cilacap. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Cilacap. Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen (Badan Arsip Informasi dan Kehumasan dengan Badan Pusat Statistik Kab. Banyumas, 2002:2).
Secara astronomis, letak Banyumas diantara 109o  dan 109o 30’ Bujur Timur dan 7o 30’ Lintang Selatan. Sedangkan keadaan topografi wilayah Banyumas sebagian merupakan tanah pegunungan kapur yang memanjang dari timur Kecamatan Patikraja,  ke barat sampai daerah Kecamatan Ajibarang bagian selatan. Wilayah bagian utara dan barat di Kecamatan Banyumas mengalir sungai Serayu yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Kabupaten Banyumas. Selain itu terdapat sungai-sungai kecil yang mengalir di wilayah bagian tengah dan timur, seperti Logawa, Kalibener, Tajum, dan Tenggulun.
Sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, Banyumas memiliki luas wilayah  132.759 ha atau 1.327,59 km2 setara dengan 4,08 % dari luas propinsi, memiliki 27 kecamatan, 229 desa dan 29 kelurahan. Secara umum wilayah ini memiliki tingkat curah hujan tinggi, sehingga kondisi lahan cukup subur untuk dijadikan areal pertanian, terutama padi. Bahkan dapat dikatakan Banyumas sebagai salah satu daerah lumbung padi bagi Propinsi Jawa Tengah (Koderi, 1991:1). Sedangkan lahan kering di wilayah ini relatif sedikit, berupa pekarangan dan lereng pegunungan yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai lahan berkebun. Baik berupa tanaman buah-buahan, sayuran, maupun pohon kayu.
Jumlah penduduk Banyumas pada akhir tahun 2004 berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2005 tercatat sebesar 1.538.285 jiwa (pertumbuhan menurun 0,15 % dibanding tahun 2003), dengan kepadatan penduduk mencapai 1.159 jiwa/km2. Jumlah rumah tangga pada akhir tahun 2004 sebesar 409.631, dengan rata-rata jiwa per rumah tangga sekitar tiga sampai empat jiwa.  Dari jumlah tersebut sebagian besar menempati daerah pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian sebagai roda penggerak perekonomian. Dengan demikian, wilayah Banyumas merupakan salah satu daerah agraris (http://geminastiti. blogspot. com/2007/10/pengembangan-kemitraan-peternakan.html, diakses tanggal 10 April 2009). 
            Dari sisi antropologis dan historis, Banyumas memiliki kedudukan yang unik dalam kerangka Kebudayaan Jawa. Secara antropologis, Banyumas berada antara dua kebudayaan besar di Pulau Jawa, yaitu Kebudayaan Jawa yang berpusat di Surakarta/Yogyakarta, dan Kebudayaan Sunda. Sedangkan secara historis berada di antara dua wilayah kerajaan besar, yakni di bagian timur merupakan wilayah paling barat dari Kerajaan Majapahit, dan bagian barat merupakan wilayah kekuasaan paling timur dari Kerajaan Pajajaran. Letak wilayah yang terlalu jauh dari pusat Kebudayaan Jawa (Surakarta /Yogyakarta) memungkinkan Banyumas memiliki sikap dan karakter yang berbeda dengan Orang Jawa pada umumnya (Rini Fidiyani, 2008:2).
Secara historis sosiologis, wilayah Banyumas bagian barat merupakan daerah perbatasan yang masyarakatnya memiliki hubungan persaudaraan dengan Kraton Pakuan Parahiyangan (Pajajaran). Menurut Budiono Herusatoto (2008:15), hubungan ini terjalin sejak zaman Kadipaten Pasirluhur. Sedangkan wilayah bagian timur memiliki hubungan historis dengan Kebudayaan Jawa, mengingat latar belakangnya sebagai wilayah mancanegara dari kraton-kraton di Jawa sejak Kerajaan Majapahit, Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta, sampai Jogjakarta.
Koentjaraningratpun menyebutkan bahwa Banyumas merupakan salah satu dari tujuh wilayah kebudayaan Jawa (Koentjaraningrat, 1994:25-29). Disebutkan bahwa wilayah Kebudayaan Banyumas itu meliputi eks Karesidenan Banyumas yang terdiri atas empat kabupaten. Yaitu; Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Pada umumnya masyarakat Banyumas menyebut dirinya Wong Banyumas. Namun menurut Drs Sugeng Priyadi, M. Hum, pakar naskah kuno dan pengkaji Babad Banyumas dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Wong Banyumas adalah pembauran antara dua kelompok masyarakat dari kerajaan yang berdampingan. Yaitu Pakuan Parahiyangan/Pajajaran dan Pasirluhur/Galuh). Pembauran ini akhirnya membentuk satu komunitas baru, sebagai suatu keluarga besar yang hidup rukun dan berkesinambungan, baik dalam sejarah maupun kehidupan sosial-budaya yang khas, (wawancara tanggal 28 Oktober 2009). Dijelaskan pula bahwa dinasti Banyumas adalah keturunan dinasti lokal Pasir dan Wirasaba dengan Pajajaran dan Majapahit. Teks Babad Banyumas melegitimasikan nenek moyang Wong Banyumas berasal dari dua kerajaan yang berwibawa di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran dan Majapahit (Sugeng Priyadi dan Suwarno, 2004:4).
Salah satu ciri utama Wong Banyumas terlihat pada bahasa ibu. Jika mereka berbicara terdengar cowag (keras nada suaranya), gemluthuk (bergelutuk karena bunyi-bunyi yang muncul terkesan serba berat) kalau berbincang seperti tergesa atau cepat menanggapi. Logat bahasanya kenthel, luged, mbleketaket (kental, mengasyikkan) enak didengar oleh komunitas masyarakat pemiliknya sesama daerah, tetapi kadang membuat orang dari wilayah lain tersenyum dan kesulitan memahami maknanya.
Daerah persebaran Bahasa Jawa dialek Banyumasan jauh berbeda dengan luas wilayah administratif pemerintahan. Perkembangannya pun maju searah dengan kemajuan zaman. Daerah persebaran yang saat ini masih menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan adalah Kebumen, Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Pesisir Cirebon bagian timur (Budiono Herusatoto, 2008:20).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar